Penyuluh Bahasa Bali Identifikasi Lontar 300 Tahun Griya Satria Denpasar
DENPASAR, NusaBali - Serangkaian Bulan Bahasa Bali VI 2024, Penyuluh Bahasa Bali Dinas Kebudayaan Provinsi Bali berhasil mengidentifikasi lontar yang diperkirakan sudah berumur 300 tahun di Griya Satria, Jalan Abimanyu, Banjar Tampak Gangsul, Desa Dangin Puri Kauh, Denpasar Utara, Senin (12/2). Lontar-lontar yang tersimpan di Gedong Saren itu berjumlah 117 cakepan.
Pemilik lontar Ida Pedanda Gede Oka Mas, menyebut selama 300 tahun lontar itu ditempatkan di Gedong Saren, sehingga masih utuh.
“Saya ingin membacanya, mungkin ada tersurat di lontar sejarah nak lingsir tiang yang konon dari Sanur Intaran Delod Peken,” ujarnya.
Ida Pedanda mengatakan, lontar-lontar tersebut sempat mendapatkan perawatan dari mahasiswa Fakultas Sastra Bali Unud tahun 2006. Mahasiswa itu tak hanya merawat, tetapi juga melengkapi lontar yang judulnya telah hilang. Syukurnya, lanjut Ida Pedanda, mahasiswa Fakultas Sastra Unud itu juga membuatkan makalah, sehingga ada yang diwarisi sampai saat ini.
Dirinya merencanakan untuk bisa membaca secara lengkap, karena ingin mengetahui sejarah lengkap Griya Satria. “Sastra Bali harus ajeg agar huruf Bali itu lestari. Jangan sampai kita kehilangan huruf. Di Indonesia tak ada aksara, padahal aksaranya a na ca ra ka. Itu tuntunan hidup sesungguhnya, sementara China, Jepang, Tibet, Thailand, India, Arab mempunyai aksara. Indonesia itu hilang aksaranya, saat jatuhnya Majapahit,” ujarnya.
Griya Satria memiliki koleksi ratusan cakep lontar dengan berbagai judul warisan dari para leluhurnya yang konon berasal dari Desa Intaran Sanur. Sayangnya, sebanyak duang sok (2 tempat dari anyaman bambu) dinyatakan rusak tak bisa dibaca.
“Selanjutnya siapa yang akan membersihkan. Kami berencana akan mengagendakan untuk membersihkan setiap 6 bulan dan sewaktu-waktu akan dibuatkan jadwal untuk membacanya,” tandas Ida Pedanda Gede Oka Mas.
Koordinator Penyuluh Bahasa Bali Kota Denpasar Wayan Yogik Aditya Urdhahana SS, MPdH mengatakan, koleksi ratusan naskah lontar di Griya Satria ini terdiri berbagai judul dan jenis. Dari jenis weda/mantra, usada, kakawin, susastra, wariga, dan yang lainnya.
Dia mengungkapkan berbagai jenis naskah lontar tersebut merupakan warisan dari para leluhur. Setiap hari Saraswati diberikan upacara, dan masih ada beberapa anggota griya yang aktif membaca naskah lontar tersebut.
Tim Penyuluh Bahasa Bali juga merawat lontar yang berjudul Kidung Udakan Pangrus yang berbahasa Jawa Tengah-an dan berangka tahun 1815 Saka, yang diidentifikasi bahwa lontar tersebut ditulis/disurat pada tahun 1893 Masehi.
”Kidung Udakan Pangrus merupakan salah satu naskah kesusastraan yang berisikan tentang cerita panji dalam peperangan,” kata Yogik.
Selain itu, ditemukan juga naskah lontar Kidung Panji Malat Rasmi yang berbahasa Jawa Tengahan dengan jumlah halaman sebanyak 300 lembar. Yogik menyebut, naskah yang ada di Griya Satria ini merupakan naskah kidung Panji yang lengkap dan jarang dimiliki oleh masyarakat lainnya.
“Naskah Kidung Panji Malat Rasmi ini mengisahkan tentang cerita cinta Pangeran Kahuripan yang bernama Raden Panji terhadap Putri Daha,” ungkap Yogik. 7 a
“Saya ingin membacanya, mungkin ada tersurat di lontar sejarah nak lingsir tiang yang konon dari Sanur Intaran Delod Peken,” ujarnya.
Ida Pedanda mengatakan, lontar-lontar tersebut sempat mendapatkan perawatan dari mahasiswa Fakultas Sastra Bali Unud tahun 2006. Mahasiswa itu tak hanya merawat, tetapi juga melengkapi lontar yang judulnya telah hilang. Syukurnya, lanjut Ida Pedanda, mahasiswa Fakultas Sastra Unud itu juga membuatkan makalah, sehingga ada yang diwarisi sampai saat ini.
Dirinya merencanakan untuk bisa membaca secara lengkap, karena ingin mengetahui sejarah lengkap Griya Satria. “Sastra Bali harus ajeg agar huruf Bali itu lestari. Jangan sampai kita kehilangan huruf. Di Indonesia tak ada aksara, padahal aksaranya a na ca ra ka. Itu tuntunan hidup sesungguhnya, sementara China, Jepang, Tibet, Thailand, India, Arab mempunyai aksara. Indonesia itu hilang aksaranya, saat jatuhnya Majapahit,” ujarnya.
Griya Satria memiliki koleksi ratusan cakep lontar dengan berbagai judul warisan dari para leluhurnya yang konon berasal dari Desa Intaran Sanur. Sayangnya, sebanyak duang sok (2 tempat dari anyaman bambu) dinyatakan rusak tak bisa dibaca.
“Selanjutnya siapa yang akan membersihkan. Kami berencana akan mengagendakan untuk membersihkan setiap 6 bulan dan sewaktu-waktu akan dibuatkan jadwal untuk membacanya,” tandas Ida Pedanda Gede Oka Mas.
Koordinator Penyuluh Bahasa Bali Kota Denpasar Wayan Yogik Aditya Urdhahana SS, MPdH mengatakan, koleksi ratusan naskah lontar di Griya Satria ini terdiri berbagai judul dan jenis. Dari jenis weda/mantra, usada, kakawin, susastra, wariga, dan yang lainnya.
Dia mengungkapkan berbagai jenis naskah lontar tersebut merupakan warisan dari para leluhur. Setiap hari Saraswati diberikan upacara, dan masih ada beberapa anggota griya yang aktif membaca naskah lontar tersebut.
Tim Penyuluh Bahasa Bali juga merawat lontar yang berjudul Kidung Udakan Pangrus yang berbahasa Jawa Tengah-an dan berangka tahun 1815 Saka, yang diidentifikasi bahwa lontar tersebut ditulis/disurat pada tahun 1893 Masehi.
”Kidung Udakan Pangrus merupakan salah satu naskah kesusastraan yang berisikan tentang cerita panji dalam peperangan,” kata Yogik.
Selain itu, ditemukan juga naskah lontar Kidung Panji Malat Rasmi yang berbahasa Jawa Tengahan dengan jumlah halaman sebanyak 300 lembar. Yogik menyebut, naskah yang ada di Griya Satria ini merupakan naskah kidung Panji yang lengkap dan jarang dimiliki oleh masyarakat lainnya.
“Naskah Kidung Panji Malat Rasmi ini mengisahkan tentang cerita cinta Pangeran Kahuripan yang bernama Raden Panji terhadap Putri Daha,” ungkap Yogik. 7 a
Komentar