Kerajinan Kerang Desa Wisata Serangan, Bertahan di Tengah Sulitnya Bahan Baku
DENPASAR, NusaBali - Kelurahan Serangan, Kecamatan Denpasar Selatan, merupakan salah satu desa wisata di Kota Denpasar. Di antara sejumlah daya tarik seperti Pura Sakenan, Masjid As-Syuhada, Turtle Conservation and Education Centre (TCEC), kuliner seafood, dan lainnya, di Kelurahan Serangan juga ada kerajinan berbahan kerang. Kerajinan kerang tersebut hadir dalam berbagai bentuk di antaranya penyu, kap lampu, kalung, bokor.
“Ini memang salah satu daya tarik wisata di sini,” ujar I Wayan Kartha, 87, perajin sekaligus perintis kerajinan kerang di Kelurahan Serangan, Rabu (10/1).
Ayah 6 anak dan kakek dari 8 cucu ini menuturkan, kerajinan kerang memang terkait dengan adanya kunjungan wisatawan ke Serangan. Kartha tidak ingat persis waktunya. Dia perkirakan sekitar 25 tahun lalu. “Awalnya ada tamu (wisatawan),” ucapnya mengenai awal mula dibuatnya kerajinan kerang.
Dari situlah, terbersit keinginan Kartha membuat kerajinan dengan memanfaatkan kerang. Ketika itu, kerang masih sangat gampang diperoleh. “Awalnya sederhana, yakni bulih (sejenis kerang) saya ukir dengan tulisan ‘Bali’,” tuturnya.
Beberapa hari kemudian, kerajinan kerang tersebut laku. “Ada turis yang membeli,” ucapnya.
Dari situlah, Kartha yang sehari-hari sebagai bendega (nelayan) semakin menekuni kerajinan kerang. Puncaknya adalah tahun 1990, pesanan kerajinan kerang meningkat pesat. Pembelinya dari Prancis, Maladewa hingga Kopenhagen. “Sampai ada permintaan 2.000 biji ketika itu,” lanjutnya.
Dari situ pula perajin kerang bertambah. Dari awalnya hanya Kartha dan adiknya (I Made Kanan Jaya), akhirnya warga sekitar juga menekuni kerajinan kerang. “Karena kami tidak bisa memenuhi permintaan yang semakin banyak,” kata Kartha.
Ayah 6 anak dan kakek dari 8 cucu ini menuturkan, kerajinan kerang memang terkait dengan adanya kunjungan wisatawan ke Serangan. Kartha tidak ingat persis waktunya. Dia perkirakan sekitar 25 tahun lalu. “Awalnya ada tamu (wisatawan),” ucapnya mengenai awal mula dibuatnya kerajinan kerang.
Dari situlah, terbersit keinginan Kartha membuat kerajinan dengan memanfaatkan kerang. Ketika itu, kerang masih sangat gampang diperoleh. “Awalnya sederhana, yakni bulih (sejenis kerang) saya ukir dengan tulisan ‘Bali’,” tuturnya.
Beberapa hari kemudian, kerajinan kerang tersebut laku. “Ada turis yang membeli,” ucapnya.
Dari situlah, Kartha yang sehari-hari sebagai bendega (nelayan) semakin menekuni kerajinan kerang. Puncaknya adalah tahun 1990, pesanan kerajinan kerang meningkat pesat. Pembelinya dari Prancis, Maladewa hingga Kopenhagen. “Sampai ada permintaan 2.000 biji ketika itu,” lanjutnya.
Dari situ pula perajin kerang bertambah. Dari awalnya hanya Kartha dan adiknya (I Made Kanan Jaya), akhirnya warga sekitar juga menekuni kerajinan kerang. “Karena kami tidak bisa memenuhi permintaan yang semakin banyak,” kata Kartha.
Foto: Perajin kerang di Desa Wisata Serangan, Kelurahan Serangan, Denpasar Selatan, I Wayan Kartha sedang membuat kerajinan berbahan baku kerang. -WAYAN NATA
Peristiwa bom Bali yang mengakibatkan pariwisata Bali sempat ‘mati’, ikut membuat sekarat kerajinan kerang di Serangan. Pesanan tidak lagi ramai, sehingga perajin pun menyusut. Dari belasan orang, kini tinggal Kartha dan adiknya, yang masih aktif. Selain itu, bahan baku kerajinan kerang juga semakin langka.
“Untuk tambahan (bahan baku) saya membeli dari Tuban (Kelurahan/Kecamatan Kuta, Badung),” ujarnya sembari menunjukkan aneka kerang untuk bahan baku kerajinan.
Selain itu, Kartha mengkombinasikan dengan limbah lain, yakni batok kelapa. “Saya dominan membuat (kerajinan berbentuk) penyu. Untuk kerajinan penyu harganya dari Rp 20.000 sampai Rp 300.000,” terang Kartha.
Memang permintaan kerajinan kerang tidak seramai dulu, namun masih tetap bertahan sampai sekarang. “Ada saja wisatawan yang langsung datang membeli,” kata Kartha. Selain itu dia melayani pesanan dari hotel dan pihak lain yang meminta souvenir dari kerajinan kerang. 7 k17
1
Komentar