Menelusuri Singha Dwara Pura yang ‘Hilang’
Peringatan 1110 Tahun Prasasti Blanjong Sanur
DENPASAR, NusaBali - Para ahli menyatakan Prasasti Blanjong Sanur di Banjar Blanjong, Desa Adat Intaran, Desa Sanur Kauh, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, merupakan prasasti yang memuat sejarah tertulis tertua tentang Pulau Bali. Berbentuk slinder dengan tinggi 1,77 cm dan garis tengah 62cm, prasasti tersebut sebagai ‘Jaya Stambha atau Jahya China’ yang diartikan ‘Tugu Kemenangan’.
Minggu, 4 Februari 2023, masyarakat terdiri dari pecinta cagar budaya memperingati 1110 tahun Prasasti Blanjong. Dari penuturan penyelenggara, hari jadi peringatan tersebut bertepatan dengan penanggalan atau tarikh yang tercantum dalam prasasti Blanjong, yakni hari ketujuh dari setengah bulan Phalguna tahun Saka 835 atau 4 Februari 914. Hal ini dinyatakan Louis -Charles Damais, seorang sejarawan yang memiliki spesialisasi tentag Indonesia asal Prancis.
Ada beberapa kegiatan digelar terkait peringatan yang diharap sebaga salah satu pemantik meningkatkan kesadaran terhadap benda-benda cagar budaya dan sejarah. Antara lain, Santhi Puja oleh para pemangku dari Paiketan Pinandhita/Pemangku se Kecamatan Denpasar Selatan. Disusul pembacaan kekawin ber-wirama ‘Sardhulawikridita’ dengan iringan tabuh gender wayang, tari topeng Dalem Sri Kesari serta diskusi.
Diskusi tentang Prasasti Blanjong menghadirkan sejumlah narasumber. Diantaranya Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Arkeologi Prasejarah dan Sejarah, Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa dan Sastra BRIN, I Gusti Made Suarbhawa. Rochtri Agung Bawono dari Fakultas Ilmu Budaya Unud, menyampaikan Geopolitik Atas Situs Blanjong Sanur. I Wayan Sila Sayana, memantik dengan pemaparan ‘Singha Dwara Pura’ Kota Pelabuhan yang Hilang. Narasumber lain adalah Giri Prayoga dari Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XV Bali. Toni Antoni Putra, Ketua ‘Sigarda Bali’ Ida Bagus Martinaya, budayawan.
IGM Suarbhawa menyampaikan prasasti lain bertalian prasasti Blanjong melalui pemaparan bertajuk Prasasti Blanjong dan Prasasti-Prasasti Era Singhamandawa. Ahli yang telah meneliti prasasti dimaksud yakni WF Stutterheim(Belanda), LC Damais hingga Sukarto K Atmodjo dam peneliti-peneliti putra Indonesia.
Foto: Jaya Stambha/Jaya Cihna, Prasasti Blanjong Sanur di Pura Dalem Blanjong, Sanur. -NATA.
Dikatakan, pertanggalan Prasasti Blanjong dinyatakan dalam Candra Sangkala baris 1 pada sisi A (Kawi) dan juga baris ke -4. Stutterheim membaca Candra Sangkala itu dengan ‘sakai (j)e…u…hni-murtiganite’. Hasil bacaan tersebut demikian IGM Suarbhawa diperbaiki ole Sten Konov menjadi ‘saka khecara wahnimurtiganite…’. ‘Khecara, planit nilainya 9, wahni, api nilainya 3 dan murti atau badan Siwa nilanya 8. Dibaca dari belakang jadi 839 Saka. Goris setuju dengan angka tahun tersebut. LC Damais kemudian menyatakan Candra Sangkala itu berbunyi ‘sake’bde sara wahnimurtiganite. Artinya sara sama dengan panah nilainya 5, wahni atau api nilainya 3 dan murti atau badan Siwa nilainya 8. Jadi 835 Saka atau 914 masehi. “Angka tahun yang sama juga dimuat dalam prasasti Malet Gede, juga diduga kuat sama dengan prasasti Panempahan dan tahun 835 Saka tercantum dalam prasasti Pukuh,” terangnya.
Rochtri Agung Bawono, dari Fakultas Ilmu Budaya Unud, antara lain geomorfologi wilayah Blanjong, Sanur merupakan daerah asal bentukan marin yaitu pembentukan lahan yang sangat dipengaruhi aktivitas lautan atau pantai. Proses sedimentasi masih terbentuk dari arus yang membawa pasir pantai. Terus di sebelah tenggara ada Nusa Penida, di selatan ada Pulau ‘Ungasan’ yang sebelumnya terpisah dengan Pulau Bali yang dalam geologi disebut ‘tembolo’, pulau yang terbentuk kemudian terhubung. Penghubung antara Pulau Bali dengan Ungasan adalah sedimentasi rawa bakau di kawasan sekitar bandara (Bandara I Gusti Ngurah Rai).
Karena itulah daerah Sanur menjadi seatle, aman dari gelombang besar. Sehinggga Sanur menjadi tempat yang sangat representatif perkembangan sebuah peradaban.Atas dasar itu menurut Rochtri Agung Bawono, tentu ada peradaban yang mendahului, sebelum Jaya Stambha atau Prasasti Blanjong didirikan. “Tidak serta merta ketika menginjakkan kaki (Raja Sri Kesari) mendirikan Jaya Stambha yang menyebut penaklukan atas ‘gurun dan suwal’. Ini yang masih membingungkan. Karena dari kebudayaan-kebudayaan di Bali selaatan pihaknya tidak maksimal menemukan datanya.
I Wayan Sila Sayana, Korlap ‘Sinau Cagar Budaya’ Wilayah Bali, penggagas Peringatan Prasasti Blanjong, memperkirakan kawasan Blanjong dan sekitarnya dimana prasasti Blanjong atau juga disebut ‘Jaya Stambha’ Blanjong adalah kota ‘Singha Dwara Pura’ yang tertera dalam tersebut.
Ada dua pembacaraan terkait ‘singha dwara’, yakni singha dwala dan singha dwara. Namun Sila Sayana mengatakan lebih cendrung dengan Pandhit Shastri (Sejarah Bali Dwipa,1963). Dia menyebut beberapa sumber dan sebaran tinggalan cagar budaya yang bertalian dengan Prasasti Blanjong. Diantaranya Pandit Shastri (Sejarah Bali Dwipa,1963) yang menyatakan “Singha Dwara” mungkin daerah tempat pilar itu didirikan dulunya merupakan sebuah kota (Prasasti Blanjong).
Kemudian Stutterheim, yang menyatakan pengaruh India Utara telah berkembang di Bali sejak Abad X dengan digunakannya huruf Pre-Negari dan Bahasa Sansekerta. Stutterheim berpendapat Situs Blanjong merupakan ‘pelabuhan kuna’.
Di bagian lain, di sekitar situs Prasasti Blanjong, ada beberapa tinggalan cagar budaya yang menunjukkan kekunaan kawasan sekitar. Diantaranya arca Ganesha, arca makara, batu padas yang dikeramatkan warga, sampai dengan pernah ditemukannya semacam struktur spektakuler dengan ketebalan sekitar 10 meter dan tinggi 3 meter terbuat dari karang laut yang diperkirakan ‘‘tembok penyengker’ atau benteng’ dari kuna ‘Singha Dwara Pura’. “Tapi sayang, semua struktur karang laut itu tinggal cerita,” ujarnya. Pasalnya struktur batu karang itu telah diangkut sebagai dasar pembuatan jalan Pelabuhan Benoa, pada saat pendudukan Jepang.
Jadi sebelum penelitian dan eskavasi di kawasan Blanjong dilakukan, kata Sila Sayana, semua struktur batu karang itu sudah habis. “Saya yakin kawasan Blanjong dan sekitarnya dimana prasasti ‘Jaya Stambha’ Blanjong berada merupakan kota pelabuhan kuna ‘Singha Dwara Pura’. Sila Sayana mengandaikan ‘Singha Dwara Pura’ Sebuah Kota Pelabuhan yang Hilang.
“Saya yakin kawasan Blanjong dan sekitarnya dimana prasasti ‘Jaya Stambha’ Blanjong berada merupakan kota pelabuhan kuna ‘Singha Dwara Pura’. Sila Sayana mengandaikan ‘Singha Dwara Pura’ Sebuah Kota Pelabuhan yang Hilang.
Dalam diskusi mencuat dugaan-dugaan penyebab ‘hilangnya’ Singha Dwara Pura. Ada diperkirakan karena tsunami, karena erupsi Gunung Samalas di Pulau Lombok(1257), juga penyebab lain.7 i wayan nata)
Komentar