Ogoh-Ogoh Banjar Belulang Kapal Juara 1 se-Badung: Bermain Konstruksi Ekstrem, Habiskan Rp 100 Juta
MANGUPURA, NusaBali.com - Ogoh-ogoh ST Putra Tunggal, Banjar Belulang, Desa Adat Kapal, Kecamatan Mengwi, Badung yang bertajuk Bhuta Enjek Pupu berhasil menjadi yang terbaik dari yang terbaik di Gumi Keris.
Dalam gelaran lomba ogoh-ogoh se-Kabupaten Badung, ST Putra Tunggal (STPT) cukup mengejutkan berakhir di posisi puncak. Sebab, hasil penilaian Zona 4 menempatkan mereka di posisi ketiga setelah wakil Desa Adat Lukluk dan Munggu.
Ogoh-ogoh Bhuta Enjek Pupu yang digarap STPT menawarkan paket komplet untuk dewan juri. Ogoh-ogoh berdiamensi 4×4 meter ini menonjolkan konstruksi yang ekstem, kekhasan anatomi, dan membawa sentuhan teknologi mekanis.
"Kami terinspirasi dari rekan-rekan di Badung selatan yang suka bermain di konstruksi. Begitu juga, ide rekan-rekan di Denpasar. Kami berkolaborasi dan inovasikan untuk membikin sesuatu yang berbeda dari yang pernah kami bikin sebelumnya," ujar Ketua STPT I Ketut Gede Hary Sugiada, 22, ditemui Minggu (17/3/2024).
Meski tidak ada lomba tingkat Provinsi Bali, STPT menyeriusi penggarapan ogoh-ogoh ini. Mereka meminta wejangan Jero Bendesa Adat Kapal I Ketut Sudarsana yang dikenal sebagai penekun lontar. Tujuannya, mencari basis sastra Bhuta Enjek Pupu.
Bhuta yang bertugas merusak hasil bertani para petani tamak ini dijelaskan dalam Lontar Putru Tawur dan Kala Maya Tatwa. Berdasarkan penjelasan lontar, 'Enjek Pupu' bermakna menginjak hasil panen. Bhuta ini bakal menghukum para petani yang curang dan tamak dalam menggarap lahan.
"Kami gambarkan Bhuta Enjek Pupu yang lahir dari pertemuan Dewi Durga dan Sang Kala Ludra berbadan manusia, bersayap, dan berupa menyeramkan muncul di hadapan petani manggis tamak. Petani manggis karena di daerah kami saat ini sedang musim manggis," tutur Hary Sugiada ketika ditemui di Balai Banjar Adat Belulang, Kapal.
Pada visual utuh ogoh-ogoh, petani manggis menjadi figur fondasi yang sedang memikul dua keranjang manggis dengan bambu dan membawa sabit di tangannya. Petani ini dikejutkan dengan kemunculan Bhuta Enjek Pupu di atasnya hingga bambu pemikul patah. Hasil panen yang dipikul pun tumpah.
Ekstremnya, visual buah manggis yang jatuh dari keranjang dan bambu patah pemikul keranjang ini dijadikan struktur bawah ogoh-ogoh. Lantas, bertengger tumit kaki si petani di atas bambu yang patah. Kemudian, jari kaki kelingking Bhuta Enjek Pupu bertengger, menyentuh bilah sabit yang hampir terlepas dari tangan si petani.
"Konstruksi ini kami rancang dengan titik beban di kiri ogoh-ogoh. Materialnya besi tabung setebal 6 centimeter. Khusus yang menghubungkan petani dan Bhuta Enjek Pupu, di bagian sabitnya itu kami pakai besi batangan. Semuanya disolder dengan bahan las khusus agar lebih kuat," ungkap Hary Sugiada.
Selain konstuksi yang ekstrem, ogoh-ogoh untuk Tahun Baru Saka 1946 di tahun 2024 ini mempertahankan ciri khas tekstur dan detail anatomi ogoh-ogoh Sang Kala Bajang Bukal. Ogoh-ogoh STPT dari Tahun Baru Saka 1945 ini sempat viral namun hanya berhasil berakhir di posisi dua se-Badung.
Dikatakan, Sang Kala Bajang Bukal kalah dari segi teknologi dari jawara tahun lalu. Oleh karena itu, kali ini Bhuta Enjek Pupu membawa dua teknologi mekanis di dalam panggung dan di perut Bhuta untuk menggerakkan keseluruhan ogoh-ogoh dan menggerakkan kepala, serta mengepakkan sayap Bhuta Enjek Pupu.
"Kami yakini keberhasilan ogoh-ogoh Bhuta Enjek Pupu ini imbas taksu Sang Kala Bajang Bukal. Karena ada banyak kejadian niskala dari Bajang Bukal; bisa naik sendiri dari basement ke balai banjar. Restu pembuatannya dari Pura Dalem Padonan, Kapal dan dewasanya masuk untuk pengerjaan sakala niskala tahun lalu," jelas Hary Sugiada.
Atas pencapaian tertinggi ini, Hary Sugiada yang juga alumus SMAN 1 Mengwi ini mengaku di luar ekspektasi. Sebab, peringkat yang menurun di tingkat Zona 4 dari tahun sebelumnya dianggap jadi pertanda yang mengecewakan.
"Kerja payah selama Desember-Februari ini terbayarkan dan antusiasme anggota juga luar biasa merayakan pencapaian kami. Cuman, kalau pemunguman juara itu sebelum pangerupukan akan ada kebanggaan saat mengarak ogoh-ogoh yang sudah juara," ucap Hary Sugiada.
Total biaya yang sudah dihabiskan STPT selama menggarap Bhuta Enjek Pupu sebesar Rp 100 juta. Sejumlah Rp 20 juta dari Pemkab Badung dan Rp 80 juta dari kas dan donasi. Biaya konsumsi menghabiskan Rp 10 juta, Rp 90 juta untuk penggarapan.
Sementara itu, hadiah dana yang disiapkan Pemkab Badung untuk Juara 1 tingkat kabupaten senilai Rp 50 juta. Namun, STPT enggan hitung-hitungan soal ketimpangan penghabisan dan pemasukan dari hadiah.
"Siapa pun yang menang, mari saling menghargai, mengkoreksi diri, jangan saling menjelekkan," pungkas Hary Sugiada merespons komentar sekaa teruna/yowana di Badung terhadap pengumuman juara ogoh-ogoh di akun Instagram Dinas Kebudayaan. *rat
Ogoh-ogoh Bhuta Enjek Pupu yang digarap STPT menawarkan paket komplet untuk dewan juri. Ogoh-ogoh berdiamensi 4×4 meter ini menonjolkan konstruksi yang ekstem, kekhasan anatomi, dan membawa sentuhan teknologi mekanis.
"Kami terinspirasi dari rekan-rekan di Badung selatan yang suka bermain di konstruksi. Begitu juga, ide rekan-rekan di Denpasar. Kami berkolaborasi dan inovasikan untuk membikin sesuatu yang berbeda dari yang pernah kami bikin sebelumnya," ujar Ketua STPT I Ketut Gede Hary Sugiada, 22, ditemui Minggu (17/3/2024).
Meski tidak ada lomba tingkat Provinsi Bali, STPT menyeriusi penggarapan ogoh-ogoh ini. Mereka meminta wejangan Jero Bendesa Adat Kapal I Ketut Sudarsana yang dikenal sebagai penekun lontar. Tujuannya, mencari basis sastra Bhuta Enjek Pupu.
Bhuta yang bertugas merusak hasil bertani para petani tamak ini dijelaskan dalam Lontar Putru Tawur dan Kala Maya Tatwa. Berdasarkan penjelasan lontar, 'Enjek Pupu' bermakna menginjak hasil panen. Bhuta ini bakal menghukum para petani yang curang dan tamak dalam menggarap lahan.
"Kami gambarkan Bhuta Enjek Pupu yang lahir dari pertemuan Dewi Durga dan Sang Kala Ludra berbadan manusia, bersayap, dan berupa menyeramkan muncul di hadapan petani manggis tamak. Petani manggis karena di daerah kami saat ini sedang musim manggis," tutur Hary Sugiada ketika ditemui di Balai Banjar Adat Belulang, Kapal.
Pada visual utuh ogoh-ogoh, petani manggis menjadi figur fondasi yang sedang memikul dua keranjang manggis dengan bambu dan membawa sabit di tangannya. Petani ini dikejutkan dengan kemunculan Bhuta Enjek Pupu di atasnya hingga bambu pemikul patah. Hasil panen yang dipikul pun tumpah.
Ekstremnya, visual buah manggis yang jatuh dari keranjang dan bambu patah pemikul keranjang ini dijadikan struktur bawah ogoh-ogoh. Lantas, bertengger tumit kaki si petani di atas bambu yang patah. Kemudian, jari kaki kelingking Bhuta Enjek Pupu bertengger, menyentuh bilah sabit yang hampir terlepas dari tangan si petani.
"Konstruksi ini kami rancang dengan titik beban di kiri ogoh-ogoh. Materialnya besi tabung setebal 6 centimeter. Khusus yang menghubungkan petani dan Bhuta Enjek Pupu, di bagian sabitnya itu kami pakai besi batangan. Semuanya disolder dengan bahan las khusus agar lebih kuat," ungkap Hary Sugiada.
Selain konstuksi yang ekstrem, ogoh-ogoh untuk Tahun Baru Saka 1946 di tahun 2024 ini mempertahankan ciri khas tekstur dan detail anatomi ogoh-ogoh Sang Kala Bajang Bukal. Ogoh-ogoh STPT dari Tahun Baru Saka 1945 ini sempat viral namun hanya berhasil berakhir di posisi dua se-Badung.
Dikatakan, Sang Kala Bajang Bukal kalah dari segi teknologi dari jawara tahun lalu. Oleh karena itu, kali ini Bhuta Enjek Pupu membawa dua teknologi mekanis di dalam panggung dan di perut Bhuta untuk menggerakkan keseluruhan ogoh-ogoh dan menggerakkan kepala, serta mengepakkan sayap Bhuta Enjek Pupu.
"Kami yakini keberhasilan ogoh-ogoh Bhuta Enjek Pupu ini imbas taksu Sang Kala Bajang Bukal. Karena ada banyak kejadian niskala dari Bajang Bukal; bisa naik sendiri dari basement ke balai banjar. Restu pembuatannya dari Pura Dalem Padonan, Kapal dan dewasanya masuk untuk pengerjaan sakala niskala tahun lalu," jelas Hary Sugiada.
Atas pencapaian tertinggi ini, Hary Sugiada yang juga alumus SMAN 1 Mengwi ini mengaku di luar ekspektasi. Sebab, peringkat yang menurun di tingkat Zona 4 dari tahun sebelumnya dianggap jadi pertanda yang mengecewakan.
"Kerja payah selama Desember-Februari ini terbayarkan dan antusiasme anggota juga luar biasa merayakan pencapaian kami. Cuman, kalau pemunguman juara itu sebelum pangerupukan akan ada kebanggaan saat mengarak ogoh-ogoh yang sudah juara," ucap Hary Sugiada.
Total biaya yang sudah dihabiskan STPT selama menggarap Bhuta Enjek Pupu sebesar Rp 100 juta. Sejumlah Rp 20 juta dari Pemkab Badung dan Rp 80 juta dari kas dan donasi. Biaya konsumsi menghabiskan Rp 10 juta, Rp 90 juta untuk penggarapan.
Sementara itu, hadiah dana yang disiapkan Pemkab Badung untuk Juara 1 tingkat kabupaten senilai Rp 50 juta. Namun, STPT enggan hitung-hitungan soal ketimpangan penghabisan dan pemasukan dari hadiah.
"Siapa pun yang menang, mari saling menghargai, mengkoreksi diri, jangan saling menjelekkan," pungkas Hary Sugiada merespons komentar sekaa teruna/yowana di Badung terhadap pengumuman juara ogoh-ogoh di akun Instagram Dinas Kebudayaan. *rat
1
Komentar