KMHDI dan Peradah Tolak Rekayasa Majapahit
Adanya klaim kerajaan Majapahit merupakan kesultanan Islam dan patih kerajaan Majapahit, Gajah Mada beragama Islam dengan nama asli Gaj Ahmada membuat PP KMHDI dan DPN Peradah menggelar diskusi publik bertajuk ‘Jangan Lupakan Sejarah, Tolak Rekayasa Sejarah Majapahit’.
JAKARTA, NusaBali
Diskusi menghadirkan Sekjen Ikatan Cendekiawan Hindu Indonesia (ICHI) Ketut Budiasa dan Dosen Arkeologi FIB UI Agus Aris Munandar.
"Kami melakukan kegiatan ini, karena ada penyimpangan sejarah yang kita pelajari selama ini. Saya berharap melalui diskusi ini, masyarakat mengetahui sejarah," ujar Presidium PP KMHDI Putu Suwiasa di Cikini, Minggu (23/7). Menurut Suwiasa, jika tidak mengambil langkah atas peristiwa itu, bisa berdampak luas.
Lantaran ke depan akan berpengaruh kepada anak cucu kita yang akan merasakan pelencengan sejarah tersebut. "Jadi kita harus bicara dengan fakta real untuk meluruskan sejarah Majapahit," imbuhnya.
Sedangkan Sekjen Peradah I Gede Ariawan mengatakan, diskusi tentang itu dilakukan, karena klaim itu sudah menjadi viral. "Untuk itu perlu diluruskan sejarahnya," imbuhnya.
Dosen Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) Agus Aris Munandar menyayangkan pemikiran seperti itu. Terlebih sudah ada penelitian sebelumnya mengenai kerajaan Majapahit. Ia menganggap penulis buku tentang itu tidak paham sejarah Majapahit.
"Apa yang disimpulkannya keliru. Sebagai peneliti, kami dilecehkan dengan buku itu, seakan penelitian kami dilecehkan. Agama yang dianut kerajaan Majapahit adalah Hindu-Budha," terangnya. Menurut Agus, dalam Nagarakertagama disebutkan kerajaan Majapahit mewariskan tiga tempat suci yakni candi.
Candi identik dengan Hindu bukan agama lainnya. Dalam Nagarakertagama pula disebutkan tiga pejabat tinggi keagamaan. Pertama Saiwadyaksa mengurusi candi Hindu-Saiwa, parahyangan dan kalahyan. Kedua, Boddadyaksa mengurusi candi bauddha, stupa, kuti dan wihara.
Ketiga Mantri her haji yang mengurusi karsyan dan tempat pertapaan. Kalau pun penulis buku mengatakan, kerajaan Majapahit adalah Kesultanan Islam karena ditemukan nisan berlafazkan syahadat, bukan berarti kerajaan tersebut Kesultanan Islam.
Adanya koin berlafazkan syahadat juga tidak bisa dianggap Majapahit sebagai Kesultanan Islam. Sebab, pada masanya kerajaan Majapahit adalah kerajaan besar sehingga banyak orang berdatangan. Koin-koin itu adalah bawaan dari mereka yang berlaku di Majapahit.
Terkait Gajah Mada adalah Muslim yang bernama Gaj Ahmada, Agus membantah. Pasalnya dalam prasasti tidak menunjukkan itu. Justru prasasti Bendosari menjelaskan, Gajah Mada menguasai ilmu pemerintahan.
Secara garis besar, Agus menyimpulkan Majapahit adalah kerajaan bercorak budaya Hindu-Buddha terbesar dan terakhir di Jawa atau Indonesia. Dalam masyarakat Majapahit, berkembang agama Hindu-Saiwa, Budha Mahayana-Tantrayana, Parwatarajadewa+Karsyan, Islam dan Gramadewata.
Sementara Sekjen ICHI Ketut Budiasa menegaskan, kerajaan Majapahit adalah kerajaan bercorak Hindu. Hal itu berdasarkan beberapa prasasti. Antara lain, prasasti Waringin Pitu dari jaman Majapahit. *k22
"Kami melakukan kegiatan ini, karena ada penyimpangan sejarah yang kita pelajari selama ini. Saya berharap melalui diskusi ini, masyarakat mengetahui sejarah," ujar Presidium PP KMHDI Putu Suwiasa di Cikini, Minggu (23/7). Menurut Suwiasa, jika tidak mengambil langkah atas peristiwa itu, bisa berdampak luas.
Lantaran ke depan akan berpengaruh kepada anak cucu kita yang akan merasakan pelencengan sejarah tersebut. "Jadi kita harus bicara dengan fakta real untuk meluruskan sejarah Majapahit," imbuhnya.
Sedangkan Sekjen Peradah I Gede Ariawan mengatakan, diskusi tentang itu dilakukan, karena klaim itu sudah menjadi viral. "Untuk itu perlu diluruskan sejarahnya," imbuhnya.
Dosen Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) Agus Aris Munandar menyayangkan pemikiran seperti itu. Terlebih sudah ada penelitian sebelumnya mengenai kerajaan Majapahit. Ia menganggap penulis buku tentang itu tidak paham sejarah Majapahit.
"Apa yang disimpulkannya keliru. Sebagai peneliti, kami dilecehkan dengan buku itu, seakan penelitian kami dilecehkan. Agama yang dianut kerajaan Majapahit adalah Hindu-Budha," terangnya. Menurut Agus, dalam Nagarakertagama disebutkan kerajaan Majapahit mewariskan tiga tempat suci yakni candi.
Candi identik dengan Hindu bukan agama lainnya. Dalam Nagarakertagama pula disebutkan tiga pejabat tinggi keagamaan. Pertama Saiwadyaksa mengurusi candi Hindu-Saiwa, parahyangan dan kalahyan. Kedua, Boddadyaksa mengurusi candi bauddha, stupa, kuti dan wihara.
Ketiga Mantri her haji yang mengurusi karsyan dan tempat pertapaan. Kalau pun penulis buku mengatakan, kerajaan Majapahit adalah Kesultanan Islam karena ditemukan nisan berlafazkan syahadat, bukan berarti kerajaan tersebut Kesultanan Islam.
Adanya koin berlafazkan syahadat juga tidak bisa dianggap Majapahit sebagai Kesultanan Islam. Sebab, pada masanya kerajaan Majapahit adalah kerajaan besar sehingga banyak orang berdatangan. Koin-koin itu adalah bawaan dari mereka yang berlaku di Majapahit.
Terkait Gajah Mada adalah Muslim yang bernama Gaj Ahmada, Agus membantah. Pasalnya dalam prasasti tidak menunjukkan itu. Justru prasasti Bendosari menjelaskan, Gajah Mada menguasai ilmu pemerintahan.
Secara garis besar, Agus menyimpulkan Majapahit adalah kerajaan bercorak budaya Hindu-Buddha terbesar dan terakhir di Jawa atau Indonesia. Dalam masyarakat Majapahit, berkembang agama Hindu-Saiwa, Budha Mahayana-Tantrayana, Parwatarajadewa+Karsyan, Islam dan Gramadewata.
Sementara Sekjen ICHI Ketut Budiasa menegaskan, kerajaan Majapahit adalah kerajaan bercorak Hindu. Hal itu berdasarkan beberapa prasasti. Antara lain, prasasti Waringin Pitu dari jaman Majapahit. *k22
1
Komentar