Ditemukan Pipil Jual-Beli Tanah 71 Hektare pada Lontar
Identifikasi Lontar di Desa Panji, Kecamatan Sukasada, Buleleng
SINGARAJA, NusaBali - Sebanyak 17 cakep lontar milik keluarga Komang Agus Darmawan, warga Banjar Dinas Kembang Sari, Desa Panji, Kecamatan Sukasada, Buleleng, diidentifikasi, Kamis (8/2) kemarin.
Keluarga meminta penyuluh Bahasa Bali untuk mengidentifikasi lontar milik keluarga yang selama ini disakralkan. Dari belasan cakep, satu diantaranya merupakan kwitansi jual beli tanah seluas 71 hektare.
Koordinator Penyuluh Bahasa Bali Kabupaten Buleleng, Putu Pertama Yasa mengatakan proses identifikasi dan konservasi lontar ini atas permintaan masyarakat. Mereka selama ini hanya menyimpan lontar warisan leluhur mereka di kamar suci, tanpa mengetahui apa isi lontar tersebut. Setelah rembuk keluarga dan seluruhnya setuju, akhirnya ada permohonan untuk identifikasi dan konservasi lontar.
“Sebelumnya memang tidak pernah dibuka karena mereka tidak tahu cara membaca dan ada ketakutan. Kebetulan salah satu penyuluh masih ada hubungan keluarga. Setelah dijelaskan bahwa proses identifikasi akan dilakukan di rumah, tidak ada pengambilan naskah, akhirnya keluarga setuju,” terang Pertama Yasa.
Saat proses identifikasi dan konservasi dilakukan, lontar-lontar itu disimpan dalam satu ikat. Perwujudannya pun sudah banyak yang rusak dan tercecer. Setelah dilakukan identifikasi ternyata lontar-lontar itu terdiri dari 17 cakep.
“Pemilik awalnya mengira itu hanya 5 cakep, tetapi setelah kami identifikasi ada 17 cakep. Namun kebanyakan sudah rusak dan tidak utuh. Hanya 5 lontar saja yang masih lengkap,” imbuh dia.
Salah satu lontar yang cukup menarik adalah sebuah pipil (legalitas kepemilikan) berupa kwitansi jual beli tanah yang luasnya tidak tanggung-tanggung. Luasnya mencapai 71 hektare. Namun dalam pipil tersebut tidak dijelaskan tanggal, bulan dan tahun yang jelas. Pipil tersebut juga dilengkapi dengan stempel khusus di masa itu.
“Sayangnya kondisinya sudah tidak lengkap, banyak yang tercecer dan hilang, sehingga isinya tidak utuh,” katanya.
Sedangkan untuk lontar-lontar lainnya disebutnya bermateri seperti lontar-lontar pada umumnya. Seperti lontar usada, lontar kanda, lontar wariga dan lontar embat-embatan dengan judul panerang, panyarang, piwelas, kawisesan. Seluruh lontar setelah diidentifikasi langsung dibersihkan dan dikonservasi menggunakan minyak sereh.
Kegiatan identifikasi dan konservasi lontar ini melibatkan 16 orang penyuluh Bahasa Bali bidang lontar. Selama tahun 2024 ini, identifikasi dan konservasi lontar masyarakat merupakan kali kedua. Lokasi pertama pada bulan Januari di Griya Pasek Gelgel, Desa/Kecamatan Banjar, Buleleng. Agenda identifikasi dan konservasi lontar bulan ini sudah mengantri beberapa lokasi atas permintaan masyarakat.7 k23
Koordinator Penyuluh Bahasa Bali Kabupaten Buleleng, Putu Pertama Yasa mengatakan proses identifikasi dan konservasi lontar ini atas permintaan masyarakat. Mereka selama ini hanya menyimpan lontar warisan leluhur mereka di kamar suci, tanpa mengetahui apa isi lontar tersebut. Setelah rembuk keluarga dan seluruhnya setuju, akhirnya ada permohonan untuk identifikasi dan konservasi lontar.
“Sebelumnya memang tidak pernah dibuka karena mereka tidak tahu cara membaca dan ada ketakutan. Kebetulan salah satu penyuluh masih ada hubungan keluarga. Setelah dijelaskan bahwa proses identifikasi akan dilakukan di rumah, tidak ada pengambilan naskah, akhirnya keluarga setuju,” terang Pertama Yasa.
Saat proses identifikasi dan konservasi dilakukan, lontar-lontar itu disimpan dalam satu ikat. Perwujudannya pun sudah banyak yang rusak dan tercecer. Setelah dilakukan identifikasi ternyata lontar-lontar itu terdiri dari 17 cakep.
“Pemilik awalnya mengira itu hanya 5 cakep, tetapi setelah kami identifikasi ada 17 cakep. Namun kebanyakan sudah rusak dan tidak utuh. Hanya 5 lontar saja yang masih lengkap,” imbuh dia.
Salah satu lontar yang cukup menarik adalah sebuah pipil (legalitas kepemilikan) berupa kwitansi jual beli tanah yang luasnya tidak tanggung-tanggung. Luasnya mencapai 71 hektare. Namun dalam pipil tersebut tidak dijelaskan tanggal, bulan dan tahun yang jelas. Pipil tersebut juga dilengkapi dengan stempel khusus di masa itu.
“Sayangnya kondisinya sudah tidak lengkap, banyak yang tercecer dan hilang, sehingga isinya tidak utuh,” katanya.
Sedangkan untuk lontar-lontar lainnya disebutnya bermateri seperti lontar-lontar pada umumnya. Seperti lontar usada, lontar kanda, lontar wariga dan lontar embat-embatan dengan judul panerang, panyarang, piwelas, kawisesan. Seluruh lontar setelah diidentifikasi langsung dibersihkan dan dikonservasi menggunakan minyak sereh.
Kegiatan identifikasi dan konservasi lontar ini melibatkan 16 orang penyuluh Bahasa Bali bidang lontar. Selama tahun 2024 ini, identifikasi dan konservasi lontar masyarakat merupakan kali kedua. Lokasi pertama pada bulan Januari di Griya Pasek Gelgel, Desa/Kecamatan Banjar, Buleleng. Agenda identifikasi dan konservasi lontar bulan ini sudah mengantri beberapa lokasi atas permintaan masyarakat.7 k23
1
Komentar