Disbud Bali Kaji Kemungkinan Tempuh Jalur Hukum
Joged Jaruh Kembali Viral di Media Sosial
Penari Joged Bumbung di luar pakem Bali adalah penari lepas yang tidak tergabung dalam sekaa. Hal itu lantaran setiap sekaa tari di Bali memiliki sertifikasi dari Disbud Bali.
DENPASAR, NusaBali
Dinas Kebudayaan (Disbud) Provinsi Bali sedang mengkaji upaya membawa ke ranah hukum para penari Joged Bumbung yang beratraksi tidak sesuai pakem bahkan mengarah ke pornografi alias ‘joged jaruh’.
Kepala Disbud Bali I Gede Arya Sugiartha menyampaikan hal ini setelah kembali viral video penari Joged Bumbung yang tidak senonoh, sebagaimana yang beredar melalui akun instagram bernama aryulangun. Padahal beberapa tahun terakhir Pemprov Bali telah mengerahkan berbagai cara menghentikan perusakan terhadap budaya ini.
Dinas Kebudayaan (Disbud) Provinsi Bali sedang mengkaji upaya membawa ke ranah hukum para penari Joged Bumbung yang beratraksi tidak sesuai pakem bahkan mengarah ke pornografi alias ‘joged jaruh’.
Kepala Disbud Bali I Gede Arya Sugiartha menyampaikan hal ini setelah kembali viral video penari Joged Bumbung yang tidak senonoh, sebagaimana yang beredar melalui akun instagram bernama aryulangun. Padahal beberapa tahun terakhir Pemprov Bali telah mengerahkan berbagai cara menghentikan perusakan terhadap budaya ini.
“Upaya persuasif dan normatif sudah kita lakukan sejak dulu. Bersama Paiketan Krama Bali sekarang kita sedang mengkaji satu cara yang paling mungkin memberantas itu dengan bawa ke ranah hukum,” kata Sugiartha di Denpasar, Sabtu (16/3).
Foto: Kadisbud Bali I Gede Arya Sugiartha. -SURYADI
Diketahui kembali beredar video penari Joged Bumbung yang memperlihatkan seorang perempuan lengkap dengan atribut sakral menari dengan gerakan pornografi yang di luar pakem Bali, video tersebut beredar lewat Instagram seseorang bernama aryulangun.
Sugiartha mengakui belum tahu asal video tersebut, namun semua bisa ditelusuri karena selama ini setiap ditemukan video terkait, pemerintah daerah kerap dibantu kepolisian untuk mencari penari di dalam video.
Beberapa kali Sugiartha dan timnya menemukan identitas penari, tetapi mereka kerap beralasan melakukan tindakan tersebut demi kebutuhan ekonomi.
Foto: Tangkapan layar joged jaruh. -IST
“Ada satu anak SMA dia diantar menari oleh orangtuanya, jadi orangtuanya sudah mengizinkan. Ada juga yang diantar pacarnya, ada janda yang menghidupi anak sendiri. Kita kehabisan akal kalau soal ini,” ujar Sugiartha.
Pemprov Bali menyayangkan kondisi tersebut, namun tak membenarkan para penari merusak budaya Bali dengan tarian yang mengandung unsur pornografi.
Kondisi ini dinilai dapat merugikan seniman lainnya, apalagi jumlah penari tidak senonoh tersebut tidak banyak jika dibandingkan dengan penari Bali yang beratraksi sesuai pakem.
Sebelumnya mereka telah mengumpulkan kelompok penari Joged Bumbung untuk diedukasi, mengumpulkan pemimpin adat untuk mengantisipasi jika ada pementasan yang tidak sesuai, namun akhirnya kejadian yang sama ditemukan lagi.
“Selama ini ranah hukum kan yang belum pernah, jadi apakah itu termasuk pelanggaran hukum atau tidak, itu kita kaji. Namun, kan Undang-undang Pornografi itu Bali menolak, nanti kalau bisa kan bisa polisi mengambil penarinya ditaruh di sel beberapa hari,” tutur Sugiartha, birokrat asal Desa Pujungan, Kecamatan Pupuan, Tabanan.
Menurutnya payung hukum dalam menindak yang saat ini paling penting, lantaran kepolisian tidak dapat sembarang menangani meskipun masyarakat Bali sudah gerah dengan oknum-oknum penari tidak senonoh.
Untuk itu, pemerintah daerah mencoba mendalami dari segi hukum, termasuk menelusuri setiap penyebar video yang memanfaatkan momentum untuk mencari uang di dunia maya.
Mantan Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar itu ingin berhati-hati dalam menangani kasus ini, karena penari tersebut tetap lah penari Bali, sehingga akan muncul pro dan kontra di masyarakat.
Menurutnya, mereka yang menari Joged Bumbung di luar pakem Bali adalah penari lepas yang tidak tergabung dalam sekaa atau kelompok resmi, lantaran setiap kelompok tari di Bali memiliki sertifikasi dari Disbud Bali.
Dari temuan-temuan sebelumnya, Sugiartha mendengar cerita bahwa para penari tersebut selain mendapat honor dari pemilik kegiatan, juga mendapat uang saweran dari laki-laki yang diajak ‘ngibing’ atau menari bersama.
“Dulu tidak ada tradisi menyawer di joged Bali, sekarang mengikuti konsep sawer dangdut koplo ditiru, itu per malam bisa dapat Rp 2 juta. Mereka menari sudah tidak pakai gamelan tapi sound system, gaya
“Ada satu anak SMA dia diantar menari oleh orangtuanya, jadi orangtuanya sudah mengizinkan. Ada juga yang diantar pacarnya, ada janda yang menghidupi anak sendiri. Kita kehabisan akal kalau soal ini,” ujar Sugiartha.
Pemprov Bali menyayangkan kondisi tersebut, namun tak membenarkan para penari merusak budaya Bali dengan tarian yang mengandung unsur pornografi.
Kondisi ini dinilai dapat merugikan seniman lainnya, apalagi jumlah penari tidak senonoh tersebut tidak banyak jika dibandingkan dengan penari Bali yang beratraksi sesuai pakem.
Sebelumnya mereka telah mengumpulkan kelompok penari Joged Bumbung untuk diedukasi, mengumpulkan pemimpin adat untuk mengantisipasi jika ada pementasan yang tidak sesuai, namun akhirnya kejadian yang sama ditemukan lagi.
“Selama ini ranah hukum kan yang belum pernah, jadi apakah itu termasuk pelanggaran hukum atau tidak, itu kita kaji. Namun, kan Undang-undang Pornografi itu Bali menolak, nanti kalau bisa kan bisa polisi mengambil penarinya ditaruh di sel beberapa hari,” tutur Sugiartha, birokrat asal Desa Pujungan, Kecamatan Pupuan, Tabanan.
Menurutnya payung hukum dalam menindak yang saat ini paling penting, lantaran kepolisian tidak dapat sembarang menangani meskipun masyarakat Bali sudah gerah dengan oknum-oknum penari tidak senonoh.
Untuk itu, pemerintah daerah mencoba mendalami dari segi hukum, termasuk menelusuri setiap penyebar video yang memanfaatkan momentum untuk mencari uang di dunia maya.
Mantan Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar itu ingin berhati-hati dalam menangani kasus ini, karena penari tersebut tetap lah penari Bali, sehingga akan muncul pro dan kontra di masyarakat.
Menurutnya, mereka yang menari Joged Bumbung di luar pakem Bali adalah penari lepas yang tidak tergabung dalam sekaa atau kelompok resmi, lantaran setiap kelompok tari di Bali memiliki sertifikasi dari Disbud Bali.
Dari temuan-temuan sebelumnya, Sugiartha mendengar cerita bahwa para penari tersebut selain mendapat honor dari pemilik kegiatan, juga mendapat uang saweran dari laki-laki yang diajak ‘ngibing’ atau menari bersama.
“Dulu tidak ada tradisi menyawer di joged Bali, sekarang mengikuti konsep sawer dangdut koplo ditiru, itu per malam bisa dapat Rp 2 juta. Mereka menari sudah tidak pakai gamelan tapi sound system, gaya
Komentar