Final Piala Afrika Menjadi Panggung Victor Osimhen
Laju Pantai Gading Mirip Portugal saat Juara Piala Eropa 2016
ABIDJAN, NusaBali - Piala Afrika atau Africa Cup of Nations (AFCON) selalu punya daya tarik. Banyak pemain Afrika yang berkarier di Eropa, jadi level kompetisi pun ikut terangkat. Ya, laga final kali ini akan menjadi panggung megah striker Nigeria, yang kini bersinar di Eropa bersama Napoli, yakni Victor Osimhen.
Ya, final antara tuan rumah Pantai Gading kontra Nigeria, akan digelar di Stade Olympique Alassane Ouattara, Abidjan, Senin (12/2) dinihari, pukul 04.00 WTAB. Osimhen sendiri baru mencetak satu gol dalam perjalanan Nigeria sejauh ini.
Namun, performa Osimhen di setiap laga menjadi salah satu faktor penentu laju tim. Misalnya, pada laga kontra Afrika Selatan di babak semifinal. Osimhen bermain selama 110 menit dan ditarik sebelum adu penalti. Namun aksi dribelnya terbukti krusial, membuat Nigeria dapat hadiah penalti di waktu normal.
Osimhen memang tidak begitu tajam di turnamen kali ini, tapi dia terus berusaha. Dia melepas total 24 percobaan tembakan, paling banyak di antara pemain lainnya. Piala Afrika jadi kesempatan Osimhen pamer kemampuan. Dia kini sedang diincar klub-klub top Eropa, diantaranya Chelsea dan Arsenal.
Kualitas Osimhen teruji di Napoli, tapi panggung final jadi kesempatan sempurna baginya. Final ini juga yang pertama bagi Nigeria setelah lebih dari satu dekade absen. Mereka punya kesempatan juara, Osimhen bisa jadi penentu.
Sementara itu, tuan rumah Pantai Gading jadi salah satu kejutan hingga tembus final. Tak jadi unggulan juara, sempat membuat pergantian pelatih di tengah turnamen, dan sekarang melaju ke final.
Pantai Gading sebagai tuan rumah tentu punya keunggulan bermain di kandang sendiri. Namun tetap saja mereka melampaui ekspektasi dengan melaju ke final. Kedua negara sebenarnya sudah bertemu di fase grup. Nigeria sempat mengalahkan Pantai Gading, hingga jadi runner-up Grup A, lolos ke 16 besar. Pantai Gading sendiri finis di peringkat tiga Grup A dan secara mengejutkan lolos sebagai salah satu tim peringkat tiga terbaik.
Pantai Gading beruntung dapat slot jalur peringkat tiga terbaik. Mereka bahkan hanya bisa mencetak dua gol di fase grup, yaitu di satu-satunya kemenangan. Laju buruk di fase grup pun direspons cepat sepak bola Pantai Gading dengan memecat pelatih Jean-Louis Gasset yang dianggap gagal membimbing tim.
Memecat pelatih di tengah turnamen jelas jadi langkah yang tidak wajar. Mereka pun menunjuk pelatih interim Emerse Fae mulai dari fase gugur. Pantai Gading berulang kali hampir tersingkir, tapi secara ajaib mereka lolos. Harus diakui, kerja keras tim bertemu keberuntungan.
Contohnya di 16 besar, saat Pantai Gading melawan Senegal. Mereka mencetak gol lebih dulu di menit ke-4, main lebih baik. Kemenangan di depan mata, tapi kemudian Pantai Gading mencetak gol balasan di menit ke-86. Laga dilanjut ke extra time, skor tetap 1-1. Lanjut ke babak adu penalti, Pantai Gading menang dengan skor 5-4. Lolos ke perempat final.
Di perempat final melawan Mali, lagi-lagi Pantai Gading menang dramatis. Mali mencetak gol lebih dulu di menit ke-71, tapi Pantai Gading membalas di menit ke-90, memaksa laga lanjut extra time. Dramatis, di menit ke-120-2, Pantai Gading berbalik unggul 2-1 lewat gol Oumar Diakite.
Faktanya, Pantai Gading baru satu kali menang dalam waktu 90 menit di fase gugur, yakni saat menaklukkan Kongo di semifinal lewat gol Sebastien Haller di menit ke-65.
Menurut bola.net, laju Pantai Gading di Piala Afrika mirip perjalanan Portugal di Euro 2016. Saat itu Portugal juga lolos dari fase grup lewat jalur tim peringkat tiga terbaik. Portugal butuh extra time menang di 16 besar dan perempat final, sebelum akhirnya menang atas Wales di semifinal.
Laga di final, Portugal bermain agresif mengalahkan tuan rumah Prancis 1-0 lewat drama extra time dan akhirnya juara. Kini, Pantai Gading berharap bisa meniru Portugal. Apalagi mereka bermain di kandang sendiri, ada sentuhan magis dari dorongan fans. *
Komentar