KPK Serius Tanggapi Laporan Dugaan Korupsi Izin Usaha Pertambangan
JAKARTA, NusaBali.com - Kasus pencabutan izin usaha pertambangan (IUP) yang diduga dilakukan oleh Menteri Investasi/BKPM, Bahlil Lahadalia, menjadi sorotan serius bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pimpinan KPK telah memberikan instruksi kepada anak buahnya untuk segera menindaklanjuti laporan terkait hal ini.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, menyatakan bahwa pihaknya akan menelaah laporan yang diajukan oleh Jaringan Advokasi Tambang (JATAM). "Pimpinan sudah minta Dumas (Pengaduan Masyarakat) untuk melakukan telaahan atas informasi yang disampaikan masyarakat," ungkap Alexander Marwata, Selasa (19/3/2024).
Laporan yang disampaikan oleh JATAM terhadap Menteri Bahlil Lahadalia terkait dugaan korupsi dalam proses pencabutan izin usaha tambang mendapat apresiasi dari KPK. JATAM mempertanyakan keputusan pencabutan izin yang diduga merugikan ekonomi negara.
Ali Fikri, Juru Bicara KPK, menegaskan bahwa setiap laporan yang diterima merupakan bagian dari peran masyarakat. Dia menyatakan bahwa laporan dari JATAM akan ditindaklanjuti sesuai dengan prosedur pengaduan yang berlaku.
Komunikasi intensif antara KPK dan JATAM diakui sebagai langkah penting dalam proses ini.
Meskipun proses pengaduan membutuhkan waktu yang cukup lama, setidaknya 30 hari kerja untuk memproses laporan tersebut, KPK akan melakukan evaluasi terhadap data dan informasi yang ada.
"Ada komunikasi dan koordinasi terus-menerus untuk melengkapi data, yang awalnya sudah diserahkan. Makanya, kalau ada laporan ke KPK, harus disertai dengan data awal," kata Ali Fikri kepada awak media, Selasa (19/3/2024).
"Namun, hal ini tidak berarti bahwa KPK diam setelah menerima laporan. Sebaliknya, KPK akan melakukan proses evaluasi terhadap data dan informasi yang ada," imbuhnya.
Sementara itu jika bukti yang dilayangkan tidak mencukupi, pihak pelapor akan diberitahu secara transparan oleh KPK. “Ini merupakan bagian dari komitmen KPK untuk menjalankan proses yang jujur dan terbuka,” ujar Ali Fikri.
Sebelumnya persoalan IUT ini dikupas oleh Majalah Tempo dalam laporan utama yang berjudul ‘Main Upeti Izin Tambang’ yang terbit pada edisi 4-10 Maret 2024.
Atas pemberitaan ini, Bahlil mengadukan Tempo ke Dewan Pers. Hasilnya, Dewan Pers menyatakan Tempo bersalah melanggar Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik karena tidak akurat.
Dewan Pers meminta Tempo melayangkan surat permohonan maaf dan melayani hak jawab Bahlil lantaran pemberitaan soal izin tambang yang mengaitkan Bahlil tidak sesuai fakta.
Bahkan Bahlil pada Selasa (19/3/2024), juga mendatangi Bareskrim Polri untuk melaporkan dugaan pencatutan nama dirinya terkait izin tambang yang diberitakan oleh Majalah Tempo.
"Saya datang ke Bareskrim Polri untuk memenuhi komitmen saya dalam rangka meluruskan berita yang terindikasi bahwa di kementerian saya ada yang mencatut nama saya lewat proses perizinan pemulihan IUP," kata Bahlil.
Bahlil mengaku merasa dirugikan nama baiknya dengan adanya pemberitaan tersebut. "Jadi, saya minta untuk dilakukan proses secara hukum. Transparan saja, jadi sebagai bentuk kebijakan dan keseriusan saya dalam proaktif untuk melakukan proses apa yang diberitakan kemarin di Tempo," katanya.
"Tapi, saya tidak mengadu Tempo-nya ya, tidak. Saya mengadu adalah orang-orang yang mencatut nama baik saya untuk meminta sesuatu," ujar Bahlil menambahkan.
Dia juga menyampaikan bahwa laporan ke Bareskrim Polri ini sekaligus untuk meluruskan informasi yang diberitakan oleh Tempo yang dinyatakan tidak sesuai fakta.
"Jadi, biar tidak ada informasi simpang siur. Harus kita luruskan informasi ini," ucapnya.
Namun ketika dimintai tanggapan soal laporan terhadap dirinya ke KPK, Bahlil menyatakan tidak mengetahuinya. "Oh saya nggak tahu, saya nggak tahu, saya belum tahu," elak Bahlil. *ant
1
Komentar