Kenakan Busana Adat Bali hingga Ada Sarana Canang
Perayaan Imlek di Vihara Dharmayana, Akulturasi Budaya Bali-Tionghoa
MANGUPURA, NusaBali - Perayaan Tahun Baru Imlek 2575, Sabtu (10/2) di Vihara Dharmayana Kuta, Kecamatan Kuta, Badung kental bernuansa akulturasi budaya Bali dan Tionghoa. Vihara yang terletak di Jalan Blambangan, Kecamatan Kuta ini memancarkan semangat kebersamaan dan keragaman budaya yang mempesona.
Pantauan NusaBali, umat terlihat membanjiri Vihara Dharmayana Kuta dengan antusiasme yang tinggi dalam menyambut Tahun Naga Kayu. Perayaan ini semakin istimewa karena akulturasi budaya Bali yang begitu kental di antara umat yang hadir. Meskipun umat merupakan keturunan Tionghoa, namun terlihat mengenakan busana adat Bali dan membawa sarana upacara seperti canang dan dupa.
Penanggung jawab pengurus Vihara Dharmayana Kuta, Adi Dharmaja Kusuma menggambarkan suasana itu penuh suka cita. Dia menyatakan bahwa perayaan Tahun Baru Imlek tidak hanya menjadi momen keagamaan tetapi juga sarana untuk merayakan keberagaman budaya yang ada di Bali.
“Ini merupakan menyambut musim semi tepatnya di negara Tiongkok, tentu kami sebagai keturunan warga Tionghoa menyambut tahun baru Imlek dengan penuh suka cita. Kami di Bali sebagai generasi ke-9 juga merayakan perayaan tahun baru Imlek,” ujar Adi Dharmaja, Sabtu.
Penanggung jawab pengurus Vihara Dharmayana Kuta, Adi Dharmaja Kusuma menggambarkan suasana itu penuh suka cita. Dia menyatakan bahwa perayaan Tahun Baru Imlek tidak hanya menjadi momen keagamaan tetapi juga sarana untuk merayakan keberagaman budaya yang ada di Bali.
“Ini merupakan menyambut musim semi tepatnya di negara Tiongkok, tentu kami sebagai keturunan warga Tionghoa menyambut tahun baru Imlek dengan penuh suka cita. Kami di Bali sebagai generasi ke-9 juga merayakan perayaan tahun baru Imlek,” ujar Adi Dharmaja, Sabtu.
Menurut Adi, akulturasi budaya Bali telah menjadi bagian integral dari kehidupan di Vihara Dharmayana selama berabad-abad. Dia bercerita, jika sejarah menunjukkan bahwa akulturasi budaya ini sudah ada sejak tahun 1750 silam.
“Menurut sejarah dan saya sudah menghadap ke Panglingsir Puri Mengwi, Badung bahwa pujaan kita ini adalah yang membangun Taman Ayun dan pujaan di sini juga ada dua maha patih, yaitu Ida Bagus Den Kayu dan I Gusti Ngurah Tubuh yang mendampingi dalam pengelanaannya di Bali. Sehingga akulturasi itu sudah sangat kental sekali bahwa ini diperkirakan sudah ada sejak tahun 1750. Beliau sudah ada dan warga di sini yang mengambil (menikah,red) dengan saudara Hindu sebanyak 80 persen dari 150 KK,” jelas Adi Dharmaja.
Adi Dharmaja menambahkan, akulturasi budaya itu juga tercermin dalam berbagai aspek, termasuk para perempuan memperlihatkan akulturasi budaya dengan mengenakan pakaian kebaya. Sementara, tata cara sembahyang minimal dan wajib membawa canang. Tidak hanya itu, kebersamaan antar umat beragama juga sangat kental terasa di Vihara Dharmayana. Adi Dharmaja menjelaskan bahwa tidak hanya umat Tionghoa yang bersembahyang di Vihara Dharmayana, tetapi juga kehadiran Jero Mangku dari umat Hindu yang turut ngayah, menjadi bukti nyata akan toleransi dan kebersamaan antar umat beragama.
“Kita lihat para perempuan menggunakan pakaian kebaya, kamen, dan tata cara sembahyangnya pun minimal dan wajib membawa canang. Di depan vihara juga ada penjor dan kami tidak bisa melupakan bahwa akulturasi ini sudah terjadi sejak sangat lama sekali,” tambahnya.ol3
Komentar