MUTIARA WEDA: Gairah Erotis di Mana-mana?
Śrotratvak cakṣur jihvāghrāṇānāmātma saṃyuktena manasādhiṣṭhitānāṃ sveṣu sveṣu viṣayeṣvānukūlataḥ pravṛttiḥ kāmaḥ | sparśa viśeṣa viṣayāttvasyābhimānika sukhānuviddhā phalavatyarthapratītiḥ prādhānyātkāmaḥ (Kāmasūtra, 1. 2. 11-12)
Kenikmatan secara umum (sāmānyakāma), melibatkan telinga, kulit, mata, lidah, dan hidung dalam sensasi yang sesuai, semuanya di bawah kendali pikiran dan hati yang didorong oleh kesadaran diri. Kenikmatan dalam bentuk utamanya (viśeṣakāma) adalah pengalaman langsung terhadap objek indera, yang membuahkan hasil dan diserap oleh kenikmatan indria dari gairah erotis yang dihasilkan dari sensasi sentuhan tertentu.
VATSYAYANA memberi dua definisi tentang kama: umum dan khusus. Umum (sāmānya kāma) artinya sensasi yang hadir akibat sentuhan antara panca indriya dan objek-objeknya, yang dikendalikan oleh pikiran di dalam kesadaran. Seperti misalnya saat makan. Saat memasukkan makanan ke mulut, lidah merasakan rasa makanan, kulit merasakan sensasi makanan ketika dipegang, atau sensasi sendok ketika menggunakan sendok, mata melihat makanan dan sendok itu, serta telinga mendengar suara gesekan antara sendok dan piring. Dalam kondisi ini, semua indriya bekerja dan merasakan sensasi yang sesuai. Ini adalah kenikmatan yang secara umum kita rasakan dalam keseharian kita.
Ada juga kenikmatan khusus (viśeṣakāma). Artinya, kenikmatan dalam wujud primernya, pengalaman langsung atas sensasi dari objek yang diserap oleh kenikmatan indriya. Mengapa indriya merasakan nikmat? Vatsyayana bilang bahwa, itu terjadi karena adanya ‘gairah erotis’ atas sensasi sentuhan tertentu. Mengapa kenikmatan dihubungkan dengan ‘gairah erotis’? Selama ini persoalan erotis selalu dihubungkan dengan seksualitas atau hal-hal yang berhubungan dengan seks. Ini tentu tidak salah dan Vatsyayana dalam menulis karya fenomenalnya ‘kamasutra’ juga membahas tentang seks dan kenikmatannya.
Jika diselidiki lebih dalam, Vatsyayana sebenarnya berupaya mengajak kita agar mampu memperlebar, meningkatkan ‘rasa nikmat’ itu tidak hanya sebatas seksual, melainkan lebih dari itu. Artinya, di antara objek dan indriya ada sebuah penghubung yang berupa sensasi, yang disebut ‘gairah erotis’. Dalam Bhagavad-gita dinyatakan bahwa sentuhan indriya dengan objek-objeknya melahirkan keinginan. Keinginan, nafsu, atau gairah ada di antara indriya dan objek-objeknya. Indriya tanpa objek-objek tidak akan memunculkan keinginan. Makanya, dalam praktik spiritual tertentu, oleh karena keinginan dinyatakan sebagai sumber derita, maka keinginan harus dihilangkan. Caranya adalah dengan menghilangkan keterikatan antara indriya dan objek-objeknya.
Namun, jika mengacu pada definisi kama di atas, Vatsyayana sepertinya menemukan ada kebenaran yang tersembunyi terkait kebenaran ini. Beliau melihat bahwa ‘gairah erotis’ akan selamanya ada di antara indriya dan objeknya, karena ini adalah kebenaran semesta. Jadi, sepanjang indriya kita bersentuhan dengan objek-objeknya, ‘gairah erotis’ itu secara otomatis ada. Seperti kita berjalan di bawah sinar matahari, bayangan otomatis hadir. Sensasi itu ada selamanya sepanjang indriya kita aktif dan menyentuh objek-objeknya.
Namun, mengapa ‘gairah erotis’ ini berhubungan dengan seks, dan bahkan ‘erotis’ itu sendiri hampir sepenuhnya dihubungkan dengan aktivitas seksual? Oleh karena seks dan aktivitas seksual adalah sesuatu yang profound, mendasar, perangkat kelengkapan dari mesin tubuh, bagian integral dari penciptaan. Sehingga, manusia (yang normal) akan merasakan sensasi mendalam ketika berada dalam aktivitas seks. Padahal, ketika berada dalam aktivitas seksual, bagian indriya yang bersentuhan adalah kulit. Oleh karena seks hal mendasar tubuh, sensasi itu pun dirasakan sangat mendalam.
Sensasi yang mendalam itulah kemudian disebut ‘gairah erotis.’ Di sinilah mengapa Vatsyayana menjelaskan secara panjang lebar tentang sex act dan sensasinya, dengan harapan kita yang membaca book manual tersebut memiliki seni bercinta untuk memaksimalkan kenikmatan seksual. Ini bisa dijadikan sebagai batu loncatan, bahwa ‘sensasi erotis’ ini bisa di-extended kepada indriya lainnya, tidak saja pada sex act semata. Jika sentuhan kulit kelamin saja dapat menghasilkan sensasi luar biasa, lalu bagaimana dengan indriya lain seperti mata ketika memandang sebuah benda? Kulit kelamin menghasilkan sensasi luar biasa ketika bersentuhan dengan objeknya karena di antaranya adalah gairah erotis. Mestinya, sentuhan antara mata dengan benda-benda sekitarnya (juga indriya lainnya) menghasilkan ‘gairah erotis’ yang sama sehingga setiap saat kita merasakan kenikmatan seperti halnya kenikmatan yang muncul dalam sex act. 7
I Gede Suwantana
Direktur Bali Vedanta Institute
1
Komentar