Ahli Beri Keterangan dalam Sidang Nyepi Sumberklampok
SINGARAJA, NusaBali - Sidang perkara penodaan agama saat Nyepi 2023 lalu di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Buleleng, kembali berlanjut pada, Kamis (7/3) siang di Pengadilan Negeri (PN) Singaraja. Sidang dengan agenda pembuktian ini menghadirkan ahli dari Universitas Hindu Negeri (UHN) I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar, I Made Suastika Ekasana.
Selain Suastika, sebenarnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga menghadirkan saksi dari Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali yakni Nyoman Kenak. Tapi Kenak berhalangan hadir dalam sidang dengan terdakwa Acmat Saini dan Mokhamad Rasad ini, karena sedang berada di luar daerah.
Suastika memberikan keterangan awal dengan menjelaskan tentang Nyepi. Ia menjawab pertanyaan jaksa Made Heri Permana Putra bahwa Nyepi bermakna sebagai hari untuk merefleksikan diri, serta untuk mengendalikan diri. Ia menyebut dalam Nyepi ada empat aturan atau Catur Bratha Penyepian.
“Bagi umat Hindu harus dijalankan, kalau non Hindu dimana bumi dipijak di sana langit dijunjung. Aturan yang ada di masyarakat harus ditaati, jangan sampai mengganggu kondisi pelaksanaan Nyepi, sepengetahuan saya demikian. Catur Bratha Nyepi diatur dalam kitab Weda," ujarnya dalam persidangan.
Disinggung mengenai peristiwa yang terjadi di Desa Sumberklampok saat Nyepi tahun 2023 lalu, Suastika menjelaskan bila ada masyarakat non Hindu yang keluar rumah tentu sudah melanggar aturan Nyepi. Apalagi sudah ada seruan serta imbauan bersama yang dikeluarkan Pemerintah dan Pimpinan Majelis Agama mengenai perayaan Nyepi.
Menurutnya, dalam kejadian Nyepi 2023 di Desa Sumberklampok sudah ada pelanggaran tiga aturan Nyepi yakni amati karya, amati lelungan, dan amati lelanguan. “Tiga aturan Nyepi sudah dilanggar, karena mengganggu masyarakat yang seharusnya tenang, juga mengganggu lingkungan aman dan nyaman,” ucapnya.
Namun saat ditanya apakah ada dasar yang mengatur sanksi bagi pelanggar Catur Bratha penyepian tersebut, Suastika tak mampu menjawab. Bahkan, penjelasan ahli dalam persidangan tampak tidak jelas dan terkesan membingungkan penasehat hukum terdakwa dan majelis hakim.
Selama berlangsungnya persidangan, beberapa kali interupsi kepada ahli saat menjawab pertanyaan tersebut. Lantaran jawaban yang diberikan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Ahli juga beberapa kali mengatakan ia tidak bisa menjawab pertanyaan yang dilontarkan mengenai penyelesaian masalah tersebut di tingkat desa adat maupun majelis desa adat.
Namun ia menegaskan, peristiwa gaduh saat Nyepi 2023 lalu di Desa Sumberklampok itu dianggap telah menodai agama. "Dengan permasalahan ini, melukai seluruh umat Hindu Bali meski sudah diselesaikan di desa adat. Menurut hati nurani, peristiwa ini masuk penodaan agama. Karena Nyepi merupakan hari suci," pungkas dia.
Setelah keterangan ahli selesai, Hakim Ketua, I Made Bagiarta menunda sidang dan dilanjutkan pada Kamis (14/3) dengan agenda pembuktian terakhir dari JPU. 7 mzk
Suastika memberikan keterangan awal dengan menjelaskan tentang Nyepi. Ia menjawab pertanyaan jaksa Made Heri Permana Putra bahwa Nyepi bermakna sebagai hari untuk merefleksikan diri, serta untuk mengendalikan diri. Ia menyebut dalam Nyepi ada empat aturan atau Catur Bratha Penyepian.
“Bagi umat Hindu harus dijalankan, kalau non Hindu dimana bumi dipijak di sana langit dijunjung. Aturan yang ada di masyarakat harus ditaati, jangan sampai mengganggu kondisi pelaksanaan Nyepi, sepengetahuan saya demikian. Catur Bratha Nyepi diatur dalam kitab Weda," ujarnya dalam persidangan.
Disinggung mengenai peristiwa yang terjadi di Desa Sumberklampok saat Nyepi tahun 2023 lalu, Suastika menjelaskan bila ada masyarakat non Hindu yang keluar rumah tentu sudah melanggar aturan Nyepi. Apalagi sudah ada seruan serta imbauan bersama yang dikeluarkan Pemerintah dan Pimpinan Majelis Agama mengenai perayaan Nyepi.
Menurutnya, dalam kejadian Nyepi 2023 di Desa Sumberklampok sudah ada pelanggaran tiga aturan Nyepi yakni amati karya, amati lelungan, dan amati lelanguan. “Tiga aturan Nyepi sudah dilanggar, karena mengganggu masyarakat yang seharusnya tenang, juga mengganggu lingkungan aman dan nyaman,” ucapnya.
Namun saat ditanya apakah ada dasar yang mengatur sanksi bagi pelanggar Catur Bratha penyepian tersebut, Suastika tak mampu menjawab. Bahkan, penjelasan ahli dalam persidangan tampak tidak jelas dan terkesan membingungkan penasehat hukum terdakwa dan majelis hakim.
Selama berlangsungnya persidangan, beberapa kali interupsi kepada ahli saat menjawab pertanyaan tersebut. Lantaran jawaban yang diberikan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Ahli juga beberapa kali mengatakan ia tidak bisa menjawab pertanyaan yang dilontarkan mengenai penyelesaian masalah tersebut di tingkat desa adat maupun majelis desa adat.
Namun ia menegaskan, peristiwa gaduh saat Nyepi 2023 lalu di Desa Sumberklampok itu dianggap telah menodai agama. "Dengan permasalahan ini, melukai seluruh umat Hindu Bali meski sudah diselesaikan di desa adat. Menurut hati nurani, peristiwa ini masuk penodaan agama. Karena Nyepi merupakan hari suci," pungkas dia.
Setelah keterangan ahli selesai, Hakim Ketua, I Made Bagiarta menunda sidang dan dilanjutkan pada Kamis (14/3) dengan agenda pembuktian terakhir dari JPU. 7 mzk
1
Komentar