Jadi Sulinggih Pertama Generasi VIII Geria Gede Karang Tampakgangsul
Pensiunan Dokter Fungsional RSUD Wangaya Denpasar, dr Ida Bagus Putera Jalani Diksa Dwijati
Setelah melepas status walaka dr Ida Bagus Putera kini menyandang gelar Ida Pedanda Gede Putera Karang dan sang istri bergelar Ida Pedanda Istri Agung
DENPASAR, NusaBali
Dari pelayan kesehatan bertransformasi menjadi pelayan umat. Begitulah ringkasan perjalanan hidup yang tidak direncanakan oleh seorang pensiunan dokter fungsional RSUD Wangaya, dr Ida Bagus Putera,68. Bersama sang istri Ir Anak Agung Ayu Angendari,64, dr Putera memantapkan diri menjadi seorang wiku seperti titah leluhurnya Ida Danghyang Dwijendra. Keduanya menjalani Diksa Dwijati pada Redite Kliwon Pujut, bertepatan Purnama Sasih Kadasa, Minggu (24/3).
Setelah melepas status walaka dengan bimbingan Guru Nabe, Ida Pedanda Istri Anom Keniten dari Geria Dawan Kelod, Klungkung, dr Putera menyandang gelar Ida Pedanda Gede Putera Karang dan sang istri bergelar Ida Pedanda Istri Agung. Ida Pedanda Putera adalah anak kedua dari sembilan bersaudara. Ia sekaligus putra tertua pasangan Ida Bagus Pemecutan dan Ida Ayu Sasih dari Geria Gede Karang, Banjar Tampakgangsul, Desa Dangin Puri Kauh, Desa Adat Denpasar, Kota Denpasar.
Wiku kelahiran Denpasar, 14 September 1955 ini menjadi sulinggih pertama di generasinya, yakni generasi VIII Geria Gede Karang. Katanya, hampir di setiap generasi Geria Brahmana Keniten ini tidak pernah absen memiliki seorang sulinggih. Ida Pedanda Putera merupakan lulusan Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana (FK Unud) pada tahun 1983. Setahun berikutnya, ia mulai bertugas perdana di RSUD Klungkung. Pada 1997, ia pindah tugas ke kampung halamannya, RSUD Wangaya Denpasar.
"Jadi dokter sebenarnya bukan cita-cita saya. Saat itu, ikut-ikutan teman testing kedokteran dan teknik. Keduanya lulus, bingung, akhirnya diputuskan orangtua untuk masuk kedokteran. Nah, di RSUD Wangaya, saya bertugas sampai pensiun tahun 2015," ujar Ida Pedanda Putera ketika ditemui di Geria Gede Karang, Jalan Werkudara Nomor 3, Denpasar, Senin (25/3) petang.
Kata Ida Pedanda Putera, jalan hidup menjadi seorang sulinggih ini tidak direncanakan melainkan karena hati nurani. Sekira tahun 2008 silam, wiku berpostur jangkung ini menemukan warisan lontar Geria Gede Karang. Lontar kadiatmikan, tatwa, wariga dan lain-lain itu tidak terurus dan sudah berlubang dimakan rayap.
Merasa tersayat hatinya melihat lontar-lontar leluhur tidak terurus, Ida Pedanda Putera yang kala itu masih walaka dan masih berpraktik dokter menyalin isi lontar ke media digital. Isi 110 cakep lontar itu disalin ke komputer menggunakan aplikasi Bali Simbar dan kini sudah dibukukan. Menyelam sambil minum air. Sembari 'menyelamatkan' rahasia semesta di dalam lontar, isi lontar itu mengisi citta (pikiran) Ida Pedanda Putera dan secara tidak langsung ia menyelami ilmu di dalamnya. Lama kebiasaan ini berjalan dan selama itu pula jalan menjadi sulinggih semakin gamblang.
"Kasihan lontar itu tidak ada yang baca juga dan sudah bolong-bolong. Dari proses itu, saya berpikir sepertinya saya harus begini (menjadi sulinggih)," imbuh Ida Pedanda Putera. Kulminasinya adalah tiga bulan lalu, Ida Pedanda Putera mengumpulkan sanak saudara dan kerabat. Ia juga berkonsultasi ke sulinggih generasi VI dan VII Geria Gede Karang. Bahwa, ia telah memantapkan diri untuk melepas status walaka dan 'terlahir' untuk kedua kalinya sebagai sulinggih. "Pertama karena sudah pensiun. Kedua, karena saya sendiri warih (keturunan) dari peletak tatanan Hindu Bali, Ida Dang Hyang Dwijendra, bersama Dang Hyang Astapaka. Menjalankan titah Beliau bahwa semua pratisentana Ida menjadi wiku, menjalankan kawikuan," tutur Ida Pedanda Putera.
Di samping itu, Ida Pedanda Putera saat masih walaka sudah biasa melayani masyarakat di bidang kesehatan sebagai seorang dokter. Kini, ia ingin melayani masyarakat dalam hal keagamaan meskipun saat walaka ia juga sudah aktif ngayah nyangging untuk masyarakat. "Sebagai istri, saya mendukung penuh jalan yang Beliau ambil," ucap Ida Pedanda Istri ketika ditanya responsnya atas keputusan sang suami menjadi sulinggih.
Wiku istri kelahiran 12 Januari 1960 ini adalah seorang ibu rumah tangga saat masih walaka. Ida Pedanda Istri asal Puri Den Pasar, Bangli ini memilih tidak bekerja dan fokus mengurus dua putra dan satu putrinya, yakni dr IB Gede Putera Parama Wedya SpOG, dr IA Nanda Dwijayanthi SpPD, dan dr IB Gede Putera Brahmansa.
Meski sudah resmi menjadi sulinggih, Ida Pedanda Putera tetap rendah hati bahwa sebagai sulinggih yang sedang belajar banyak hal yang perlu dimatangkan. Katanya, ia bakal secara bertahap mematangkan tatanan Panca Yadnya. "Saya belajarnya (kesulinggihan) setelah pensiun (dokter), sudah pasti tidak sesempurna beliau-beliau yang dari awal sudah belajar keagamaan Hindu Bali," ungkap Ida Pedanda Putera.
Sejak menyandang status wiku pada Minggu, Ida Pedanda Putera akan mulai menjalankan kewajiban dasar seorang sulinggih, yakni Nyurya Sewana dan Ngastawa Tirtha menjelang matahari terbit. "Setelah ngalinggihang Weda, boleh melayani umat (muput) kalau sudah bisa. Ngalinggihang Weda ini misalkan mulai awal melaksanakan Nyurya Sewana. Sebelum itu, belajar hafalan (mantra) kemudian tampil secara resmi di merajan (untuk Nyurya Sewana)," tandas Ida Pedanda Putera. 7 ol1
Komentar