Kasus Gaduh Nyepi Berlanjut
Jaksa Limpahkan Berkas ke Pengadilan
Permohonan restorative justice (RJ) yang diajukan masyarakat dan pihak Desa Adat setempat dinyatakan tidak memenuhi syarat.
SINGARAJA, NusaBali
Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng melimpahkan berkas perkara kasus penistaan agama ke Pengadilan Negeri (PN) Singaraja. Kejaksaan memastikan kasus gaduh saat Nyepi di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Buleleng, itu tidak bisa diselesaikan lewat mekanisme keadilan restoratif atau restorative justice (RJ).
Humas sekaligus Kasi Intel Kejari Buleleng Ida Bagus Alit Ambara Pidada mengatakan, berkas perkara kasus tersebut telah dilimpahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) ke PN Singaraja, pada Rabu (3/1) untuk segera disidangkan. Ada tiga orang jaksa yang ditunjuk untuk menangani persidangan kasus tersebut.
Permohonan restorative justice (RJ) yang diajukan masyarakat dan pihak Desa Adat setempat dinyatakan tidak memenuhi syarat. Alit menyebut, kasus tersebut tidak bisa diselesaikan dengan mekanisme keadilan restoratif karena adanya keberatan yang dilayangkan oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali.
Selain itu, lanjut Alit, perkara tersebut merupakan kasus penistaan agama yang mengganggu ketertiban umum. "Kami sudah bersurat ke prajuru Desa Adat Sumberklampok, proses RJ tidak dapat ditindaklanjuti. Ada ketentuan dan untuk kasus ini ada yang tidak memenuhi syarat, ada pihak yang keberatan,” ujarnya dikonfirmasi Jumat (5/1) siang.
Alit menyebutkan, jaksa telah menyusun berkas dakwaan perkara tersebut. Kedua terdakwa, Achmad Zaini dan Muhammad Rasyad dijerat Pasal 156 A KUHP tentang Penodaan Agama dengan ancaman hukuman paling lama lima tahun penjara. Selama ini, dalam penanganan kasus tersebut baik di kepolisian maupun di kejaksaan, keduanya tidak ditahan.
Kedua terdakwa tidak ditahan karena kooperatif dan juga ada jaminan pihak keluarga tidak akan melarikan diri. “Terdakwa dari awal penanganan tidak ditahan karena kooperatif. Kemudian ada jaminan dari keluarga dia tidak akan melarikan diri dan tidak mengulangi perbuatannya,” jelas Alit.
Juru Bicara Pengadilan Negeri (PN) Singaraja I Gusti Made Juli Artawan mengatakan, perkara penodaan agama tersebut telah masuk ke PN Singaraja dan akan disidangkan. Pengadilan telah menentukan susunan majelis hakim yang menyidangkan perkara, yakni I Made Bagiarta, Hermayanti, dan Pulung Yustisia Dewi. “Sidang pertamanya Kamis 18 Januari,” ujarnya.
Sementara itu, pendamping warga Sumberklampok Agus Samijaya mengaku kecewa dengan keputusan Kejari Buleleng yang tetap melanjutkan kasus ini hingga ke Pengadilan. Pasalnya dari hasil paruman Agung yang digelar pada 26 Oktober 2023 lalu, masyarakat dan prajuru Desa Adat Sumberklampok telah sepakat untuk menyelesaikan kasus ini secara kekeluargaan. Bahkan berita acara kesepakatan damai itu telah diserahkan ke Kejari Buleleng.
“Secara pribadi maupun tim yang mendampingi warga tentu sangat kecewa karena syarat mengajukan RJ sudah kami lengkapi. Negara sebenarnya berkepentingan menjaga keutuhan. Isu-isu agama yang merusak kerukunan sebenarnya seoptimal mungkin diselesaikan secara RJ. Namun kami tetap menghormati keputusan kejaksaan ini,” terangnya.
Agus menyebut pasca adanya kesepakatan damai saat paruman agung itu, situasi di Desa Sumberklampok sejatinya sudah mulai kondusif. Namun dengan tetap dilanjutkannya kasus ini ke pengadilan, Agus menyebut hal tersebut praktis membuka luka lama warga. Bahkan ia menyebut PHDI Kabupaten, Provinsi maupun Pusat sejatinya tidak memiliki kewenangan dalam kasus ini.
“Saya sempat silaturahmi dapat keterangan dari Ketua MDA Bali yang menyatakan kalau kejaksaan maupun kepolisian menggunakan pertimbangan dari PHDI atas kasus ini, itu salah besar. PHDI tidak punya otoritas mengurusi soal pelaksanaan upacara agama atau hari raya suci agama Hindu. Kewenangan seharusnya diserahkan pada desa adat. Tidak perlu libatkan PHDI,” ungkapnya.
Agus pun mengaku akan mendampingi kedua terdakwa nanti dalam persidangan. Ia juga akan segera berkoordinasi dengan MDA Bali agar dapat memberikan keterangan terkait penanganan perkara ini di persidangan. 7 mzk
Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng melimpahkan berkas perkara kasus penistaan agama ke Pengadilan Negeri (PN) Singaraja. Kejaksaan memastikan kasus gaduh saat Nyepi di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Buleleng, itu tidak bisa diselesaikan lewat mekanisme keadilan restoratif atau restorative justice (RJ).
Humas sekaligus Kasi Intel Kejari Buleleng Ida Bagus Alit Ambara Pidada mengatakan, berkas perkara kasus tersebut telah dilimpahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) ke PN Singaraja, pada Rabu (3/1) untuk segera disidangkan. Ada tiga orang jaksa yang ditunjuk untuk menangani persidangan kasus tersebut.
Permohonan restorative justice (RJ) yang diajukan masyarakat dan pihak Desa Adat setempat dinyatakan tidak memenuhi syarat. Alit menyebut, kasus tersebut tidak bisa diselesaikan dengan mekanisme keadilan restoratif karena adanya keberatan yang dilayangkan oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali.
Selain itu, lanjut Alit, perkara tersebut merupakan kasus penistaan agama yang mengganggu ketertiban umum. "Kami sudah bersurat ke prajuru Desa Adat Sumberklampok, proses RJ tidak dapat ditindaklanjuti. Ada ketentuan dan untuk kasus ini ada yang tidak memenuhi syarat, ada pihak yang keberatan,” ujarnya dikonfirmasi Jumat (5/1) siang.
Alit menyebutkan, jaksa telah menyusun berkas dakwaan perkara tersebut. Kedua terdakwa, Achmad Zaini dan Muhammad Rasyad dijerat Pasal 156 A KUHP tentang Penodaan Agama dengan ancaman hukuman paling lama lima tahun penjara. Selama ini, dalam penanganan kasus tersebut baik di kepolisian maupun di kejaksaan, keduanya tidak ditahan.
Kedua terdakwa tidak ditahan karena kooperatif dan juga ada jaminan pihak keluarga tidak akan melarikan diri. “Terdakwa dari awal penanganan tidak ditahan karena kooperatif. Kemudian ada jaminan dari keluarga dia tidak akan melarikan diri dan tidak mengulangi perbuatannya,” jelas Alit.
Juru Bicara Pengadilan Negeri (PN) Singaraja I Gusti Made Juli Artawan mengatakan, perkara penodaan agama tersebut telah masuk ke PN Singaraja dan akan disidangkan. Pengadilan telah menentukan susunan majelis hakim yang menyidangkan perkara, yakni I Made Bagiarta, Hermayanti, dan Pulung Yustisia Dewi. “Sidang pertamanya Kamis 18 Januari,” ujarnya.
Sementara itu, pendamping warga Sumberklampok Agus Samijaya mengaku kecewa dengan keputusan Kejari Buleleng yang tetap melanjutkan kasus ini hingga ke Pengadilan. Pasalnya dari hasil paruman Agung yang digelar pada 26 Oktober 2023 lalu, masyarakat dan prajuru Desa Adat Sumberklampok telah sepakat untuk menyelesaikan kasus ini secara kekeluargaan. Bahkan berita acara kesepakatan damai itu telah diserahkan ke Kejari Buleleng.
“Secara pribadi maupun tim yang mendampingi warga tentu sangat kecewa karena syarat mengajukan RJ sudah kami lengkapi. Negara sebenarnya berkepentingan menjaga keutuhan. Isu-isu agama yang merusak kerukunan sebenarnya seoptimal mungkin diselesaikan secara RJ. Namun kami tetap menghormati keputusan kejaksaan ini,” terangnya.
Agus menyebut pasca adanya kesepakatan damai saat paruman agung itu, situasi di Desa Sumberklampok sejatinya sudah mulai kondusif. Namun dengan tetap dilanjutkannya kasus ini ke pengadilan, Agus menyebut hal tersebut praktis membuka luka lama warga. Bahkan ia menyebut PHDI Kabupaten, Provinsi maupun Pusat sejatinya tidak memiliki kewenangan dalam kasus ini.
“Saya sempat silaturahmi dapat keterangan dari Ketua MDA Bali yang menyatakan kalau kejaksaan maupun kepolisian menggunakan pertimbangan dari PHDI atas kasus ini, itu salah besar. PHDI tidak punya otoritas mengurusi soal pelaksanaan upacara agama atau hari raya suci agama Hindu. Kewenangan seharusnya diserahkan pada desa adat. Tidak perlu libatkan PHDI,” ungkapnya.
Agus pun mengaku akan mendampingi kedua terdakwa nanti dalam persidangan. Ia juga akan segera berkoordinasi dengan MDA Bali agar dapat memberikan keterangan terkait penanganan perkara ini di persidangan. 7 mzk
Komentar