PHDI Malang Fasilitasi Kremasi Korban Mutilasi
Dihadiri Langsung Keluarga dari Klungkung
SEMARAPURA, NusaBali - Prosesi pengabenan (kremasi) jenazah Ni Made Sutarini,55, digelar di Malang, Jawa Timur pada Buda Wage Ukir, Rabu (3/1) pagi.
Jenazah korban pembunuhan dan mutilasi oleh suaminya, James Lodewyk Tomatala,61, ini diupacarai secara Hindu setelah mendapat persetujuan dari keluarga dan suaminya sendiri. Upacara ngaben yang difasilitasi Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Malang ini bertempat di Krematorium Marga Moksa, Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Menurut kerabat korban, I Wayan Merta saat ditemui di rumah duka di Banjar Banda, Desa Takmung, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung, prosesi pengabenan sudah dilakukan pada, Rabu kemarin sejak pukul 08.00 Wita. Setelah menikah, Sutarini memang memeluk Agama Kristen. Namun, saat masih hidup dia sering berkata ke keluarganya agar diupacarai secara Hindu (diaben) jika terjadi sesuatu kepadanya.
"Hal ini juga sering disampaikan korban kepada kerabatnya di Surabaya," ujar Merta. Selain itu almarhum Sutarini semasa hidupnya diketahui sering melukat dan sembahyang. Bahkan, kata dia, anak-anak Sutarini juga dengan ikhlas meminta agar ibunya agar diaben. Sebelum disepakati dilakukan proses pengabenan, sang suami sekaligus pelaku pembunuhan terhadap Sutarini telah memberikan surat kuasa.
Dalam surat kuasa tersebut memperbolehkan jenazah Sutarini diaben sesuai dengan upacara Agama Hindu. "Surat kuasa itu diberikan oleh suaminya kepada pihak keluarga," kata Merta. Saat ini kakak dan adik kandung dari Sutarini, yakni Ni Wayan Suarini dan Komang Suardana, dan keponakannya Ni Putu Milan, juga berada di Malang membawa tirta (air suci) dari merajan dan kawitan untuk upacara pengabenan Sutarini. Mereka berangkat pada, Selasa (2/1).
Sementara Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Malang, Sutomo Adiwijoyo saat dihubungi, Rabu kemarin mengungkapkan kremasi terhadap jenazah Sutarini berlangsung di Krematorium Marga Moksa, Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Prosesi ngaben atau kremasi itu berlangsung selama sekitar 2,5 jam dan berjalan lancar.
"Kremasi tadi mulai pukul 10.00 WIB. Kremasi sekitar dua setengah jam dan berjalan lancar," ujar Sutomo saat dihubungi NusaBali, Rabu kemarin. Sebagai Ketua PHDI Kabupaten Malang, Sutomo hadir langsung dalam prosesi itu. Sutomo mengatakan, saat kremasi pihak keluarga maupun teman-teman Made Sutarini juga turut hadir.
Bahkan, keluarganya dari Bali langsung datang menyaksikan kremasi tersebut. "Ada dua orang keluarganya datang dari Bali. Namun, saya tidak terlalu mengetahui persis apakah mereka kakak atau adiknya. Mereka hanya menyatakan dari pihak keluarga," terang Sutomo. Selain itu, teman-teman Made Sutarini juga turut hadir. "Dia punya komunitas senam. Teman-temannya dari komunitas itu datang juga," ucap Sutomo. Begitu pula dengan teman dan saudara almarhum lainnya serta sejumlah umat Hindu.
Made Sutarini sendiri tinggal di Kota Malang. Namun karena umat Hindu di wilayah Kota Malang belum memiliki krematorium, maka kremasi Made Sutarini dilaksanakan di Kabupaten Malang. Jarak dari Kota Malang ke krematorium di Kabupaten Malang, kata Sutomo, sekitar satu jam. Sutomo mengaku, tidak terlalu mengetahui kejadian yang menimpa Made Sutarini. Terlebih, Made Sutarini tinggal di Kota Malang. "Namun, karena keluarga meminta kremasi di sini, demi kemanusiaan dan pelayanan sosial kami laksanakan kremasinya di sini," terang Sutomo.
Soal korban yang menjadi korban pembunuhan dan mutilasi oleh suaminya sendiri, Sutomo mengaku prihatin. Disinggung apakah PHDI Kabupaten Malang akan memberikan imbauan atau nasihat kepada umat Hindu setempat yang telah berkeluarga agar menjaga keharmonisan keluarga setelah adanya kejadian Made Sutarini. Sutomo menjelaskan, dalam ajaran agama Hindu ada Tri Kaya Parisudha. Jika mereka sudah memahami ajaran itu, dia yakin tidak ada peristiwa jahat seperti itu. "Apalagi, dalam ajaran agama Hindu dikenal ada hukum karma," imbuh Sutomo.
Seperti diketahui Ni Made Sutarini,55, merupakan korban pembunuhan dan mutilasi oleh suaminya sendiri Jimmy Lodewyk Tomatala,61, di Jalan Serayu, Malang, Jawa Timur, pada Sabtu (30/12) lalu. Korban ternyata berasal dari Banjar Banda, Desa Takmung, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung. Pihak keluarga di Klungkung pun syok atas kejadian tersebut. Bahkan ibu korban, yakni Ni Nyoman Weni,72, tak kuasa menahan tangis. Pihak keluarga meminta agar pelaku dihukum berat.
Sebelumnya Kasat Reskrim Polresta Malang Kota, Kompol Danang Yudanto di Kota Malang, Minggu (31/12/2023) mengatakan bahwa pelaku memutilasi korban menjadi sejumlah bagian setelah membunuh istrinya karena permasalahan rumah tangga. "Korban ditemukan dalam kondisi terpotong di beberapa bagian. Setelah ini, akan dilakukan otopsi," kata Kompol Danang. Setelah membunuh istrinya, James Loodewky Tomatala menyerahkan diri ke Kepolisian Sektor (Polsek) Blimbing, Kota Malang, Minggu pagi. Tersangka saat ini ditahan oleh pihak kepolisian.
Berdasarkan informasi yang diterima pihak kepolisian, korban Ni Made Sutarini pada hari Sabtu (30/12) kembali ke rumah di Jalan Serayu, Kelurahan Bunulrejo, Malang. Tetangga sempat mendengar ada perseteruan antara korban dan pelaku. "Namun, setelah itu, tidak ada lagi didengar suara. Tersangka menyerahkan diri ke Polsek Blimbing, kemudian petugas menahan yang bersangkutan. Selanjutnya dilaksanakan proses hukum lebih lanjut," katanya. 7 k22, wan
Menurut kerabat korban, I Wayan Merta saat ditemui di rumah duka di Banjar Banda, Desa Takmung, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung, prosesi pengabenan sudah dilakukan pada, Rabu kemarin sejak pukul 08.00 Wita. Setelah menikah, Sutarini memang memeluk Agama Kristen. Namun, saat masih hidup dia sering berkata ke keluarganya agar diupacarai secara Hindu (diaben) jika terjadi sesuatu kepadanya.
"Hal ini juga sering disampaikan korban kepada kerabatnya di Surabaya," ujar Merta. Selain itu almarhum Sutarini semasa hidupnya diketahui sering melukat dan sembahyang. Bahkan, kata dia, anak-anak Sutarini juga dengan ikhlas meminta agar ibunya agar diaben. Sebelum disepakati dilakukan proses pengabenan, sang suami sekaligus pelaku pembunuhan terhadap Sutarini telah memberikan surat kuasa.
Dalam surat kuasa tersebut memperbolehkan jenazah Sutarini diaben sesuai dengan upacara Agama Hindu. "Surat kuasa itu diberikan oleh suaminya kepada pihak keluarga," kata Merta. Saat ini kakak dan adik kandung dari Sutarini, yakni Ni Wayan Suarini dan Komang Suardana, dan keponakannya Ni Putu Milan, juga berada di Malang membawa tirta (air suci) dari merajan dan kawitan untuk upacara pengabenan Sutarini. Mereka berangkat pada, Selasa (2/1).
Sementara Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Malang, Sutomo Adiwijoyo saat dihubungi, Rabu kemarin mengungkapkan kremasi terhadap jenazah Sutarini berlangsung di Krematorium Marga Moksa, Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Prosesi ngaben atau kremasi itu berlangsung selama sekitar 2,5 jam dan berjalan lancar.
"Kremasi tadi mulai pukul 10.00 WIB. Kremasi sekitar dua setengah jam dan berjalan lancar," ujar Sutomo saat dihubungi NusaBali, Rabu kemarin. Sebagai Ketua PHDI Kabupaten Malang, Sutomo hadir langsung dalam prosesi itu. Sutomo mengatakan, saat kremasi pihak keluarga maupun teman-teman Made Sutarini juga turut hadir.
Bahkan, keluarganya dari Bali langsung datang menyaksikan kremasi tersebut. "Ada dua orang keluarganya datang dari Bali. Namun, saya tidak terlalu mengetahui persis apakah mereka kakak atau adiknya. Mereka hanya menyatakan dari pihak keluarga," terang Sutomo. Selain itu, teman-teman Made Sutarini juga turut hadir. "Dia punya komunitas senam. Teman-temannya dari komunitas itu datang juga," ucap Sutomo. Begitu pula dengan teman dan saudara almarhum lainnya serta sejumlah umat Hindu.
Made Sutarini sendiri tinggal di Kota Malang. Namun karena umat Hindu di wilayah Kota Malang belum memiliki krematorium, maka kremasi Made Sutarini dilaksanakan di Kabupaten Malang. Jarak dari Kota Malang ke krematorium di Kabupaten Malang, kata Sutomo, sekitar satu jam. Sutomo mengaku, tidak terlalu mengetahui kejadian yang menimpa Made Sutarini. Terlebih, Made Sutarini tinggal di Kota Malang. "Namun, karena keluarga meminta kremasi di sini, demi kemanusiaan dan pelayanan sosial kami laksanakan kremasinya di sini," terang Sutomo.
Soal korban yang menjadi korban pembunuhan dan mutilasi oleh suaminya sendiri, Sutomo mengaku prihatin. Disinggung apakah PHDI Kabupaten Malang akan memberikan imbauan atau nasihat kepada umat Hindu setempat yang telah berkeluarga agar menjaga keharmonisan keluarga setelah adanya kejadian Made Sutarini. Sutomo menjelaskan, dalam ajaran agama Hindu ada Tri Kaya Parisudha. Jika mereka sudah memahami ajaran itu, dia yakin tidak ada peristiwa jahat seperti itu. "Apalagi, dalam ajaran agama Hindu dikenal ada hukum karma," imbuh Sutomo.
Seperti diketahui Ni Made Sutarini,55, merupakan korban pembunuhan dan mutilasi oleh suaminya sendiri Jimmy Lodewyk Tomatala,61, di Jalan Serayu, Malang, Jawa Timur, pada Sabtu (30/12) lalu. Korban ternyata berasal dari Banjar Banda, Desa Takmung, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung. Pihak keluarga di Klungkung pun syok atas kejadian tersebut. Bahkan ibu korban, yakni Ni Nyoman Weni,72, tak kuasa menahan tangis. Pihak keluarga meminta agar pelaku dihukum berat.
Sebelumnya Kasat Reskrim Polresta Malang Kota, Kompol Danang Yudanto di Kota Malang, Minggu (31/12/2023) mengatakan bahwa pelaku memutilasi korban menjadi sejumlah bagian setelah membunuh istrinya karena permasalahan rumah tangga. "Korban ditemukan dalam kondisi terpotong di beberapa bagian. Setelah ini, akan dilakukan otopsi," kata Kompol Danang. Setelah membunuh istrinya, James Loodewky Tomatala menyerahkan diri ke Kepolisian Sektor (Polsek) Blimbing, Kota Malang, Minggu pagi. Tersangka saat ini ditahan oleh pihak kepolisian.
Berdasarkan informasi yang diterima pihak kepolisian, korban Ni Made Sutarini pada hari Sabtu (30/12) kembali ke rumah di Jalan Serayu, Kelurahan Bunulrejo, Malang. Tetangga sempat mendengar ada perseteruan antara korban dan pelaku. "Namun, setelah itu, tidak ada lagi didengar suara. Tersangka menyerahkan diri ke Polsek Blimbing, kemudian petugas menahan yang bersangkutan. Selanjutnya dilaksanakan proses hukum lebih lanjut," katanya. 7 k22, wan
Komentar