Pemkot Denpasar Nguduh Sarwa Tumuwuh
Walikota Jaya Negara: Wujud Syukur kepada Alam yang Memberikan Kemakmuran
DENPASAR, NusaBali - Pemkot Denpasar merayakan Rahina Tumpek Wariga atau Tumpek Uduh yang dipusatkan di Pura Agung Lokanatha, Lumintang, Kecamatan Denpasar Utara, Saniscara Kliwon Wariga, Sabtu (3/2).
Walikota Denpasar, I Gusti Ngurah Jaya Negara mengatakan perayaan Tumpek Wariga sebagai wujud syukur atas kekayaan alam yang memberikan kemakmuran dan kesejahteraan.
Walikota Jaya Negara didampingi Ketua Bapemperda DPRD Kota Denpasar, AA Putu Gede Wibawa, Ketua PHDI Kota Denpasar I Made Arka, Perwakilan Forkopimda Kota Denpasar serta pimpinan OPD di lingkungan Pemkot Denpasar.
Diiringi dengan suara kidung dan gender wayang, rangkaian upacara peringatan Tumpek Wariga diawali dengan ngaturang upakara, dilanjutkan dengan persembahyangan bersama yang dipuput Ida Pedanda Putu Mas Sidemen dari Griya Sari, Sanur. Usai persembahyangan, Walikota Jaya Negara bersama jajaran turut melaksanakan upacara Nguduh Sarwa Tumuwuh dengan penanaman pohon di area Pura Agung Lokanatha. Hal ini dilaksanakan dengan memberikan persembahan kepada tumbuh-tumbuhan dengan menggunakan persembahan bubuh (bubur) lima jenis warna.
Dalam Lontar Bhagawan Agastyaprana disebutkan, lima jenis bubur tersebut yakni pertama, bubur beras putih dihaturkan kepada tumbuh-tumbuhan penghasil umbi-umbian. Kedua, bubur beras merah dihaturkan kepada tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan biji-bijan. Ketiga, bubur sumsum hijau (kayu sugih) dihaturkan kepada pepohonan yang berbuah melalui penyerbukan bunga putik, seperti mangga, klengkeng, wani, kelapa, prapat (mangrove) dan lainnya.
Selanjutnya keempat yakni bubur ketan (warna kuning) dihaturkan kepada pepohonan yang berbuah pada batang, seperti nangka, durian, langsat, kepundung, dan lainnya. Dan kelima, bubur beras injin (beras hitam) dihaturkan kepada tumbuh- tumbuhan dan tanaman hias yang menghasilkan bunga, daun warna- warni, dan/atau minyak harum.
Lima bubur tersebut kemudian ditempelkan pada pohon setelah ditoreh sedikit sembari mengucapkan sesapa (sapaan,red). “Kaki kaki, Nini nini, Sarwa tumuwuh. Niki tiyang ngaturing bubuh mangda ledang tumbuh subur, malih selae lemeng Galungan. Mabuah apang nged, nged, nged”. Ucapan tersebut memiliki makna dan doa agar pohon berbuah dan berbunga banyak agar dapat dipersembahkan saat Rahina Galungan yang akan datang (25 hari lagi,red).
Walikota Jaya Negara mengatakan perayaan Tumpek Wariga memang rutin dilaksanakan sebagaimana Hari Tumpek lainnya. Meski demikian, di Kota Denpasar, selain upacara persembahyangan bersama juga dilaksanakan Upacara Nguduh Sarwa Tumuwuh atau memberikan persembahan bubur bagi tumbuh-tumbuhan serta penanaman pohon.
Lebih lanjut dijelaskan, saat Tumpek Wariga, upacara umumnya dilakukan di kebun atau tegalan. Saat itu, umat Hindu menghaturkan sesaji berupa canang dan bubur dari tepung beras yang dipersembahkan untuk Dewa Sangkara, yang merupakan manifestasi Ida Sang Hyang Widhi sebagai dewa tumbuh-tumbuhan.
Jaya Negara menambahkan, Tumpek Wariga merupakan hari untuk memberi penghormatan kepada alam dan lingkungan, khususnya tumbuh-tumbuhan. Sehingga, perayaan Tumpek Wariga juga merupakan penjabaran dari salah satu inti konsep Tri Hita Karana, yakni membangun hubungan harmonis antara manusia dengan alam.
Walikota Jaya Negara didampingi Ketua Bapemperda DPRD Kota Denpasar, AA Putu Gede Wibawa, Ketua PHDI Kota Denpasar I Made Arka, Perwakilan Forkopimda Kota Denpasar serta pimpinan OPD di lingkungan Pemkot Denpasar.
Diiringi dengan suara kidung dan gender wayang, rangkaian upacara peringatan Tumpek Wariga diawali dengan ngaturang upakara, dilanjutkan dengan persembahyangan bersama yang dipuput Ida Pedanda Putu Mas Sidemen dari Griya Sari, Sanur. Usai persembahyangan, Walikota Jaya Negara bersama jajaran turut melaksanakan upacara Nguduh Sarwa Tumuwuh dengan penanaman pohon di area Pura Agung Lokanatha. Hal ini dilaksanakan dengan memberikan persembahan kepada tumbuh-tumbuhan dengan menggunakan persembahan bubuh (bubur) lima jenis warna.
Dalam Lontar Bhagawan Agastyaprana disebutkan, lima jenis bubur tersebut yakni pertama, bubur beras putih dihaturkan kepada tumbuh-tumbuhan penghasil umbi-umbian. Kedua, bubur beras merah dihaturkan kepada tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan biji-bijan. Ketiga, bubur sumsum hijau (kayu sugih) dihaturkan kepada pepohonan yang berbuah melalui penyerbukan bunga putik, seperti mangga, klengkeng, wani, kelapa, prapat (mangrove) dan lainnya.
Selanjutnya keempat yakni bubur ketan (warna kuning) dihaturkan kepada pepohonan yang berbuah pada batang, seperti nangka, durian, langsat, kepundung, dan lainnya. Dan kelima, bubur beras injin (beras hitam) dihaturkan kepada tumbuh- tumbuhan dan tanaman hias yang menghasilkan bunga, daun warna- warni, dan/atau minyak harum.
Lima bubur tersebut kemudian ditempelkan pada pohon setelah ditoreh sedikit sembari mengucapkan sesapa (sapaan,red). “Kaki kaki, Nini nini, Sarwa tumuwuh. Niki tiyang ngaturing bubuh mangda ledang tumbuh subur, malih selae lemeng Galungan. Mabuah apang nged, nged, nged”. Ucapan tersebut memiliki makna dan doa agar pohon berbuah dan berbunga banyak agar dapat dipersembahkan saat Rahina Galungan yang akan datang (25 hari lagi,red).
Walikota Jaya Negara mengatakan perayaan Tumpek Wariga memang rutin dilaksanakan sebagaimana Hari Tumpek lainnya. Meski demikian, di Kota Denpasar, selain upacara persembahyangan bersama juga dilaksanakan Upacara Nguduh Sarwa Tumuwuh atau memberikan persembahan bubur bagi tumbuh-tumbuhan serta penanaman pohon.
Lebih lanjut dijelaskan, saat Tumpek Wariga, upacara umumnya dilakukan di kebun atau tegalan. Saat itu, umat Hindu menghaturkan sesaji berupa canang dan bubur dari tepung beras yang dipersembahkan untuk Dewa Sangkara, yang merupakan manifestasi Ida Sang Hyang Widhi sebagai dewa tumbuh-tumbuhan.
Jaya Negara menambahkan, Tumpek Wariga merupakan hari untuk memberi penghormatan kepada alam dan lingkungan, khususnya tumbuh-tumbuhan. Sehingga, perayaan Tumpek Wariga juga merupakan penjabaran dari salah satu inti konsep Tri Hita Karana, yakni membangun hubungan harmonis antara manusia dengan alam.
“Mari kita bersama, umat Hindu dimanapun berada menjadikan Tumpek Wariga ini sebagai momentum untuk meningkatkan sradha bhakti, wujud syukur kepada alam semesta yang telah memberikan anugrah kekayaan alam, dengan menyucikan dan memuliakan tumbuh-tumbuhan yang memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bagi umat manusia,” ujar Jaya Negara@mis
1
Komentar