PKK Se-Kelurahan Ubud Tampil Ekspresif Masatua Bali
PKK
Kelurahan Ubud
Satua Bali
Puri Lukisan Ubud
Masatua Bali
Yayasan Bina Wisata
Lurah Ubud
I Gusti Ngurah Nyoman Suastika
GIANYAR, NusaBali - PKK se-Kelurahan Ubud penuh ekspresi saat lomba masatua Bali di Museum Puri Lukisan Ubud, Minggu (18/2) sore. Lomba masatua Bali yang digelar Yayasan Bina Wisata Kelurahan Ubud ini untuk peringatan Bulan Bahasa Bali. Ketua Yayasan Bina Wisata Kelurahan Ubud, Tjokorda Gde Bayuputra Sukawati B Arc Des mengatakan, lomba masatua untuk pelestarian kebudayaan Bali, khususnya bahasa Bali.
Menurut Tjok Bayuputra, kemajuan pariwisata telah mendorong masyarakat untuk mulai mempelajari berbagai bahasa asing. “Melalui lomba masatua kami berupaya untuk memparalelkan pelestarian bahasa Bali agar tidak ditinggalkan,” ujarnya. Acara ini diharapkan menjadi momentum penting dalam menjaga dan melestarikan kearifan lokal budaya Bali serta mengapresiasi ibu-ibu dalan mempertahankan tradisi masatua. Ajang ini juga untuk mempererat tali persaudaraan di antara warga Kelurahan Ubud.
Lomba masatua Bali dibuka oleh Lurah Ubud I Gusti Ngurah Nyoman Suastika bersama Ketua TP PKK Kelurahan Ubud. Peserta dari perwakilan PKK setiap banjar maupun lingkungan se-Kelurahan Ubud. Salah satu tim juri, Ida Bagus Oka Manuaba mengatakan, ada 5 kriteria yang dinilai dari lomba masatua Bali ini. Di antaranya anggah ungguhing basa Bali, vokal variasi bunyi dan nada, keutuhan cerita hingga petuah yang ingin disampaikan, kemampuan bercerita, penampilan penguasaan panggung serta penghayatan atau ekspresi mimik wajah dan gerak tubuh. “Setiap peserta diberikan waktu 15 menit,” jelasnya.
Peserta lomba, Putu Wika Setia Budi Artiningsih, 36, perwakilan Banjar Padang Tegal Mekar Sari mengatakan, persiapan lomba cukup singkat. Wika berusaha berlatih hingga merasa puas dengan penampilan saat lomba. “Untuk kali pertama, saya cukup puas. Sempat tiga kali latihan bersama pembina, selanjutnya saya latihan sendiri di rumah,” jelasnya. Wika membawakan Satua Men Tiwas Men Sugih. Menurut Wika, satua Bali masih relevan dengan kekinian dan sarat makna. “Cukup dekat dengan kehidupan sehari-hari, mudah dipahami,” jelasnya. Masatua diakui memang menjadi keseharian ibu dua anak ini. “Di rumah saya biasakan anak-anak berbahasa Bali,” ungkap Wika. 7 nvi
Komentar