Nyepi dan Awal Ramadan Berbarengan, PHDI Tunggu Koordinasi Pemerintah
DENPASAR, NusaBali.com - Momen besar agama Hindu dan Islam datang berbarengan pada Maret 2024 ini. Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1946 dan 1 Ramadan 1445 Hijriah diketahui datang pada 11 Maret 2024.
Setidaknya, hal ini berdasarkan Kalender Muhammadiyah Tahun 2024 yang telah dirilis oleh Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah.
Berdasarkan metode hisab hakiki wujudl hilal, 1 Ramadan 1445 Hijriah ditetapkan pada Senin (11/3/2024) mendatang. Di saat bersamaan, umat Hindu di tanah air tengah melaksanakan Catur Brata Panyepian.
Terkait fenomena ini, I Nyoman Kenak, Ketua PHDI Provinsi Bali menuturkan bahwa ia sudah berkomunikasi dengan pihak Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Bali. Akan tetapi, kata dia, PHDI tidak memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan eksternal.
"Secara pribadi juga sudah sempat komunikasi dengan pihak pemerintah. Tapi, kami menunggu undangan terkait koordinasi pelaksanaan Hari Suci Nyepi yang kebetulan berbarengan dengan hari pertama bulan Ramadan ini," tutur Kenak kepada NusaBali.com, Rabu (17/1/2024).
Kata Kenak, fenomena Nyepi bertemu bulan Ramadan bukan hal baru. Tahun sebelumnya, tepatnya tahun 2023 silam, Hari Suci Nyepi bertepatan dengan solat tarawih awal puasa Ramadan. Di mana, Nyepi jatuh pada 22 Maret sedangkan keesokan harinya adalah hari pertama puasa.
Berdasarkan metode hisab hakiki wujudl hilal, 1 Ramadan 1445 Hijriah ditetapkan pada Senin (11/3/2024) mendatang. Di saat bersamaan, umat Hindu di tanah air tengah melaksanakan Catur Brata Panyepian.
Terkait fenomena ini, I Nyoman Kenak, Ketua PHDI Provinsi Bali menuturkan bahwa ia sudah berkomunikasi dengan pihak Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Bali. Akan tetapi, kata dia, PHDI tidak memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan eksternal.
"Secara pribadi juga sudah sempat komunikasi dengan pihak pemerintah. Tapi, kami menunggu undangan terkait koordinasi pelaksanaan Hari Suci Nyepi yang kebetulan berbarengan dengan hari pertama bulan Ramadan ini," tutur Kenak kepada NusaBali.com, Rabu (17/1/2024).
Kata Kenak, fenomena Nyepi bertemu bulan Ramadan bukan hal baru. Tahun sebelumnya, tepatnya tahun 2023 silam, Hari Suci Nyepi bertepatan dengan solat tarawih awal puasa Ramadan. Di mana, Nyepi jatuh pada 22 Maret sedangkan keesokan harinya adalah hari pertama puasa.
"Maka kejadian kemarin atau atita itu, untuk menjaga kejadian yang akan datang atau nagata, dan kejadian sekarang atau wartamana ini mengikuti (belajar dari) kejadian dulu yang sudah baik," imbuh Kenak.
Tahun lalu, awal puasa Ramadan versi pemerintah-Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah berlangsung bersamaan pada 23 Maret 2023. Namun, tahun ini pemerintah belum menetapkan awal puasa Ramadan sedangkan Muhammadiyah sudah.
Meski begitu, perkiraan awal puasa Ramadan versi pemerintah diprediksi dimulai pada Selasa (12/3/2024) atau hari kedua Ramadan versi Muhammadiyah.
Jika mengikuti Kalender Muhammadiyah, solat tarawih bakal berlangsung pada Tawur Kasanga/Pangrupukan atau hari pengarakan ogoh-ogoh. Begitu pula kemungkinan arak-arakan takbiran yang dilakukan pada hari yang sama.
Sementara menurut perkiraan 1 Ramadan versi pemerintah, solat tarawih dan malam takbiran berpotensi berlangsung tepat pada Hari Suci Nyepi.
Jelas Kenak yang juga tokoh Griya Agung Beraban Denpasar ini, terlepas dari situasi dan kondisi Nyepi di tengah keberagaman, filosofi pergantian Tahun Saka inilah yang perlu dijaga. Nyepi sebagai titik awal tahun baru yang hening dan penuh kedamaian.
Kenak juga tidak mau, momen yang mirip seperti perayaan Hari Suci Nyepi tahun lalu ini diikuti pula oleh peristiwa-peristiwa tidak mengenakkan yang terjadi di perayaan sebelumnya. Menurutnya, antisipasi lebih matang perlu diterapkan kali ini.
"Harus duduk bersama dulu. Segala sesuatu harus dibicarakan untuk menghindari kejadian-kejadian seperti kemarin. Walaupun itu sudah diantisipasi, tetap ada masalah, apalagi kalau tidak diantisipasi," tegas Kenak yang juga mantan Ketua PHDI Kota Denpasar ini.
Kenak mengaku, secara internal, PHDI sudah mematangkan persiapan bersama komponen desa adat. Namun, untuk urusan eksternal atau lintas agama, itu menjadi kewenangan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan pemerintah. *rat
Komentar