Disbud Badung Kembangkan Digitalisasi Lontar
MANGUPURA, NusaBali - Digitalisasi lontar menjadi salah satu upaya Dinas Kebudayaan (Disbud) Kabupaten Badung dalam melestarikan lontar-lontar kuno yang ada di masyarakat. Sudah dilakukan sejak tahun 2012, hingga saat ini sudah ada 316 lontar yang sudah didigitalisasi oleh Disbud Badung.
Digitalisasi lontar merupakan proses alih media untuk membuat arsip dokumen ke dalam bentuk digital. Kepala Bidang Sejarah Dinas Kebudayaan Kabupaten Badung Ni Nyoman Indrawati, mengatakan digitalisasi lontar dilakukan Disbud Badung sejak 2012 untuk menyelamatkan kandungan, nilai pengetahuan, dan sejarah yang ada di lontar tersebut.
“Awalnya kita mengonservasi, kita datangi yang punya lontar itu, kita rawat, kita bersihkan, kemudian kita catat. Dari sana ternyata banyak sekali lontar-lontar yang ada. Jika yang punya sendiri tidak mau membaca kan kasihan itu ilmu pengetahuannya tidak ada yang mengetahui,” ujar Indrawati, Selasa (6/2).
Indrawati melanjutkan, Disbud Badung melalui Bidang Sejarah kemudian mereproduksi lontar-lontar yang ada di masyarakat. Lontar-lontar yang direproduksi disimpan di Disbud Badung, sehingga masyarakat luas bisa berkunjung dan membaca.
“Ini milik masyarakat yang sudah kita salin ulang. Terkadang ada kunjungan terkait penelitian atau masyarakat yang ada kepentingan, misal ingin membuat buku babad atau ingin tahu silsilah keluarga bisa datang ke sini,” sarannya.
Akan tetapi lontar-lontar tersebut juga masih belum bisa dipahami oleh masyarakat lantaran kebanyakan memakai bahasa Sansekerta dan Jawa Kuno. Berangkat dari kondisi tersebut, Disbud Badung berinisiatif untuk membuat digitalisasi lontar. Lontar yang menggunakan aksara Bali, Sanskerta, maupun aksara Jawa Kuno tersebut disalin ke aksara latin.
“Karena bahasanya Sanskerta, maupun Jawa Kuno jelas masyarakat juga masih tidak mengerti. Kita terjemahkan ke Bahasa Bali dan Bahasa Indonesia. Di tahun 2014 kalau tidak salah sempat di terjemahkan ke Bahasa Inggris,” jelas Indrawati.
Dalam mereproduksi dan digitalisasi tersebut, pihaknya bekerja sama dengan beberapa elemen masyarakat, seperti tokoh-tokoh yang ahli dalam aksara Bali, penyuluh Bahasa Bali, dan penyuluh Sastra Jawa Kuno. “Dari 2018 ke bawah kita pakai rekanan untuk menerjemahkan dari Bahasa Sanskerta ke Bahasa Bali. Karena tidak semua orang yang bisa Bahasa Bali mengerti artinya. Karena tulisannya aksara Bali bahasanya Jawa Kuno,” ucapnya. @ ind
“Awalnya kita mengonservasi, kita datangi yang punya lontar itu, kita rawat, kita bersihkan, kemudian kita catat. Dari sana ternyata banyak sekali lontar-lontar yang ada. Jika yang punya sendiri tidak mau membaca kan kasihan itu ilmu pengetahuannya tidak ada yang mengetahui,” ujar Indrawati, Selasa (6/2).
Indrawati melanjutkan, Disbud Badung melalui Bidang Sejarah kemudian mereproduksi lontar-lontar yang ada di masyarakat. Lontar-lontar yang direproduksi disimpan di Disbud Badung, sehingga masyarakat luas bisa berkunjung dan membaca.
“Ini milik masyarakat yang sudah kita salin ulang. Terkadang ada kunjungan terkait penelitian atau masyarakat yang ada kepentingan, misal ingin membuat buku babad atau ingin tahu silsilah keluarga bisa datang ke sini,” sarannya.
Akan tetapi lontar-lontar tersebut juga masih belum bisa dipahami oleh masyarakat lantaran kebanyakan memakai bahasa Sansekerta dan Jawa Kuno. Berangkat dari kondisi tersebut, Disbud Badung berinisiatif untuk membuat digitalisasi lontar. Lontar yang menggunakan aksara Bali, Sanskerta, maupun aksara Jawa Kuno tersebut disalin ke aksara latin.
“Karena bahasanya Sanskerta, maupun Jawa Kuno jelas masyarakat juga masih tidak mengerti. Kita terjemahkan ke Bahasa Bali dan Bahasa Indonesia. Di tahun 2014 kalau tidak salah sempat di terjemahkan ke Bahasa Inggris,” jelas Indrawati.
Dalam mereproduksi dan digitalisasi tersebut, pihaknya bekerja sama dengan beberapa elemen masyarakat, seperti tokoh-tokoh yang ahli dalam aksara Bali, penyuluh Bahasa Bali, dan penyuluh Sastra Jawa Kuno. “Dari 2018 ke bawah kita pakai rekanan untuk menerjemahkan dari Bahasa Sanskerta ke Bahasa Bali. Karena tidak semua orang yang bisa Bahasa Bali mengerti artinya. Karena tulisannya aksara Bali bahasanya Jawa Kuno,” ucapnya. @ ind
Komentar