Krama Haturkan Banten Tegenan dan Suhunan Berisi Berbagai Hasil Panen
Melihat Tradisi Nyacen di Banjar Patas Taro, Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Gianyar
Tradisi Nyacen ini digelar sebagai bentuk syukur dan persembahan warga kepada leluhur atas hasil panen yang diberikan selama kurun waktu satu tahun
GIANYAR,NusaBali
Krama Banjar Patas, Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Gianyar melestarikan tradisi Nyacen pada rahina Kajeng Kliwon, Budha Kliwon Gumbreg, Rabu (24/1). Dalam tradisi ini, krama banjar menghaturkan banten tegenan yang berisi segala hasil panen. Tradisi ini digelar satu tahun sekali. Banten berisi aneka hasil panen tersebut dipersembahkan dengan cara digantung di Pura Desa Adat Patas.
Seperti namanya Banten Tegenan dibuat berpasangan dan khusus dibawa warga laki-laki dengan cara dipikul. Rangkaian banten ini terdiri dari seluruh hasil panen seperti buah-buahan, jeruk, salak, nanas, pisang dan aneka buah lainnya dirangkai menjadi satu dengan berbagai jenis jajan, seperti jaja gina berbahan beras ketan, jajan kiping, jajan penyon dan lainnya. Bahkan dalam banten tegenan ini disertakan berbagai jenis olahan daging, seperti sate, ayam panggang, hingga sosis babi juga menghiasi rangkaian banten ini.
Namun yang tak kalah pentingnya setiap rangkaian banten selalu harus disertakan base atau daun sirih yang digulung terbungkus daun, biasanya diletakkan di antara rangkaian Banten Tegenan. Ini sebagai bentuk syukur dan persembahan warga kepada leluhur atas hasil panen yang diberikan selama kurun waktu satu tahun masyarakat yang mayoritas menjadi petani dan masih menggarap lahannya dengan baik.
Krama Banjar Patas, Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Gianyar melestarikan tradisi Nyacen pada rahina Kajeng Kliwon, Budha Kliwon Gumbreg, Rabu (24/1). Dalam tradisi ini, krama banjar menghaturkan banten tegenan yang berisi segala hasil panen. Tradisi ini digelar satu tahun sekali. Banten berisi aneka hasil panen tersebut dipersembahkan dengan cara digantung di Pura Desa Adat Patas.
Seperti namanya Banten Tegenan dibuat berpasangan dan khusus dibawa warga laki-laki dengan cara dipikul. Rangkaian banten ini terdiri dari seluruh hasil panen seperti buah-buahan, jeruk, salak, nanas, pisang dan aneka buah lainnya dirangkai menjadi satu dengan berbagai jenis jajan, seperti jaja gina berbahan beras ketan, jajan kiping, jajan penyon dan lainnya. Bahkan dalam banten tegenan ini disertakan berbagai jenis olahan daging, seperti sate, ayam panggang, hingga sosis babi juga menghiasi rangkaian banten ini.
Namun yang tak kalah pentingnya setiap rangkaian banten selalu harus disertakan base atau daun sirih yang digulung terbungkus daun, biasanya diletakkan di antara rangkaian Banten Tegenan. Ini sebagai bentuk syukur dan persembahan warga kepada leluhur atas hasil panen yang diberikan selama kurun waktu satu tahun masyarakat yang mayoritas menjadi petani dan masih menggarap lahannya dengan baik.
Foto: Banten Tegenan dalam tradisi Nyacen yang dihaturkan di Pura. -IST
Berharap pula dengan persembahan ini, akan mendapatkan hasil yang lebih baik dan dapat dijadikan sumber kehidupan warga sehari-hari. I Ketut Wija, Penyarikan Desa Pakraman Patas mengatakan setiap tahun tradisi ini selalu di gelar warga dan diikuti oleh seluruh warga adat. Bahkan dalam perkembangannya, jika sebelumnya dalam satu pekarangan dibuat hanya satu Banten Tegenan kini dalam satu pekarangan bisa membuat lebih dari satu.
Ini karena jumlah keluarga yang terus bertambah dan semuanya ingin mendapat kesempatan mempersembahkan secara langsung kepada leluhurnya. "Ini dibuat oleh seluruh warga dan biasanya dipersembahkan setiap setahun sekali," ungkap Wija. Sementara itu, jika warga laki-laki menghaturkan Banten Tegenan, bagi warga perempuan persembahan dengan makna yang sama juga dibuat menjadi banten suhunan yang dibawa dengan cara dijinjing.
Isinya pun sama, berisi aneka hasil panen warga, hanya saja rangkaian banten ini sedikit berbeda dengan banten biasanya yang berisikan tamiang kolem yang juga diserta bungkusan daun sirih yang digulung (base gulung). Namun menurut I Ketut Wija, semua jenis banten ini wajib menyertakan, emping, beras hitam, beras ketan, jajan uli abug, kain dan uang kepeng dengan dua ratus kepeng. "Ya semua ini wajib disertakan oleh semua warga untuk membuat banten tegenan di puja upacara nyacen," imbuhnya. 7 nvi
Berharap pula dengan persembahan ini, akan mendapatkan hasil yang lebih baik dan dapat dijadikan sumber kehidupan warga sehari-hari. I Ketut Wija, Penyarikan Desa Pakraman Patas mengatakan setiap tahun tradisi ini selalu di gelar warga dan diikuti oleh seluruh warga adat. Bahkan dalam perkembangannya, jika sebelumnya dalam satu pekarangan dibuat hanya satu Banten Tegenan kini dalam satu pekarangan bisa membuat lebih dari satu.
Ini karena jumlah keluarga yang terus bertambah dan semuanya ingin mendapat kesempatan mempersembahkan secara langsung kepada leluhurnya. "Ini dibuat oleh seluruh warga dan biasanya dipersembahkan setiap setahun sekali," ungkap Wija. Sementara itu, jika warga laki-laki menghaturkan Banten Tegenan, bagi warga perempuan persembahan dengan makna yang sama juga dibuat menjadi banten suhunan yang dibawa dengan cara dijinjing.
Isinya pun sama, berisi aneka hasil panen warga, hanya saja rangkaian banten ini sedikit berbeda dengan banten biasanya yang berisikan tamiang kolem yang juga diserta bungkusan daun sirih yang digulung (base gulung). Namun menurut I Ketut Wija, semua jenis banten ini wajib menyertakan, emping, beras hitam, beras ketan, jajan uli abug, kain dan uang kepeng dengan dua ratus kepeng. "Ya semua ini wajib disertakan oleh semua warga untuk membuat banten tegenan di puja upacara nyacen," imbuhnya. 7 nvi
1
Komentar