Sudirta Bongkar Kejanggalan Gugatan PJ Gubernur
Gugatan Pemprov Bali vs Kanwil BPN Bali atas Pembatalan Sertifikat di Ungasan
Pemrov Bali
Badan Pertanahan Negara (BPN)
DPR RI
Pj Gubernur Bali
Kepala Dusun Bakungsari
I Wayan Wandra
Pemerintah Provinsi Bali bukanlah badan hukum perdata, tetapi lembaga pelayan publik, sehingga jadi aneh menggugat Kakanwil BPN Bali.
DENPASAR, NusaBali
Sidang lanjutan gugatan Pemrov Bali melawan Kanwil Badan Pertanahan Negara (BPN) Bali di ruang sidang PTUN Denpasar pada Selasa (20/2) berlangsung panas. Mantan Pansus Mafia Tanah DPD RI yang kini duduk di kursi DPR RI I Wayan Sudirta yang dihadirkan sebagai saksi membongkar kejanggalan dalam gugatan yang diajukan PJ Gubernur Bali.
Dalam perkara Nomor 27/G/2023/PTUN.DPS tersebut, Pj Gubernur Bali menggugat Kakanwil BPN Provinsi Bali karena membatalkan dua sertifikat hak pakai Pemprov Bali, yakni SHP No. 121 dan SHP No. 126 di Banjar Bakungsari, Ungasan, Kuta Selatan. Ditegaskan Sudirta dalam sidang, menurut pasal 53 ayat 1 UU PTUN tersebut, pemerintah Provinsi Bali bukanlah badan hukum perdata, tetapi lembaga pelayan publik, sehingga jadi aneh menggugat Kakanwil BPN Bali, karena hal itu tidak dibolehkan oleh undang-undang.
“Kami agak heran, mengapa Pj Gubernur Bali sampai menggugat Kanwil BPN Bali. Kok pemerintah menggugat pemerintah, seperti jeruk makan jeruk. Ini tidak saja terasa aneh dan janggal, tapi juga mengundang kecurigaan, ada apa dan siapa dibalik gugatan yang bertentangan dengan undang-undang ini.
Setahu saya, ini baru pertama kali terjadi di Indonesia, agar tidak menjadi tradisi buruk dan ditiru oleh Gubernur lainnya, maka Presiden perlu menaruh perhatian serius dan memberi peringatan yang keras kepada Pj Gubernur Bali,” ujar Putu Wirata Dwikora yang menjadi penasihat hukum tergugat intervensi II yaitu petani penggarap I Nyoman Nulung dkk.
Putu Wirata juga menyinggung keterangan saksi Wayan Sudirta terkait dugaan penggunaan surat palsu dalam pengajuan sertifikat yang dilakukan Pemprov Bali. “Untuk menegakkan hukum dan keadilan, siapapun yang terkait dalam membuat maupun menggunakan surat-surat palsu itu, termasuk rekan kuasa hukum, bisa dilaporkan ke polisi,” ujar Putu Wirata.
Sementara itu, tim Kuasa Hukum Pemprov Bali yang diwakili Ketut Ngastawa tak memberikan tanggapan atas tudingan tersebut. “Kami tidak memberikan pertanyaan,” ujar Ngastawa ketika diminta tanggapan atas keterangan I Wayan Sudirta.
Selain I Wayan Sudirta, turut dihadirkan saksi I Wayan Wandra selaku Kepala Dusun Bakungsari tahun 1998-2016, dan I Made Suka salah seorang warga Ungasan yang bertetangga dengan para Tergugat II Intervensi.
Suka dan Wandra membenarkan, bahwa penggarap tanah negara di Desa Ungasan adalah Tergugat II Intervensi, Nyoman Mandra dkk, yang menggarap sekitar 14 hektare tanah negara secara turun temurun sejak ratusan tahun lalu. Saksi menjelaskan, sekitar tahun 1970-an, di sana masih ada yang bertanam padi gage, kedelai, kacang-kacangan, pisang, jati, gamal, silik, beternak sapi, dan di atas Garapan Nyoman Nulung bahkan berdiri Pura Batu Nunggul, tempat bersembahyang keluarga Nulung, guna memohon keselamatan dan berkah dari Hyang Widhi.
“Saya tahu, karena bertetangga dengan mereka. Juga sering lewat di sekitar tanah sengketa. Bahwa sekarang tidak ada lagi yang bertanam padi, karena perubahan zaman, banyak yang bekerja di swasta, tapi mereka tetap menggarap sampai sekarang,” ujar Made Suka.
Ketika ditunjukkan oleh Kuasa Tergugat II Intervensi sejumlah bukti-bukti surat sebagai alas hak para penggarap, Suka membenarkan dan mengetahui adanya surat-surat tersebut adalah alas hak untuk menggarap tersebut. 7 rez
Komentar