Tarif Pajak Hiburan Tetap sampai 75%
Pemerintah Siapkan Insentif Fiskal
JAKARTA, NusaBali - Pemerintah tetap menaikkan pajak hiburan hingga paling tinggi 75%, namun menyebut akan memberikan sejumlah insentif fiskal.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto beralasan bahwa keputusan pajak hiburan itu diambil karena sektor pariwisata dirasa sudah mulai membaik, dengan insentif fiskal diberikan guna mendukung kemudahan investasi.
"Sejak pasca pandemi Sektor Pariwisata mulai tumbuh, salah satunya terlihat dari Pajak Daerah terkait Pariwisata yang terus meningkat. Karena itu kita perlu mendorong pengembangan sektor Pariwisata ini yang berkontribusi cukup besar terhadap PDB dan penyediaan lapangan kerja," katanya dalam keterangan resmi, seperti dilansir CNBCIndonesia.com, Minggu (21/1).
Aturan itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD), dan ketentuan lebih lanjut dari UU HKPD tersebut juga telah dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
UU HKPD telah menetapkan pengaturan atas Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang dipungut oleh Kabupaten/ Kota, khusus DKI Jakarta dipungut oleh Provinsi. PBJT ini meliputi makanan dan/atau minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, jasa parkir, jasa kesenian dan hiburan, dengan tarif paling tinggi 10%, di mana sebelumnya diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 dengan tarif paling tinggi 35%.
Sedangkan Khusus PBJT atas Jasa Hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa, dikenakan paling rendah 40% dan paling tinggi 75% (sebelumnya dengan UU 28/ 2009 paling tinggi hanya 75%, tanpa pembatasan minimum, sehingga bisa di bawah 40%). Pajak Hiburan yang sebesar yang minimum 40% ini dibebankan kepada Customer, sedangkan terhadap pihak Penyelenggara Jasa Hiburan juga dikenakan PPh Badan sebesar 22%.
Pemberlakuan pengenaan tarif PBJT yang baru paling lama 2 tahun sejak UU 1 Tahun 2022 mulai berlaku pada 5 Januari 2022 (5 Januari 2024) yang diatur oleh masing-masing Pemerintah Daerah.
Beberapa daerah telah menetapkan tarif PBJT diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa: (a) DKI Jakarta melalui Perda Nomor 1 Tahun 2024 menetapkan tarif sebesar 40% (sebelumnya 25%); (b) Kabupaten Badung melalui Perda Nomor 7 Tahun 2023 menetapkan tarif sebesar 40% (sebelumnya 15%).
Sebelum berlakunya UU HKPD, berdasarkan UU 28/ 2009 sudah ada beberapa daerah yang menetapkan tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa sebesar 75% (Aceh Besar, Banda Aceh, Binjai, Padang, Kota Bogor, Depok), sebesar 50% (Sawahlunto, Kab Bandung, Kab Bogor, Sukabumi, Surabaya), sebesar 40% (Surakarta, Jogjakarta, Klungkung, Mataram)
Pajak Daerah terkait Pariwisata (s/d Nopember 2023) yang mulai tumbuh antara lain Pajak Hotel tumbuh 46,6% (Rp8,51 T), Pajak Restoran tumbuh 20% (Rp13,6 T), Pajak Hiburan tumbuh 41,5% (Rp2,01 T). Bali dan DKI Jakarta tumbuh paling tinggi 56% dan 9%.
Terkait dengan insentif fiskal, pada Pasal 101 UU HKPD telah memberikan ruang kebijakan untuk pemberian insentif fiskal guna mendukung kemudahan berinvestasi, berupa pengurangan, keringanan, dan pembebasan atau penghapusan pokok pajak, pokok retribusi, dan/atau sanksinya.
Insentif fiskal ini dapat diberikan oleh Kepala Daerah dengan pertimbangan antara lain untuk mendukung dan melindungi usaha mikro dan ultra mikro, mendukung kebijakan pencapaian program prioritas daerah atau program prioritas nasional. Pemulihan industri pariwisata telah menjadi program prioritas nasional yang bersifat padat karya.
Pemberian Insentif Fiskal ini ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah (Perkada), dengan memberitahukan kepada DPRD. Dengan ruang regulasi pada Pasal 101 UU HKPD, Bupati/ Walikota dapat menetapkan tarif yang lebih rendah dari 75% atau bahkan lebih rendah dari batas minimal 40%.
"Penerapan insentif fiskal dilaksanakan sesuai karakteristik wilayah, dengan pertimbangan budaya dan penerapan syariat Islam (seperti di Aceh), sehingga beberapa daerah tetap dapat meneruskan tarif pajak yang ada, sedangkan daerah yang berbasiskan pariwisata dapat menetapkan tarif sebagaimana tarif pajak sebelumnya," sebut Airlangga. 7
"Sejak pasca pandemi Sektor Pariwisata mulai tumbuh, salah satunya terlihat dari Pajak Daerah terkait Pariwisata yang terus meningkat. Karena itu kita perlu mendorong pengembangan sektor Pariwisata ini yang berkontribusi cukup besar terhadap PDB dan penyediaan lapangan kerja," katanya dalam keterangan resmi, seperti dilansir CNBCIndonesia.com, Minggu (21/1).
Aturan itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD), dan ketentuan lebih lanjut dari UU HKPD tersebut juga telah dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
UU HKPD telah menetapkan pengaturan atas Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang dipungut oleh Kabupaten/ Kota, khusus DKI Jakarta dipungut oleh Provinsi. PBJT ini meliputi makanan dan/atau minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, jasa parkir, jasa kesenian dan hiburan, dengan tarif paling tinggi 10%, di mana sebelumnya diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 dengan tarif paling tinggi 35%.
Sedangkan Khusus PBJT atas Jasa Hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa, dikenakan paling rendah 40% dan paling tinggi 75% (sebelumnya dengan UU 28/ 2009 paling tinggi hanya 75%, tanpa pembatasan minimum, sehingga bisa di bawah 40%). Pajak Hiburan yang sebesar yang minimum 40% ini dibebankan kepada Customer, sedangkan terhadap pihak Penyelenggara Jasa Hiburan juga dikenakan PPh Badan sebesar 22%.
Pemberlakuan pengenaan tarif PBJT yang baru paling lama 2 tahun sejak UU 1 Tahun 2022 mulai berlaku pada 5 Januari 2022 (5 Januari 2024) yang diatur oleh masing-masing Pemerintah Daerah.
Beberapa daerah telah menetapkan tarif PBJT diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa: (a) DKI Jakarta melalui Perda Nomor 1 Tahun 2024 menetapkan tarif sebesar 40% (sebelumnya 25%); (b) Kabupaten Badung melalui Perda Nomor 7 Tahun 2023 menetapkan tarif sebesar 40% (sebelumnya 15%).
Sebelum berlakunya UU HKPD, berdasarkan UU 28/ 2009 sudah ada beberapa daerah yang menetapkan tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa sebesar 75% (Aceh Besar, Banda Aceh, Binjai, Padang, Kota Bogor, Depok), sebesar 50% (Sawahlunto, Kab Bandung, Kab Bogor, Sukabumi, Surabaya), sebesar 40% (Surakarta, Jogjakarta, Klungkung, Mataram)
Pajak Daerah terkait Pariwisata (s/d Nopember 2023) yang mulai tumbuh antara lain Pajak Hotel tumbuh 46,6% (Rp8,51 T), Pajak Restoran tumbuh 20% (Rp13,6 T), Pajak Hiburan tumbuh 41,5% (Rp2,01 T). Bali dan DKI Jakarta tumbuh paling tinggi 56% dan 9%.
Terkait dengan insentif fiskal, pada Pasal 101 UU HKPD telah memberikan ruang kebijakan untuk pemberian insentif fiskal guna mendukung kemudahan berinvestasi, berupa pengurangan, keringanan, dan pembebasan atau penghapusan pokok pajak, pokok retribusi, dan/atau sanksinya.
Insentif fiskal ini dapat diberikan oleh Kepala Daerah dengan pertimbangan antara lain untuk mendukung dan melindungi usaha mikro dan ultra mikro, mendukung kebijakan pencapaian program prioritas daerah atau program prioritas nasional. Pemulihan industri pariwisata telah menjadi program prioritas nasional yang bersifat padat karya.
Pemberian Insentif Fiskal ini ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah (Perkada), dengan memberitahukan kepada DPRD. Dengan ruang regulasi pada Pasal 101 UU HKPD, Bupati/ Walikota dapat menetapkan tarif yang lebih rendah dari 75% atau bahkan lebih rendah dari batas minimal 40%.
"Penerapan insentif fiskal dilaksanakan sesuai karakteristik wilayah, dengan pertimbangan budaya dan penerapan syariat Islam (seperti di Aceh), sehingga beberapa daerah tetap dapat meneruskan tarif pajak yang ada, sedangkan daerah yang berbasiskan pariwisata dapat menetapkan tarif sebagaimana tarif pajak sebelumnya," sebut Airlangga. 7
Komentar