Ormas HTI Dibubarkan
Menko Polhukam sebut ormas HTI ingin bentuk model pemerintahan khilafah, yang sama artinya tidak akui NKRI
Jika Nekat Lakukan Kegiatan, Bakal Ditindak
JAKARTA, NusaBali
Ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) secara resmi dibubarkan pemerintah melalui Kemenkum HAM, Rabu (19/7). Dengan pembubaran tersebut, segala aktivitas ormas yang dianggap bertentangan dengan Pancasila dan NKRI ini pun praktis dilarang di Indonesia.
Keputusan cabut status badan hukum (membubarkan) HTI ini tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Menkum HAM Nomor AHU-30.AH.01.08 Tahun 2017 tentang Pencabutan Keputusan Menkum HAM No AHU-0028.60.10.2014. SK terakhir me-rupakan nomor registrasi badan hukum HTI per tanggal 2 Juli 2014.
Pembubaran ormas HTI diumumkan Dirjen Administrasi Hukum Umum Kemenkum HAM, Freddy Harris, dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu kemarin. Jika ada pihak-pihak yang keberatan dengan pembubaran HTI ini, pemerintah mempersilakan mereka untuk mengambil jalur hukum. "Silakan mengambil jalur hukum," tegas Freddy Harris.
Freddy menjelaskan, tindakan tegas diberikan kepada perkumpulan atau ormas yang melakukan upaya atau aktivitas tidak sesuai dengan kehidupan ideologi Pancasila dan hukum NKRI. Pemerintah juga meyakinkan pencabutan SK Badan Hu-kum HTI bukanlah keputusan sepihak, namun hasil sinergi badan pemerintah di ranah politik, hukum, dan keamanan.
Dengan dibubarkannya HTI, maka segala kegiatan yang mengatasnamakan ormas radikal ini dilarang, termasuk aksi demonstrasi. "Secara organisasi, mereka kan sudah dibubarkan. Kemudian, kalau mereka mau melaksanakan unjuk rasa, (polisi) tidak akan memberikan izin, tidak akan diterima pemberitahuannya karena sudah tidak sah," tandas Kadiv Humas Mabes Polri, Setyo Wasisto, dilansir detikcom terpisah, Rabu kemarin.
"Kalau secara organisasi sudah bubar, tidak boleh ada lagi kegiatan. Tapi, kalau pengurusnya masih bersikeras, masih mengaku mereka organisasi, maka akan diproses. Karena kan nggak boleh," lanjut Setya. Dia menambahkan, polisi bisa meng-ambil langkah hukum pidana bila massa HTI secara terang-terangan tidak menghormati keputusan pemerintah.
Sementara, Menko Polhukam Jenderal TNI (Purn) Wiranto menegaskan pemerintah mengantongi data-data yang menjadi dasar pembubaran HTI. "Cukup bukti dari lembaga terkait untuk beri alasan bahwa harus dicabut izin yang bersangkutan (HTI). Data yang dikumpulkan buktinya adalah ormas bersangkutan ternyata memang tidak sepakat dengan demokrasi, padahal Indonesia negara demokrasi," ujar Wiranto dilansir detikcom terpisah di Istana Negara Jakarta, Rabu kemarin.
Wiranto menyatakan, HTI dalam konsep organisasinya tidak sepakat dengan paham nasionalisme. Sedangkan Indonesia menganut nasionalisme kebangsaan. "Yang lebih berat lagi, ormas yang bersangkutan cita-citanya bukan memperkuat RI, tapi tidak sepakat dengan bentuk republik, kerajaan, dan sebagainya. Mereka akan membentuk satu model pemerintahan khilafah. Berarti, ini tidak akui NKRI," jelas Wiranto.
Terungkap, Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP PIP) atau UKP Pancasila ikut memberi pertimbangan dalam pembubaran HTI ini. "Kita hanya memberikan pertimbangan saja. Kita kan bukan lembaga eksekutor," ujar Ke-tua UKP Pancasila, Yudi Latif, usai bertemu Presiden Jokowi di Istana Negara Jakarta, Rabu kemarin.
Di sisi lain, Ketua Umum HTI, Rokhmat S Labib, merasa pemerintah salah langkah jika langsung mengeluarkan surat pencabutan badan hukum ormas yang dipimpinnya. Rokhmat menilai jika pemerintah langsung mencabut badan hukum ormas tanpa surat pemberitahuan, maka itu menunjukkan sikap otoriter.
"Kok bisa mengumumkan (pembubaran)? Kalau menurut UU (Ormas) dulu kan harus ada SP (Surat Peringatan) sampai 3 kali, kalau menurut Perppu juga kan harusnya ada SP juga. Tapi, sampai sekarang SP tidak ada, surat peringatan tidak ada," ujar Rokhmat.
Sebaliknya, ahli perundang-undangan, Bayu Dwi Anggono, menegaskan pembubaran HTI tidak mnelanggar HAM maupun UUD 1945. Pembubaran HTI disebutnya telah memiliki landasan hukum, baik segi formal maupun materiil.
"Dari segi formal, tindakan pencabutan ini memang telah mendasarkan pada ketentuan UUD 1945 dan Perppu Nomor 2 Tahun 2017. Pencabutan status badan hukum HTI ini tidaklah melanggar hak asasi manusia, terutama kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat sebagaimana diakui dan dijamin dalam UUD 1945," kata Bayu Dwi Anggono.
Bayu menegaskan, hak asasi yang tertuang dalam Pasal 28E ayat 3 UUD 1945 haruslah diletakkan dalam kerangka penghormatan terhadap hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Aspek formil lainnya yang terpenuhi dari keputusan pencabutan status badan hukum HTI adalah keputusan ini telah mendasarkan Pasal 61 ayat 1 Perppu Ormas.
Menurut Bayu, pemberian sanksi administratif kepada HTI berupa pencabutan status badan hukum tanpa melalui sanksi tahapan peringatan tertulis dan penghentian kegiatan, adalah kewenangan penuh Kemekum HAM dengan mendasarkan fakta, kondisi, dan kebutuhan yang ada. "Dari aspek materiil, pemberian sanksi berupa pencabutan status badan hukum yang berakibat hukum bubarnya ormas HTI adalah tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan," katanya.
Sementara itu, PBNU menilai terbitnya Perppu 2/2017 yang ditindaklanjuti dengan pemnbubaran HTI adalah untuk kemaslahatan umat, yakni terjaganya NKRI dari perpecahan. "Intinya begini, pemerintah menerbitkan Perppu tidak lain untuk kemaslahatan umum, lil maslahah al ammah. Apa itu, yakni terjaganya NKRI dari perpecahan. Terjaganya negara ini dari kesepakatan yang telah disepakati bersama oleh para pendiri bangsa, yakni negara Pancasila," ujar Ketua PBNU, Marsudi Syuhud, Rabu kemarin.
Terbitnya Perppu 2/2017, kata Marsudi, juga berangkat dari anjuran agar semua orang menjaga supaya tidak terjadi kerusakan-kerusakan di negara ini. "Menjaga agar tidak ada kerusakan-kerusakan, itu diutamakan," katanya. Marsudi pun meminta masyarakat bijak menyikapi pembubaran HTI. "Jangan dengan adanya Perppu itu seolah merasa kiamat. Kalau ormas tidak bertentangan dengan Pancasila, nggak usah khawatir dibubarkan. Saya doakan tak ada ormas yang dibubarkan." *
JAKARTA, NusaBali
Ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) secara resmi dibubarkan pemerintah melalui Kemenkum HAM, Rabu (19/7). Dengan pembubaran tersebut, segala aktivitas ormas yang dianggap bertentangan dengan Pancasila dan NKRI ini pun praktis dilarang di Indonesia.
Keputusan cabut status badan hukum (membubarkan) HTI ini tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Menkum HAM Nomor AHU-30.AH.01.08 Tahun 2017 tentang Pencabutan Keputusan Menkum HAM No AHU-0028.60.10.2014. SK terakhir me-rupakan nomor registrasi badan hukum HTI per tanggal 2 Juli 2014.
Pembubaran ormas HTI diumumkan Dirjen Administrasi Hukum Umum Kemenkum HAM, Freddy Harris, dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu kemarin. Jika ada pihak-pihak yang keberatan dengan pembubaran HTI ini, pemerintah mempersilakan mereka untuk mengambil jalur hukum. "Silakan mengambil jalur hukum," tegas Freddy Harris.
Freddy menjelaskan, tindakan tegas diberikan kepada perkumpulan atau ormas yang melakukan upaya atau aktivitas tidak sesuai dengan kehidupan ideologi Pancasila dan hukum NKRI. Pemerintah juga meyakinkan pencabutan SK Badan Hu-kum HTI bukanlah keputusan sepihak, namun hasil sinergi badan pemerintah di ranah politik, hukum, dan keamanan.
Dengan dibubarkannya HTI, maka segala kegiatan yang mengatasnamakan ormas radikal ini dilarang, termasuk aksi demonstrasi. "Secara organisasi, mereka kan sudah dibubarkan. Kemudian, kalau mereka mau melaksanakan unjuk rasa, (polisi) tidak akan memberikan izin, tidak akan diterima pemberitahuannya karena sudah tidak sah," tandas Kadiv Humas Mabes Polri, Setyo Wasisto, dilansir detikcom terpisah, Rabu kemarin.
"Kalau secara organisasi sudah bubar, tidak boleh ada lagi kegiatan. Tapi, kalau pengurusnya masih bersikeras, masih mengaku mereka organisasi, maka akan diproses. Karena kan nggak boleh," lanjut Setya. Dia menambahkan, polisi bisa meng-ambil langkah hukum pidana bila massa HTI secara terang-terangan tidak menghormati keputusan pemerintah.
Sementara, Menko Polhukam Jenderal TNI (Purn) Wiranto menegaskan pemerintah mengantongi data-data yang menjadi dasar pembubaran HTI. "Cukup bukti dari lembaga terkait untuk beri alasan bahwa harus dicabut izin yang bersangkutan (HTI). Data yang dikumpulkan buktinya adalah ormas bersangkutan ternyata memang tidak sepakat dengan demokrasi, padahal Indonesia negara demokrasi," ujar Wiranto dilansir detikcom terpisah di Istana Negara Jakarta, Rabu kemarin.
Wiranto menyatakan, HTI dalam konsep organisasinya tidak sepakat dengan paham nasionalisme. Sedangkan Indonesia menganut nasionalisme kebangsaan. "Yang lebih berat lagi, ormas yang bersangkutan cita-citanya bukan memperkuat RI, tapi tidak sepakat dengan bentuk republik, kerajaan, dan sebagainya. Mereka akan membentuk satu model pemerintahan khilafah. Berarti, ini tidak akui NKRI," jelas Wiranto.
Terungkap, Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP PIP) atau UKP Pancasila ikut memberi pertimbangan dalam pembubaran HTI ini. "Kita hanya memberikan pertimbangan saja. Kita kan bukan lembaga eksekutor," ujar Ke-tua UKP Pancasila, Yudi Latif, usai bertemu Presiden Jokowi di Istana Negara Jakarta, Rabu kemarin.
Di sisi lain, Ketua Umum HTI, Rokhmat S Labib, merasa pemerintah salah langkah jika langsung mengeluarkan surat pencabutan badan hukum ormas yang dipimpinnya. Rokhmat menilai jika pemerintah langsung mencabut badan hukum ormas tanpa surat pemberitahuan, maka itu menunjukkan sikap otoriter.
"Kok bisa mengumumkan (pembubaran)? Kalau menurut UU (Ormas) dulu kan harus ada SP (Surat Peringatan) sampai 3 kali, kalau menurut Perppu juga kan harusnya ada SP juga. Tapi, sampai sekarang SP tidak ada, surat peringatan tidak ada," ujar Rokhmat.
Sebaliknya, ahli perundang-undangan, Bayu Dwi Anggono, menegaskan pembubaran HTI tidak mnelanggar HAM maupun UUD 1945. Pembubaran HTI disebutnya telah memiliki landasan hukum, baik segi formal maupun materiil.
"Dari segi formal, tindakan pencabutan ini memang telah mendasarkan pada ketentuan UUD 1945 dan Perppu Nomor 2 Tahun 2017. Pencabutan status badan hukum HTI ini tidaklah melanggar hak asasi manusia, terutama kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat sebagaimana diakui dan dijamin dalam UUD 1945," kata Bayu Dwi Anggono.
Bayu menegaskan, hak asasi yang tertuang dalam Pasal 28E ayat 3 UUD 1945 haruslah diletakkan dalam kerangka penghormatan terhadap hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Aspek formil lainnya yang terpenuhi dari keputusan pencabutan status badan hukum HTI adalah keputusan ini telah mendasarkan Pasal 61 ayat 1 Perppu Ormas.
Menurut Bayu, pemberian sanksi administratif kepada HTI berupa pencabutan status badan hukum tanpa melalui sanksi tahapan peringatan tertulis dan penghentian kegiatan, adalah kewenangan penuh Kemekum HAM dengan mendasarkan fakta, kondisi, dan kebutuhan yang ada. "Dari aspek materiil, pemberian sanksi berupa pencabutan status badan hukum yang berakibat hukum bubarnya ormas HTI adalah tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan," katanya.
Sementara itu, PBNU menilai terbitnya Perppu 2/2017 yang ditindaklanjuti dengan pemnbubaran HTI adalah untuk kemaslahatan umat, yakni terjaganya NKRI dari perpecahan. "Intinya begini, pemerintah menerbitkan Perppu tidak lain untuk kemaslahatan umum, lil maslahah al ammah. Apa itu, yakni terjaganya NKRI dari perpecahan. Terjaganya negara ini dari kesepakatan yang telah disepakati bersama oleh para pendiri bangsa, yakni negara Pancasila," ujar Ketua PBNU, Marsudi Syuhud, Rabu kemarin.
Terbitnya Perppu 2/2017, kata Marsudi, juga berangkat dari anjuran agar semua orang menjaga supaya tidak terjadi kerusakan-kerusakan di negara ini. "Menjaga agar tidak ada kerusakan-kerusakan, itu diutamakan," katanya. Marsudi pun meminta masyarakat bijak menyikapi pembubaran HTI. "Jangan dengan adanya Perppu itu seolah merasa kiamat. Kalau ormas tidak bertentangan dengan Pancasila, nggak usah khawatir dibubarkan. Saya doakan tak ada ormas yang dibubarkan." *
1
Komentar