Ketua KPAD Bali: Kasus Kekerasan Anak Meningkat
DENPASAR, NusaBali - Kasus kekerasan terhadap anak meningkat dalam setahun terakhir. Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Provinsi Bali mencatat selama tahun 2023 terjadi 396 kasus kekerasan terhadap anak di seluruh Bali. Jumlah tersebut meningkat dari tahun sebelumnya yang juga sudah tinggi, yakni sebanyak 377 kasus.
Ketua KPAD Bali Ni Luh Gede Yastini, mengungkapkan kasus kekerasan terhadap anak masih menjadi keprihatinan bersama. Kota Denpasar menjadi wilayah dengan jumlah kasus kekerasan terhadap anak terbanyak bersama Kabupaten Buleleng.
“Yang paling atas adalah kekerasan seksual terhadap anak,” tambah Yastini kepada NusaBali, Jumat (12/1).
Yastini meminta aparat hukum untuk memberikan hukuman maksimal kepada para pelaku tindak kekerasan terhadap anak untuk memberikan efek jera. Apalagi jika pelaku masih memiliki hubungan keluarga dengan korban.
Dia mengungkapkan, trauma yang diderita anak yang mengalami kekerasan khususnya kekerasan seksual tidak dapat dibayangkan. Dalam beberapa kasus, pendampingan yang diberikan kepada korban tidak cukup hanya menggunakan terapi psikologis, melainkan harus diberikan obat penenang (anti depresan).
“Karena pengaruhnya sangat berat sampai diare, selalu mimpi buruk, tidak bisa tidur, selalu mengigau, dan lainnya,” ujar Yastini.
Yastini memberi catatan terkait kasus kekerasan seksual yang banyak terjadi di Kabupaten Buleleng. Meski jumlah kasus masih di bawah Kota Denpasar, namun kasus-kasus yang terjadi di Kabupaten Buleleng terbilang ekstrem. “Pelaku biasanya banyak,” ujar Yastini.
Masih hangat kasus yang menyita perhatian publik pada akhir tahun lalu terjadi di Bumi Panji Sakti. Seorang gadis berusia 15 tahun menjadi korban pemerkosaan setelah dicekoki minuman keras (miras). Korban diduga disetubuhi empat orang temannya remaja laki-laki.
Menurut Yastini, sosialisasi sudah beberapa kali dilakukan di Buleleng untuk menekan angka kasus kekerasan seksual terhadap anak. Tapi upaya tersebut tampaknya belum efektif.
Teranyar, seorang pria berinisial KS, 49, asal Kecamatan Banjar, Buleleng, diduga memperkosa anak perempuan berusia 10 tahun yang merupakan tetangganya sendiri. Untuk melancarkan aksinya KS mengiming-imingi korban dengan uang Rp 3.000.
“Sosialisasi sudah dilakukan tapi apakah kurang atau seperti apa masih kita jajaki. Sehingga intervensi yang dilakukan jelas dan bisa menjawab persoalan,” kata Yastini. 7 cr78
“Yang paling atas adalah kekerasan seksual terhadap anak,” tambah Yastini kepada NusaBali, Jumat (12/1).
Yastini meminta aparat hukum untuk memberikan hukuman maksimal kepada para pelaku tindak kekerasan terhadap anak untuk memberikan efek jera. Apalagi jika pelaku masih memiliki hubungan keluarga dengan korban.
Dia mengungkapkan, trauma yang diderita anak yang mengalami kekerasan khususnya kekerasan seksual tidak dapat dibayangkan. Dalam beberapa kasus, pendampingan yang diberikan kepada korban tidak cukup hanya menggunakan terapi psikologis, melainkan harus diberikan obat penenang (anti depresan).
“Karena pengaruhnya sangat berat sampai diare, selalu mimpi buruk, tidak bisa tidur, selalu mengigau, dan lainnya,” ujar Yastini.
Yastini memberi catatan terkait kasus kekerasan seksual yang banyak terjadi di Kabupaten Buleleng. Meski jumlah kasus masih di bawah Kota Denpasar, namun kasus-kasus yang terjadi di Kabupaten Buleleng terbilang ekstrem. “Pelaku biasanya banyak,” ujar Yastini.
Masih hangat kasus yang menyita perhatian publik pada akhir tahun lalu terjadi di Bumi Panji Sakti. Seorang gadis berusia 15 tahun menjadi korban pemerkosaan setelah dicekoki minuman keras (miras). Korban diduga disetubuhi empat orang temannya remaja laki-laki.
Menurut Yastini, sosialisasi sudah beberapa kali dilakukan di Buleleng untuk menekan angka kasus kekerasan seksual terhadap anak. Tapi upaya tersebut tampaknya belum efektif.
Teranyar, seorang pria berinisial KS, 49, asal Kecamatan Banjar, Buleleng, diduga memperkosa anak perempuan berusia 10 tahun yang merupakan tetangganya sendiri. Untuk melancarkan aksinya KS mengiming-imingi korban dengan uang Rp 3.000.
“Sosialisasi sudah dilakukan tapi apakah kurang atau seperti apa masih kita jajaki. Sehingga intervensi yang dilakukan jelas dan bisa menjawab persoalan,” kata Yastini. 7 cr78
1
Komentar