Diminati China-AS, RI Ekspor Rempah-rempah 148 Ribu Ton
JAKARTA, NusaBali - Indonesia dikenal dengan salah satu kekayaannya yaitu rempah-rempah hingga diminati pasar global. Negeri Rempah Foundation mencatat lebih dari 400 jenis rempah tersebar di seluruh dunia dan Indonesia dengan 275 jenis rempahnya yang menjadi pusat sejak abad ke-15.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat selama Januari-November 2023 volume ekspor rempah-rempah Indonesia mencapai 148,22 ribu ton dengan nilai mencapai US$ 564,12 juta atau setara Rp 8,78 triliun (kurs Rp 15.569). Secara volume naik 29,77% (yoy), namun secara nilai turun 4,16% (yoy).
"Rempah-rempah Indonesia seperti lada, vanila, kayu manis, cengkeh, pala, kapulaga, jahe dan kunyit telah memikat pasar global hingga kini. Hal ini mengindikasikan permintaan terhadap rempah-rempah Indonesia tetap menguat di tengah fenomena penurunan harga rempah-rempah secara agregat," kata Kepala Divisi Riset dan Pengembangan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), Rini Satriani dalam keterangan tertulis, seperti dilansir detikcom, Rabu (17/1).
Tiongkok, Amerika Serikat (AS), India, Vietnam dan Belanda menjadi negara tujuan utama ekspor rempah-rempah. Peningkatan ekspor tertinggi pada periode Januari-November 2023 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya dicatatkan ke Bangladesh, Pakistan, Tiongkok, India dan Peru.
"Pada masa awal merebaknya pandemi COVID-19, kesadaran akan pentingnya kesehatan meningkat. Rempah-rempah bukan hanya bumbu, tetapi juga bahan baku untuk herbal dan obat lokal yang mendukung sistem imunitas tubuh. Hal ini turut mendukung permintaan rempah-rempah dunia," jelas Rini.
Rempah-rempah seperti pala, lawang dan kapulaga dinilai memiliki peran penting dalam industri makanan dan kosmetik. Selain itu, adas, ketumbar dan jintan membuktikan manfaat kesehatannya mulai dari merawat kesehatan perut hingga menjaga kadar gula darah dan mengurangi kolesterol jahat.
Sepanjang Januari-November 2023, terjadi pelemahan permintaan rempah-rempah seperti pala, lawang, kapulaga, lada dan kayu manis. Di sisi lain, beberapa rempah membukukan pertumbuhan positif seperti cengkeh yang tumbuh 61,03% (yoy), adas, ketumbar, jinten tumbuh 81,55%, serta jahe, kunyit, dan rempah lainnya tumbuh 139,47% (yoy).
Meskipun neraca perdagangan rempah Indonesia selalu surplus sejak 2017, tantangan perubahan iklim dan perlambatan ekonomi di beberapa negara tujuan dipandang perlu diwaspadai karena dapat menghambat ekspor rempah-rempah Indonesia.
Melihat besarnya potensi ekspor rempah-rempah, LPEI melalui Program Desa Devisa terus memberikan serangkaian pelatihan dan pendampingan terintegrasi untuk meningkatkan pengetahuan para petani rempah sehingga berdampak sosial, berwawasan lingkungan, berkelanjutan, dan mampu meningkatkan daya saing rempah Indonesia di pasar global.
Sepanjang 2023 lalu, LPEI telah membangun 917 Desa Devisa di seluruh Indonesia. Beberapa di antaranya memproduksi rempah-rempah seperti Desa Devisa Jahe Gajah Pacitan di Jawa Timur, Desa Devisa Kapulaga Pangandaran di Jawa Barat, hingga Desa Devisa Vanili di Nusa Tenggara Timur.
Program Desa Devisa diklaim memberikan manfaat langsung kepada 80.234 petani, nelayan, pengrajin dan warga lainnya. Hal ini sejalan dengan misi LPEI sebagai Special Mission Vehicle (SMV) Kementerian Keuangan, untuk menjadi mitra strategis dalam ekosistem ekspor yang fokus pada beyond financing, developmental impact, dan sustainability.
Desa Devisa merupakan program pemberdayaan komunitas petani/perajin/koperasi, maupun UKM yang memiliki produk unggulan berorientasi ekspor. Program Desa Devisa dirancang untuk memberikan pendampingan yang komprehensif dan berkelanjutan. 7
1
Komentar