Yowana Bali Juarai Sayembara Nasional Desain di Sulteng
Sayembara Desain Kampus Universitas Tadulako
DENPASAR, NusaBali - Empat yowana Bali yang tergabung dalam Tim Tanareka, yakni Ar Bramana Ajasmara Putra IAI dan anggotanya Yuda Pramana, Dwi Cahyana, dan Ayu Indrayani berhasil menyabet peringkat pertama sayembara nasional desain kampus Universitas Tadulako (Untad) di Sulawesi Tengah.
Bramana Ajasmara Putra,28, atau yang akrab disapa Ajas dan timnya sukses menyisihkan ratusan peserta dari seluruh tanah air. Pada Minggu (10/3) lalu, Tim Tanareka bersama tiga finalis lain yang berasal dari Pulau Jawa berada di Kota Palu mempresentasikan desain masing-masing pada babak grand final competition.
"Sayembara skematik desain skala nasional kerja sama Untad dan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Provinsi Sulteng ini ada dua, kami pilih yang Perancangan Pusat Bisnis dan Hotel Kampus Bumi Nyiur Untad. Alasannya, karena lebih menantang bagi kami," ujar Ajas ketika dihubungi NusaBali, Jumat (15/3).
Pada kategori yang dipilih Tim Tanareka, Ajas dan kawan-kawan dituntut merancang gagasan desain kawasan multifungsi. Di mana, dalam pusat bisnis dan hotel ini terdapat hotel bintang empat, gedung pertemuan, dan pusat perbelanjaan di dalam satu area seluas 2,5 hektare.
Berangkat dari proses diskusi dan pengembangan Tim Tanareka selama sebulan, area multifungsi ini dibuat teranyam satu sama lain sebagai satu kesatuan namun tidak menutupi keragaman fungsinya. Kata Ajas, hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi timnya. Di samping itu, letak kawasan yang berada di tengah-tengah kota (Jalan Setiabudi, Kota Palu) tidak boleh timpang dengan tata kota atau ciri khas di kota sekitarnya. Di mana, di sekeliling area pusat bisnis dan hotel ini berdiri bangunan berelevasi rendah sampai tujuh lantai (30 meter).
"Ini tantangan tersendiri bagi kami untuk menghadirkan desain yang mampu mewadahi seluruh kebutuhan dan fungsi dengan sekala yang humanis dan harmonis dengan ruang kota," jelas Ajas, arsitek muda berbakat asal Desa Batannyuh, Kecamatan Marga, Tabanan ini.
Setelah digali lebih dalam, Tim Tanareka mengangkat skematik desain bertajuk Taman Puspawarna. Layaknya semerbak bunga di Taman Puspawarna, konsep ini menonjolkan filosofi desain yang mampu mewadahi campuran fungsi tanpa mendobrak citra ruang sekitar yang sudah ada. "Kota Palu ini kota yang humanis dengan dominasi bangunan bertingkat rendah satu sampai tujuh lantai. Selain itu, Sulteng dikenal sebagai Negeri Seribu Megalith. Berangkat dari sini, kami merancang konsep area layaknya berjalan di taman di antara beragam megalith," tutur Ajas.
Terinspirasi dari megalith ini pula, tinggi bangunan dibuat beragam layaknya hamparan megalith (batu besar) di zaman megalitikum. Desain ini sekaligus medium agar pusat bisnis dan hotel ini teranyam dengan citra wilayah di sekitarnya yang berelevasi rendah. Area gedung paling bawah bakal menjadi area publik seperti pusat perbelanjaan dan lain-lain. Sementara itu, area gedung pada lantai ke atasnya bakal bersifat lebih privat entah sebagai ruang pertemuan maupun hotel. Jika dilihat dari visual rancangan, bagian gedung yang tampak terpisah dan tinggi dengan warna gelap adalah area hotel.
Di luar desain arsitektural, Tim Tanareka juga menghitung biaya investasi dan saran masa pembangunan. Berdasarkan penghitungan Ayu Indrayani,28, yang datang dari disiplin manajemen konstruksi, Pusat Bisnis dan Hotel Kampus Bumi Nyiur Untad berkonsep Taman Puspawarna ini menghabiskan dana Rp 500 miliar dan dibangun selama dua tahap dalam empat tahun.
"Rancangan kami juga menerapkan struktur bangunan terpisah atau dilatasi. Ini untuk keamanan karena Kota Palu memiliki riwayat kebencanaan seperti gempa dan tsunami. Untuk material kami perhatikan juga, agar memakai material yang mudah dicari di dalam negeri," tandas Ajas, arsitek yang sudah mengantongi Surat Tanda Registrasi Arsitek (STRA) IAI ini. Rancangan yowana Bali ini mencuri perhatian dewan juri yang terdiri dari Ketua Umum IAI Ar Georgius Budi Yulianto IAI AA, Ketua IAI Sulteng Dr Ar Ir Fuad Zubaidi ST MSc IAI, sejarawan dan budayawan Sulteng Drs Iksam, Ar I Ketut Rana Wiarcha IAI AA dari Indonesia Monitoring Committee on Architectural Services, dan Dr Ar Rony Gunawan Sunaryo ST MT IAI dari Asosiasi Pendidikan Tinggi Arsitektur Indonesia.
Keberhasilan skala nasional Tim Tanareka ini adalah yang kali ketiga. Sebelumnya, Ajas dan kawan-kawan berhasil menggolkan rancangan Taman Ragam Selaras dalam sayembara Monumen Reog Ponorogo, Jawa Timur dan Guyub Rukun: Living in Harmony untuk sayembara Rumah Tapera BTN. Sementara itu, Rektor Untad Prof Dr Ir Amar ST MT IPU Asean Eng menjelaskan, pihaknya menggandeng IAI untuk menjaring gagasan terbaik anak bangsa untuk dijadikan pertimbangan dalam proses perencanaan dan pembangunan kawasan yang memanfaatkan lahan/aset milik Untad.
"Pelaksanaan kegiatan ini termasuk salah satu dari program kami dalam melakukan pemanfaatan dari lahan-lahan atau aset yang dimiliki oleh Universitas Tadulako. Kita pun sudah membentuk tim penyelesaian aset, agar aset lebih terdata," jelas Prof Amar pada malam presentasi, penilaian, penganugerahan, dan inagurasi konsep ide/gagasan sayembara skematik desain pada Minggu malam. Menurut keterangan Untad, ada 105 peserta dari seluruh tanah air yang mendaftar. Sebanyak 85 peserta di antaranya lolos seleksi adminstrasi dan berlanjut mengikuti sayembara di dua kategori skala nasional dan tiga kategori skala lokal/daerah. Tiga besar finalis berkesempatan mempresentasikan karya mereka secara langsung di hadapan dewan juri. 7 ol1
"Sayembara skematik desain skala nasional kerja sama Untad dan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Provinsi Sulteng ini ada dua, kami pilih yang Perancangan Pusat Bisnis dan Hotel Kampus Bumi Nyiur Untad. Alasannya, karena lebih menantang bagi kami," ujar Ajas ketika dihubungi NusaBali, Jumat (15/3).
Pada kategori yang dipilih Tim Tanareka, Ajas dan kawan-kawan dituntut merancang gagasan desain kawasan multifungsi. Di mana, dalam pusat bisnis dan hotel ini terdapat hotel bintang empat, gedung pertemuan, dan pusat perbelanjaan di dalam satu area seluas 2,5 hektare.
Berangkat dari proses diskusi dan pengembangan Tim Tanareka selama sebulan, area multifungsi ini dibuat teranyam satu sama lain sebagai satu kesatuan namun tidak menutupi keragaman fungsinya. Kata Ajas, hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi timnya. Di samping itu, letak kawasan yang berada di tengah-tengah kota (Jalan Setiabudi, Kota Palu) tidak boleh timpang dengan tata kota atau ciri khas di kota sekitarnya. Di mana, di sekeliling area pusat bisnis dan hotel ini berdiri bangunan berelevasi rendah sampai tujuh lantai (30 meter).
"Ini tantangan tersendiri bagi kami untuk menghadirkan desain yang mampu mewadahi seluruh kebutuhan dan fungsi dengan sekala yang humanis dan harmonis dengan ruang kota," jelas Ajas, arsitek muda berbakat asal Desa Batannyuh, Kecamatan Marga, Tabanan ini.
Setelah digali lebih dalam, Tim Tanareka mengangkat skematik desain bertajuk Taman Puspawarna. Layaknya semerbak bunga di Taman Puspawarna, konsep ini menonjolkan filosofi desain yang mampu mewadahi campuran fungsi tanpa mendobrak citra ruang sekitar yang sudah ada. "Kota Palu ini kota yang humanis dengan dominasi bangunan bertingkat rendah satu sampai tujuh lantai. Selain itu, Sulteng dikenal sebagai Negeri Seribu Megalith. Berangkat dari sini, kami merancang konsep area layaknya berjalan di taman di antara beragam megalith," tutur Ajas.
Terinspirasi dari megalith ini pula, tinggi bangunan dibuat beragam layaknya hamparan megalith (batu besar) di zaman megalitikum. Desain ini sekaligus medium agar pusat bisnis dan hotel ini teranyam dengan citra wilayah di sekitarnya yang berelevasi rendah. Area gedung paling bawah bakal menjadi area publik seperti pusat perbelanjaan dan lain-lain. Sementara itu, area gedung pada lantai ke atasnya bakal bersifat lebih privat entah sebagai ruang pertemuan maupun hotel. Jika dilihat dari visual rancangan, bagian gedung yang tampak terpisah dan tinggi dengan warna gelap adalah area hotel.
Di luar desain arsitektural, Tim Tanareka juga menghitung biaya investasi dan saran masa pembangunan. Berdasarkan penghitungan Ayu Indrayani,28, yang datang dari disiplin manajemen konstruksi, Pusat Bisnis dan Hotel Kampus Bumi Nyiur Untad berkonsep Taman Puspawarna ini menghabiskan dana Rp 500 miliar dan dibangun selama dua tahap dalam empat tahun.
"Rancangan kami juga menerapkan struktur bangunan terpisah atau dilatasi. Ini untuk keamanan karena Kota Palu memiliki riwayat kebencanaan seperti gempa dan tsunami. Untuk material kami perhatikan juga, agar memakai material yang mudah dicari di dalam negeri," tandas Ajas, arsitek yang sudah mengantongi Surat Tanda Registrasi Arsitek (STRA) IAI ini. Rancangan yowana Bali ini mencuri perhatian dewan juri yang terdiri dari Ketua Umum IAI Ar Georgius Budi Yulianto IAI AA, Ketua IAI Sulteng Dr Ar Ir Fuad Zubaidi ST MSc IAI, sejarawan dan budayawan Sulteng Drs Iksam, Ar I Ketut Rana Wiarcha IAI AA dari Indonesia Monitoring Committee on Architectural Services, dan Dr Ar Rony Gunawan Sunaryo ST MT IAI dari Asosiasi Pendidikan Tinggi Arsitektur Indonesia.
Keberhasilan skala nasional Tim Tanareka ini adalah yang kali ketiga. Sebelumnya, Ajas dan kawan-kawan berhasil menggolkan rancangan Taman Ragam Selaras dalam sayembara Monumen Reog Ponorogo, Jawa Timur dan Guyub Rukun: Living in Harmony untuk sayembara Rumah Tapera BTN. Sementara itu, Rektor Untad Prof Dr Ir Amar ST MT IPU Asean Eng menjelaskan, pihaknya menggandeng IAI untuk menjaring gagasan terbaik anak bangsa untuk dijadikan pertimbangan dalam proses perencanaan dan pembangunan kawasan yang memanfaatkan lahan/aset milik Untad.
"Pelaksanaan kegiatan ini termasuk salah satu dari program kami dalam melakukan pemanfaatan dari lahan-lahan atau aset yang dimiliki oleh Universitas Tadulako. Kita pun sudah membentuk tim penyelesaian aset, agar aset lebih terdata," jelas Prof Amar pada malam presentasi, penilaian, penganugerahan, dan inagurasi konsep ide/gagasan sayembara skematik desain pada Minggu malam. Menurut keterangan Untad, ada 105 peserta dari seluruh tanah air yang mendaftar. Sebanyak 85 peserta di antaranya lolos seleksi adminstrasi dan berlanjut mengikuti sayembara di dua kategori skala nasional dan tiga kategori skala lokal/daerah. Tiga besar finalis berkesempatan mempresentasikan karya mereka secara langsung di hadapan dewan juri. 7 ol1
1
Komentar