Paruman Agung PHDI Buleleng Tak Ambil Pusing Dualisme PHDI Pusat
SINGARAJA, NusaBali - Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Buleleng memutuskan untuk tidak ikut campur dalam konflik dualisme PHDI Pusat.
Yang lebih menjadi prioritas adalah pelayanan dan pembinaan umat dengan tulus. Penegasan itu disampaikan Ketua PHDI Buleleng Gede Made Metera saat Paruman Agung yang dilaksanakan di wantilan Pura Agung Jagatnatha Buleleng, Senin (8/1) kemarin.
“Polemik PHDI itu urusannya di pusat biarkan pimpinan di Jakarta yang menyelesaikan. Kami di bawah tetap melakukan pembinaan secara santi tanpa rasa permusuhan. Siapapun umat yang mengundang parisada atau sulinggih kami akan berikan pelayanan,” tegas Metera.
Dalam paruman PHDI itu diselenggarakan tiga jenis paruman. Yakni paruman pandita, paruman walaka dan paruman pengurus harian. Kurikulum untuk pendidikan kesulinggihan di tri nabe dibahas penuh di paruman pandita yang diikuti 22 orang dari 40 sulinggih di Buleleng. Metera menyebut dalam kurikulum kesulinggihan, orang yang mau mediksa wajib mendapatkan pendidikan dan pelatihan bersifat umum.
Selain itu juga harus menjalani tiga tahapan pendidikan dan pelatihan dari nabe-nabe. Pertama nabe napak yang melahirkan sulinggih melalui proses diksa, nabe waktra yakni sulinggih yang memberikan pendidikan dan pelatihan terkait prosesi memimpin upacara menghafal mantra, dan pendidikan lain yang terkait peribadatan. Sedangkan nabe saksi adalah sulinggih yang memberikan kesaksian bahwa seseorang sudah pantas menjalani proses mediksa dan ditetapkan sebagai seorang sulinggih.
“Sebenarnya PHDI Bali sudah punya kurikulum untuk pendidikan kesulinggihan yang disusun periode 2012-2017. Tetapi materi yang dipelajari di tiga nabe itu disiapkan dan direncanakan akan disusun,” ucap Metera.
Sementara itu dalam paruman tersebut juga ada usulan untuk penguatan pendidikan dan pelatihan kepemangkuan di masing-masing kecamatan. Usulan itu pun dibahas dalam rapat untuk disusun dalam program kerja kedepannya.7 k23
“Polemik PHDI itu urusannya di pusat biarkan pimpinan di Jakarta yang menyelesaikan. Kami di bawah tetap melakukan pembinaan secara santi tanpa rasa permusuhan. Siapapun umat yang mengundang parisada atau sulinggih kami akan berikan pelayanan,” tegas Metera.
Dalam paruman PHDI itu diselenggarakan tiga jenis paruman. Yakni paruman pandita, paruman walaka dan paruman pengurus harian. Kurikulum untuk pendidikan kesulinggihan di tri nabe dibahas penuh di paruman pandita yang diikuti 22 orang dari 40 sulinggih di Buleleng. Metera menyebut dalam kurikulum kesulinggihan, orang yang mau mediksa wajib mendapatkan pendidikan dan pelatihan bersifat umum.
Selain itu juga harus menjalani tiga tahapan pendidikan dan pelatihan dari nabe-nabe. Pertama nabe napak yang melahirkan sulinggih melalui proses diksa, nabe waktra yakni sulinggih yang memberikan pendidikan dan pelatihan terkait prosesi memimpin upacara menghafal mantra, dan pendidikan lain yang terkait peribadatan. Sedangkan nabe saksi adalah sulinggih yang memberikan kesaksian bahwa seseorang sudah pantas menjalani proses mediksa dan ditetapkan sebagai seorang sulinggih.
“Sebenarnya PHDI Bali sudah punya kurikulum untuk pendidikan kesulinggihan yang disusun periode 2012-2017. Tetapi materi yang dipelajari di tiga nabe itu disiapkan dan direncanakan akan disusun,” ucap Metera.
Sementara itu dalam paruman tersebut juga ada usulan untuk penguatan pendidikan dan pelatihan kepemangkuan di masing-masing kecamatan. Usulan itu pun dibahas dalam rapat untuk disusun dalam program kerja kedepannya.7 k23
Komentar