Pajak Golf, Biliar, dan Bowling Dihapus
Pajak golf, biliar, dan bowling diusulkan dihapus karena pendapatan daerah dari sektor ini sangat kecil.
MANGUPURA, NusaBali
Rencana perubahan Peraturan Daerah (Perda) Badung Nomor 17 Tahun 2011 tentang Pajak Hiburan dibahas oleh legislatif dan eksekutif, Senin (24/7). Dalam rapat muncul usulan penghapusan pajak golf, biliar, dan bowling. Pasalnya pajak dari ketiga sektor hiburan ini relatif kecil.
Pembahasan perubahan payung hukum ini dipimpin Ketua Pansus I Nyoman Satria, pembahasan sekaligus melibatkan pihak Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Badung yang diwakili Kabid Data dan TI Ketut Gde Budhiarta.
Satria mengakui ada usulan penghapusan pajak dari ketiga sektor tersebut. Menurut anggota Komisi III ini, beberapa objek pajak diusulkan dihapus karena tidak memberikan pendapatan yang signifikan ke kas daerah. “Yang diusulkan dihapus itu pajak golf, biliar, dan bowling. Dalam perda lama, itu masuk objek kena pajak,” kata Satria, politisi asal Mengwi.
Sesuai rancangan perda terbaru, beberapa objek pajak hiburan yang masuk kategori kena pajak di antaranya tontonan film, pagelaran kesenian, musik, tari, atau busana, kontes kecantikan, binaraga dan sejenisnya, pameran, diskotek, karaoke, klab malam, dan sejenisnya. Kemudian ada sirkus, akrobat dan sulap, pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan. Kemudian ada juga panti pijat, refleksi mandi uap/spa, pusat kebugaran, dan pertandingan olahraga.
Walaupun ada penghapusan pajak, tetapi Satria mengusulkan agar menaikkan pajak dari sektor hiburan lainnya seperti mandi uap/spa, diskotek, karaoke, klab malam, dan panti pijat. “Sesuai perda lama, pajak hiburan ini 12,5 persen, kami usulkan naik menjadi 35 persen,” harapnya.
Kabid Data dan TI Bapenda Badung Ketut Gde Budhiarta membenarkan ada usulan tiga objek pajak dihapus. Menurutnya, usulan penghapusan ini lantaran dari segi penerimaan pajak nilainya cukup kecil. “Iya, tadi ada usulan pajak dari golf, biliar, dan bowling dihapus. Selain karena ada yang sudah double taxation, nilainya (pendapatan) juga kecil,” ujarnya.
Dia mengakui pajak dari ketiga sektor tersebut relatif kecil, yakni hanya sekitar Rp 11 juta per tahun. Sementara untuk pajak dari sektor lainnya seperti diskotek, klab malam, karaoke dan spa, masih relatif besar, karena dikenakan pajak sekitar 12,5 persen dari total penjualannya.
“Jadi walaupun itu dihapus (pajak golf, biliar, dan bowling) tidak akan berpengaruh signifikan pada pendapatan daerah, karena nilainya cukup kecil,” tandasnya sembari menyebut realisasi pajak hiburan per 31 Desember 2016 dipatok sebesar Rp 49 miliar lebih, dan pada tahun 2017 pajak hiburan ditarget sekitar Rp 51 miliar. *asa
Pembahasan perubahan payung hukum ini dipimpin Ketua Pansus I Nyoman Satria, pembahasan sekaligus melibatkan pihak Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Badung yang diwakili Kabid Data dan TI Ketut Gde Budhiarta.
Satria mengakui ada usulan penghapusan pajak dari ketiga sektor tersebut. Menurut anggota Komisi III ini, beberapa objek pajak diusulkan dihapus karena tidak memberikan pendapatan yang signifikan ke kas daerah. “Yang diusulkan dihapus itu pajak golf, biliar, dan bowling. Dalam perda lama, itu masuk objek kena pajak,” kata Satria, politisi asal Mengwi.
Sesuai rancangan perda terbaru, beberapa objek pajak hiburan yang masuk kategori kena pajak di antaranya tontonan film, pagelaran kesenian, musik, tari, atau busana, kontes kecantikan, binaraga dan sejenisnya, pameran, diskotek, karaoke, klab malam, dan sejenisnya. Kemudian ada sirkus, akrobat dan sulap, pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan. Kemudian ada juga panti pijat, refleksi mandi uap/spa, pusat kebugaran, dan pertandingan olahraga.
Walaupun ada penghapusan pajak, tetapi Satria mengusulkan agar menaikkan pajak dari sektor hiburan lainnya seperti mandi uap/spa, diskotek, karaoke, klab malam, dan panti pijat. “Sesuai perda lama, pajak hiburan ini 12,5 persen, kami usulkan naik menjadi 35 persen,” harapnya.
Kabid Data dan TI Bapenda Badung Ketut Gde Budhiarta membenarkan ada usulan tiga objek pajak dihapus. Menurutnya, usulan penghapusan ini lantaran dari segi penerimaan pajak nilainya cukup kecil. “Iya, tadi ada usulan pajak dari golf, biliar, dan bowling dihapus. Selain karena ada yang sudah double taxation, nilainya (pendapatan) juga kecil,” ujarnya.
Dia mengakui pajak dari ketiga sektor tersebut relatif kecil, yakni hanya sekitar Rp 11 juta per tahun. Sementara untuk pajak dari sektor lainnya seperti diskotek, klab malam, karaoke dan spa, masih relatif besar, karena dikenakan pajak sekitar 12,5 persen dari total penjualannya.
“Jadi walaupun itu dihapus (pajak golf, biliar, dan bowling) tidak akan berpengaruh signifikan pada pendapatan daerah, karena nilainya cukup kecil,” tandasnya sembari menyebut realisasi pajak hiburan per 31 Desember 2016 dipatok sebesar Rp 49 miliar lebih, dan pada tahun 2017 pajak hiburan ditarget sekitar Rp 51 miliar. *asa
Komentar