Pasamuan Lembaga Umat Tolak Listrik Bali Crossing
Gelombang penolakan terhadap rencana PLN membangun jaringan listrik Jawa-Bali atau Bali Crossing dengan tower (menara) setinggi 376 meter melalui Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) di dekat areal Pura Segara Rupek, Desa Pakraman Su-mberkelampok, Kecamatan Gerokgak, Buleleng terus bermunculan.
SINGARAJA, NusaBali
Kali ini, Pasamuan Lembaga Umat Hindu se-Buleleng juga putuskan untuk tolak tegas Bali Crossing.Pasamuan Lembaga Umat Hindu se-Buleleng yang putuskan tolak Bali Crossing digelar di Wantilan Pura Jagatnatha Singaraja, Jumat (28/7).
Paruman kemarin melibatkan seluruh 8 Lembaga Umat Hindu, yakni Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Buleleng, Wanita Hindu Dharma Indonesia (WHDI) Buleleng, Pinandita Samgraha Nusantara (PSN) Buleleng, Pemuda Hindu Dharma (Pradah) Buleleng, Majelis Madya Desa Pakraman (MMDP) Kabupaten Buleleng, Widya Saba Buleleng, dan Listibia Buleleng. Bahkan, Ketua PHDI Bali Prof Dr I Gusti Ngurah Sudiana juga hadir.
Pasamuan Lembaga Umat Hindu tersebut digelar untuk menyikapi beberapa persoalan umat, termasuk proyek Bali Crossing yang direncanakan PLN. Sebelum digelarnya pesamuan ini, Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana juga telah melayangkan surat penolakan Cali Crossing di Desa Sumberkelampok.
Sikap penolakan Bupati Buleleng terhadap Bali Crossing kemudian diikuti sejumlah tokoh Bali, seperti anggota Komisi X DPR RI Dapil Bali Wayan Koster, Ketua BPD PHRI Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace, Ketua PPLH Unud I Made Sudarma, hingga Sekretaris CORE Udaya I Nyoman Satya Kumara.
Penolakan Bali Crossing juga muncul dari kalangan LSM, seperti Manajer LSM Conversation Internasional Wilayah Bali Made Iwan Dewantama dan pentolan LSM Bakti Pertiwi, I Nyoman Sumartha. Penolakan serupa juga disuarakan krama pangempon Pura Segera Rupek dan warga Desa Sumberkelampok.
Ketua PHDI Buleleng, Dewa Nyoman Suardana, menegaskan rencana PLN membangun Bali Crossing di dekat areal Pura Segara Rupek bertentangan dengan bhisama PHDI mengenai radius kesucian pura. Dalam bhisama itu, radius kesucian Pura Khayangan Jagat seperti Pura Segera Rupek ditetapkan Apeneleng Alit (sejauh mata memandang 2 kilometer).
“Rencana PLN itu telah memicu keresahan kami. Ini jelas bisa timbulkan gejolak. Kami minta Bali Crossing jangan dilanjutkan,” tegas Dewa Suardana di sela Pesamuan Lembaga Umat Hindu di Pura Jagatnatha Singaraja, Jumat kemarin.
Selain melanggar bhisama PHDI, kata Dewa Suardana, alasan penolakan ini juga di-dasarkan kekhawatiran timbulnya dampak lingkungan akibat bentangan kabel tegangan tinggi Bali Crossing. Ini bisa berdampak sosial dan pariwisata di kawasan Bali Barat.
“Kami sebagai lembaga umat tidak sekadar ikut-ikutan sikap pemerintah yang sudah lebih awal menolak proyek Bali Crossing. Tapi, kami punya bhisama PHDI yang harus ditaati. Dan, siapa yang berani menjamin tidak akan terjadi dampak yang mengkhawatirkan, jika suatu saat bentangan kabel Bali Crossing putus?” tanya Dewa Suardana.
Menurut Dewa Suardana, keputsan Pasamuan Lembaga Umat Hundu se-Buleleng yang tolak proyek Bali Crossing ini akan disampaikan kepada 8 Lembaga Umat Hindu tingkat Provinsi Bali dan tingkat pusat. Termasuk juga ditujukan kepada Gubernur Bali, DPRD Bali, dan pihak PLN sendiri.
Sementara itu, Ketua PHDI Bali Prof IGN Sudiana mengatakan sikap Bupati Buleleng dan hasil Pasamuan Lembaga Umat Hindu se-Buleleng dalam menyikapi rencana proyek Bali Corssing, sudah tepat. Kendati demikian, PHDI Bali masih menunggu aspirasi dari Pasuman Lembaga Umat Hindu di masing-masing Kabupaten/Kota se-Bali.
“Saya sangat apresiasi sikap Bupati Buleleng dan hasil Pasuman Lembaga Umat Hindu se-Buleleng yang tolak Bali Crossing ini. Tentu sikap ini menjadi aspirasi bagi PHDI Bali dalam mengambil keputusan. Kami harus juga menyerap aspirasi dari lembaga umat di kabupaten/kota lainnya,” tandas Sudiana.
Akademisi dari Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar ini menegaskan, PHDI Bali akan mengambil sikap ketika melaksanakan Pasamuan Agung nanti. Saat ini, PHDI Bali masih menyerap aspirasi dari masing-masing lembaga umat tingkat kabupaten/kota se-Bali.
Rencana proyek listrik Bali Crossing berkapasitas 500 Kilo Volt (KV) itu sendiri sudah disosialisasikan sejak tahun 2014. Sejak awal, titik koordinat lokasi tower setinggi 376 meter menjadi persoalan krusial, karena karena hanya berjarak sekitar 500 meter dari areal Pura Segera Rupek, Desa Pakraman Sumberkelampok.
Karenanya, krama pangempon Pura Segara Rupek, Majelis Madya Desa Pakraman (M-MDP) Kabupaten Buleleng, hingga Pemkab Buleleng sempat menolak tegas rencana proyek Bali Crossing yang dianggap bertentangan dengan Surat Keputusan (SK) PHDI Nomor 11/Kep/I/PHDI/1994 tentang Bhisama Kesucian Pura.
Tower setinggi 376 meter diserbut-sebut akan dibangun di areal TNBB yang masih berada di radius kawasan suci. Sumber listrik akan diambilkan dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Watudodol di Desa Watudodol, Kecamatan Kalipurwo, Banyuwangi, Jawa Timur.
Untuk membentangkan kabel listrik SUTET ke Bali (Bali Crossing) sejauh 131 kilometer, dibuat dua tower. Pertama, di Grand Watudodol (Banyuwangi). Kedua, di kawasan TNBB wilayah Desa Sumberkelampok (Buleleng Barat). Proyek Bali Crossing ini ditargetkan rampung tahun 2018 mendatang. *k19
Paruman kemarin melibatkan seluruh 8 Lembaga Umat Hindu, yakni Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Buleleng, Wanita Hindu Dharma Indonesia (WHDI) Buleleng, Pinandita Samgraha Nusantara (PSN) Buleleng, Pemuda Hindu Dharma (Pradah) Buleleng, Majelis Madya Desa Pakraman (MMDP) Kabupaten Buleleng, Widya Saba Buleleng, dan Listibia Buleleng. Bahkan, Ketua PHDI Bali Prof Dr I Gusti Ngurah Sudiana juga hadir.
Pasamuan Lembaga Umat Hindu tersebut digelar untuk menyikapi beberapa persoalan umat, termasuk proyek Bali Crossing yang direncanakan PLN. Sebelum digelarnya pesamuan ini, Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana juga telah melayangkan surat penolakan Cali Crossing di Desa Sumberkelampok.
Sikap penolakan Bupati Buleleng terhadap Bali Crossing kemudian diikuti sejumlah tokoh Bali, seperti anggota Komisi X DPR RI Dapil Bali Wayan Koster, Ketua BPD PHRI Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace, Ketua PPLH Unud I Made Sudarma, hingga Sekretaris CORE Udaya I Nyoman Satya Kumara.
Penolakan Bali Crossing juga muncul dari kalangan LSM, seperti Manajer LSM Conversation Internasional Wilayah Bali Made Iwan Dewantama dan pentolan LSM Bakti Pertiwi, I Nyoman Sumartha. Penolakan serupa juga disuarakan krama pangempon Pura Segera Rupek dan warga Desa Sumberkelampok.
Ketua PHDI Buleleng, Dewa Nyoman Suardana, menegaskan rencana PLN membangun Bali Crossing di dekat areal Pura Segara Rupek bertentangan dengan bhisama PHDI mengenai radius kesucian pura. Dalam bhisama itu, radius kesucian Pura Khayangan Jagat seperti Pura Segera Rupek ditetapkan Apeneleng Alit (sejauh mata memandang 2 kilometer).
“Rencana PLN itu telah memicu keresahan kami. Ini jelas bisa timbulkan gejolak. Kami minta Bali Crossing jangan dilanjutkan,” tegas Dewa Suardana di sela Pesamuan Lembaga Umat Hindu di Pura Jagatnatha Singaraja, Jumat kemarin.
Selain melanggar bhisama PHDI, kata Dewa Suardana, alasan penolakan ini juga di-dasarkan kekhawatiran timbulnya dampak lingkungan akibat bentangan kabel tegangan tinggi Bali Crossing. Ini bisa berdampak sosial dan pariwisata di kawasan Bali Barat.
“Kami sebagai lembaga umat tidak sekadar ikut-ikutan sikap pemerintah yang sudah lebih awal menolak proyek Bali Crossing. Tapi, kami punya bhisama PHDI yang harus ditaati. Dan, siapa yang berani menjamin tidak akan terjadi dampak yang mengkhawatirkan, jika suatu saat bentangan kabel Bali Crossing putus?” tanya Dewa Suardana.
Menurut Dewa Suardana, keputsan Pasamuan Lembaga Umat Hundu se-Buleleng yang tolak proyek Bali Crossing ini akan disampaikan kepada 8 Lembaga Umat Hindu tingkat Provinsi Bali dan tingkat pusat. Termasuk juga ditujukan kepada Gubernur Bali, DPRD Bali, dan pihak PLN sendiri.
Sementara itu, Ketua PHDI Bali Prof IGN Sudiana mengatakan sikap Bupati Buleleng dan hasil Pasamuan Lembaga Umat Hindu se-Buleleng dalam menyikapi rencana proyek Bali Corssing, sudah tepat. Kendati demikian, PHDI Bali masih menunggu aspirasi dari Pasuman Lembaga Umat Hindu di masing-masing Kabupaten/Kota se-Bali.
“Saya sangat apresiasi sikap Bupati Buleleng dan hasil Pasuman Lembaga Umat Hindu se-Buleleng yang tolak Bali Crossing ini. Tentu sikap ini menjadi aspirasi bagi PHDI Bali dalam mengambil keputusan. Kami harus juga menyerap aspirasi dari lembaga umat di kabupaten/kota lainnya,” tandas Sudiana.
Akademisi dari Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar ini menegaskan, PHDI Bali akan mengambil sikap ketika melaksanakan Pasamuan Agung nanti. Saat ini, PHDI Bali masih menyerap aspirasi dari masing-masing lembaga umat tingkat kabupaten/kota se-Bali.
Rencana proyek listrik Bali Crossing berkapasitas 500 Kilo Volt (KV) itu sendiri sudah disosialisasikan sejak tahun 2014. Sejak awal, titik koordinat lokasi tower setinggi 376 meter menjadi persoalan krusial, karena karena hanya berjarak sekitar 500 meter dari areal Pura Segera Rupek, Desa Pakraman Sumberkelampok.
Karenanya, krama pangempon Pura Segara Rupek, Majelis Madya Desa Pakraman (M-MDP) Kabupaten Buleleng, hingga Pemkab Buleleng sempat menolak tegas rencana proyek Bali Crossing yang dianggap bertentangan dengan Surat Keputusan (SK) PHDI Nomor 11/Kep/I/PHDI/1994 tentang Bhisama Kesucian Pura.
Tower setinggi 376 meter diserbut-sebut akan dibangun di areal TNBB yang masih berada di radius kawasan suci. Sumber listrik akan diambilkan dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Watudodol di Desa Watudodol, Kecamatan Kalipurwo, Banyuwangi, Jawa Timur.
Untuk membentangkan kabel listrik SUTET ke Bali (Bali Crossing) sejauh 131 kilometer, dibuat dua tower. Pertama, di Grand Watudodol (Banyuwangi). Kedua, di kawasan TNBB wilayah Desa Sumberkelampok (Buleleng Barat). Proyek Bali Crossing ini ditargetkan rampung tahun 2018 mendatang. *k19
Komentar