Permintaan Pasar Jadi Kendala Optimalisasi Pengolahan Sampah di Denpasar
DENPASAR, NusaBali.com - Kepala UPTD Pengelolaan Sampah DLHK Kota Denpasar, Viktor Andika Putra, mengungkapkan bahwa permintaan pasar menjadi salah satu kendala utama dalam optimalisasi pengolahan sampah di 3 TPST yang berada di wilayah Kota Denpasar, yakni di TPST Kesiman Kertalangu, TPST Padangsambian, dan TPST Tahura.
Menurut Viktor, permintaan pasar yang dimaksud terkait kualitas produk olahan sampah (RDF) yang dihasilkan, baik dari segi kadar airnya, kapasitas cacahan, dan harga yang dipatok pihak offtaker atau pembeli dari produk tersebut.
"Hingga saat ini, tidak ada payung hukum atau kekuatan dari pusat yang mengatur standarisasi dari produk yang dihasilkan, pastinya berapa," kata Viktor kepada NusaBali.com, Rabu (17/1/2024).
Misalnya terkait kadar air dari produk, mesin yang digunakan di sejumlah TPST saat ini hanya mampu melakukan proses olahan dengan takaran kurang lebih 25%. Namun sering kali, offtaker meminta produk RDF harus memiliki tingkat kadar air jauh di bawah itu, sekitar kurang dari 10%.
Hal ini tentu sangat berpengaruh pada efektifitas pengerjaan. Untuk menyesuaikan permintaan pasar semacam itu, pihak pengelola perlu menambah tahapan proses pengolahan untuk mendapatkan tingkat kadar air yang diminta, dari 25 % menjadi 10%.
"Proses mengolah sampah yang sebenarnya dapat sekali jalan, justru harus dilakukan penambahan sebanyak 3 kali," beber Viktor.
Selain dari pada itu, dengan adanya penambahan proses olahan ini, juga akan berimbas pada kapasitas cacahan yang dapat dihasilkan.
"Karena kita menyesuaikan dengan permintaan tersebut, akhirnya berimbas juga pada penurunan kapasitasnya," kata dia.
Hal ini yang menjadi kendala utama yang selalu dijumpai di lapangan, sehingga pengerjaan di sejumlah TPST belum bisa berjalan secara optimal. Oleh karena itu, Pemerintah dan juga Bali CMPP, sebagai pihak pengelola dari 3 TPST tersebut tetap berupaya memaksimalkan pengolahan sampah, dengan segala tuntutan yang ada di lapangan.
"TPST hingga saat ini di seluruh wilayah di Indonesia belum ada role model yang pasti dan bisa ditiru," kata Viktor.
Viktor menjelaskan, tujuan dasar pengolahan sampah di sejumlah TPST memang berpegang pada upaya penanganan sampah, agar tidak terjadi penimbunan yang signifikan. Namun di satu sisi, tidak dapat dipungkiri bahwa pengolahan ini pun harus tetap memperhatikan permintaan pasar dari produk yang dihasilkan.
Bali CMPP juga pasti mempertimbangkan banyak aspek, mulai dari biaya produksi, mobilisasi, dan harga yang sesuai dari olahan sampah tersebut, agar dapat diterima para pembeli (offtaker).
Oleh karena itu, baik Pemerintah maupun Bali CMPP masih berupaya mencari jalan keluar terbaik dari situasi ini, agar tidak merugikan semua pihak.
Kota Denpasar saat ini sudah menjadi salah satu daerah yang mendapat atensi dari Pemerintah Pusat terkait hal tersebut. Melalui Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Marves, Nani Hendiarti, mengharapkan pemerintah setempat dapat secepatnya mengatasi problem tersebut. Salah satunya dengan mengajak pihak pengelola, dalam hal ini Bali CMPP, untuk duduk bersama mengambil solusi praktis terkait optimalisasi pengolahan sampah ini.
Berdasarkan data yang dihimpun, produktivitas pengolahan di 3 TPST Per hari Senin (15/1/2024) sebagai berikut; TPST Kesiman Kertalangu, yakni 60 ton/hari, dan TPST Padangsambian 18 ton/hari. Sedangkan untuk TPST Tahura dibagi dalam 2 unit, TPST Tahura 1 hingga saat ini belum beroperasi dan TPST Tahura 2 berfokus pada produksi wood pelet sebesar 57 ton/hari, 2 ton diantaranya diperoleh langsung dari Denpasar, sisanya dibeli dari pihak lainnya.
"Minimal 60 % dari kapasitas penugasan, harus mampu dilaksanakan oleh pihak pengelola," tandas Viktor. *ol4
Komentar