Jumlah Srikandi Anjlok di DPRD Buleleng
Kalah Saing Ambil Hati Pemilih hingga Modal Politik Minim
SINGARAJA, NusaBali - Hasil Pemilu 2024 mengandung banyak kejutan. Sejumlah caleg incumbent pun harus legowo menerima kekalahan. Tidak terkecuali caleg perempuan di Buleleng yang mencalonkan diri untuk merebut kursi DPRD Buleleng. Dari total 45 kursi DPRD Buleleng caleg perempuan yang berhasil lolos hanya 5 orang atau 11,11 persen.
Sebelumnya DPRD Buleleng memiliki 8 anggota perempuan. Empat orang dari PDIP, dua orang dari NasDem, satu orang masing-masing dari Gerindra dan Demokrat. Lalu pada Pemilu 2024, caleg incumbent yang berhasil lolos kembali hanya 4 orang, yakni Kadek Turkini dan Ni Made Lilik Nurmiasih dari PDIP, Luh Marleni dari Partai Gerindra dan Made Putri Nareni dari Partai NasDem. Empat caleg incumbent lainnya terpental, yakni Luh Sri Seniwi (PDIP), Ni Luh Sri Sama (PDIP), Ni Ketut Windrawati (NasDem) dan Luh Hesti Ranitasari (Demokrat). Namun satu caleg perempuan pendatang baru (new comer) dari Partai Golkar Ni Wayan Parlina Dewi berhasil lolos menambah satu kursi untuk perwakilan perempuan.
Salah satu caleg incumbent yang lolos kembali Kadek Turkini dihubungi, Kamis (21/3) mengakui pertarungan mengumpulkan suara pada Pemilu Legislatif (Pileg) 2024 sangat berat, jika dibandingkan Pemilu 2019 lalu. Meskipun Turkini yang bertarung di dapil 1 Kecamatan Buleleng pada pemilu kemarin berhasil mengumpulkan 6.643 suara sah.
Menurutnya, pemberlakuan keterwakilan perempuan yang sudah diatur dalam PKPU sebesar 30 persen, belum berpengaruh besar pada hasil akhirnya. “Perempuan di politik masih menemui banyak sekali kendala. Dari kebijakan afirmasi misalnya, sejauh ini masih dipahami partai sebatas aspek administrasi untuk memenuhi kebutuhan undang-undang. Regulasi penentuan nomor urut dan pergerakan perempuan juga belum kuat,” terang Srikandi PDIP asal Desa Kalibukbuk, Kecamatan/Kabupaten Buleleng ini. Dia juga menyebut ada beberapa hal yang juga membuat caleg perempuan kalah saing dalam pemilihan umum dari caleg laki-laki. Sistem patriarki yang sangat kental di Bali disebut Turkini merugikan caleg perempuan.
Stigma perempuan yang lekat dengan urusan dapur dan rumah tangga, relatif membatasi perkembangan karier di politik. “Sistem patriarki di Bali juga berpengaruh pada kepercayaan masyarakat pada caleg perempuan. Kadang kemampuan kami masih diragukan. Walaupun satu sisi memang tidak bisa dipungkiri kemampuan politik kader perempuan belum optimal diberikan oleh parpol,” imbuh dia.
Persoalan krusial lainnya yang diungkap Turkini soal minimnya modal politik yang dimiliki kader perempuan. Turkini menyebut politik tidak cukup hanya kemampuan intelektual. Tetapi juga perlu modal finansial yang rata-rata caleg perempuan masih lemah sekali. Sehingga caleg perempuan perlu dukungan penuh dari parpol pengusung dan juga pemerintah.
Meski jumlah anggota DPRD perempuan berkurang, Turkini dan caleg terpilih lainnya tetap akan berjuang dan berkomitmen menyuarakan hak-hak perempuan. Sementara itu Ketua DPRD Buleleng, Gede Supriatna dikonfirmasi terpisah mengatakan merosotnya jumlah keterwakilan perempuan di DPRD Buleleng salah satu dampak sistem proporsional terbuka. Sistem ini membuat pertarungan bebas seluruh kader dan caleg.
Pertarungan bebas ini disebut Supriatna merugikan caleg perempuan dengan keterbatasan ruang gerak, waktu, kemampuan dan juga modal finansialnya. “Ini menjadi pemikiran kita bersama untuk mencarikan solusi, agar ke depan teman-teman kader perempuan bisa mengimbangi caleg laki-laki,” ungkap Supriatna. 7 k23
1
Komentar