Ganjar-Mahfud Gugat Hasil Pilpres
JAKARTA, NusaBali - Calon Presiden (Capres) nomor urut 3, Ganjar Pranowo mengatakan akan menggugat hasil Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengungkap kecurangan dari tahap awal sampai akhir proses penyelenggaraan Pemilu. Menurut Ganjar, pengajuan gugatan ke MK tidak hanya terkait hasil rekapitulasi suara Pemilu 2024 yang telah diumumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI. Melainkan juga keseluruhan proses penyelenggaraan Pemilu.
"Kami akan ke MK untuk mengungkap apa yang terjadi dari awal sampai akhir. Karena hanya MK yang bisa mengadili apa yang terjadi dalam Pemilu 2024," kata Ganjar dalam keterangan tertulisnya, Kamis (21/3). Selain untuk mengungkap kecurangan, gugatan ke MK juga dimaksudkan untuk mengawal demokrasi dan penegakan hukum agar berjalan sesuai cita-cita reformasi.
"Harapan kita, MK bisa mengadili bukan hanya hasil pemilu tapi prosesnya juga. Maka inilah yang harus dibuka semuanya," ungkap Ganjar. Ganjar menyampaikan, TPN Ganjar-Mahfud sudah mengumpulkan bukti-bukti dan saksi-saksi yang mengonfirmasi bahwa kecurangan secara sistematis dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 benar-benar terjadi.
Capres berambut putih ini berharap, akan ada saksi ahli dan pakar yang dapat dihadirkan MK dalam persidangan, sehingga akan mengungkap cerita mengenai kecurangan di lapangan untuk membuka mata masyarakat. Ketika ditanya apakah TPN Ganjar-Mahfud berkoordinasi dengan paslon nomor urut 1, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar terkait gugatan ke MK, Ganjar mengatakan masing-masing punya catatan yang nanti bisa terungkap di persidangan.
"Apakah dalam persidangan ada kesamaan dan sebagainya, kita lihat nanti. Kami ingin semua berjalan fair, tidak ada agenda-agenda lain atau kolaborasi. Kami hanya ingin mendudukkan saja proses ini dengan baik. Apapun keputusannya kita akan legowo," ungkap Ganjar.
Gubernur Jawa Tengah dua periode (2013-2018 dan 2018-2023) ini menambahkan TPN Ganjar-Mahfud telah melaporkan setidaknya 116 pelanggaran atau kecurangan Pemilu kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Namun, laporan tersebut ditindaklanjuti dengan gugatan ke MK karena dapat merangkum semua proses tahapan Pemilu 2024.
"Kita tindaklanjut, karena satu-satunya lembaga yang bisa kita harapkan mengadili dengan fair, ya MK. Jadi bukan kenapa baru sekarang mengajukan gugatan, tapi waktunya baru boleh sekarang setelah ada pengumuman resmi dari KPU," tutur Ganjar.
Sementara Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 3, Mahfud MD mengatakan gugatan terhadap hasil Pemilu 2024 ke MK bertujuan untuk menyehatkan demokrasi Indonesia. Mahfud menjelaskan, paslon nomor urut 3 berkomitmen mewariskan demokrasi sehat kepada generasi yang akan datang, dan tidak membiarkan terjadinya perusakan demokrasi dan hukum. "Kalau demokrasi dan hukum dirusak, nanti terjadi lagi di masa datang. Kalau mau bernego, membagi kekuasaan dengan yang punya duit, ya itulah. Lalu, orang biasa yang hebat-hebat itu tidak bisa tampil untuk ikut mengurus negara," kata Mahfud. Oleh sebab itu, lanjutnya, gugatan yang diajukan paslon nomor urut 3 ke MK, bukan mencari menang atau kalah dalam pemilu tapi melampaui itu, yakni demi masa depan demokrasi Indonesia.
"Gugatan yang diajukan ke MK bukan mencari menang, tapi beyond election, masa depan. Bukan sekadar untuk pemilu hari ini. Tapi masa depan ratusan tahun yang akan datang, demokrasi kita harus sehat," ucap Mahfud. Mahfud menjelaskan, pengungkapan berbagai pelanggaran dan kecurangan dalam Pemilu 2024 harus dilakukan di semua lini hukum, baik di MK maupun melalui hak angket di DPR. Mahfud meyakini, MK akan menjalankan peran untuk menegakkan hukum dan bukan bertindak sebagai mahkamah kalkulator, yang hanya fokus pada selisih perolehan suara dalam Pemilu 2024.
Menurut dia, MK yang memiliki wewenang untuk menyelidiki permohonan atau gugatan terhadap hasil pemilu. Meski demikian, berdasarkan pengalaman sudah berkali-kali MK membuktikan bukan mahkamah kalkulator. "Saya kira putusan tahun 2008 yang pertama itu menunjukkan MK bukan mahkamah kalkulator dan seterusnya sampai ada istilah TSM (terstruktur, sistematis, dan massif) itu masuk dalam putusan hukum MK. Sebelum itu tidak ada. Artinya, MK bukan sekadar mahkamah kalkulator," ungkap Mahfud. 7 k22
1
Komentar