Syarat Gelar Pahlawan Nasional Dilengkapi
Seminar Nasional Bedah Sepak Terjang Kapten Anom Mudita
BANGLI, NusaBali - Dukungan agar Anak Agung Gede Anom Mudita (Kapten Anom Mudita) ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional terus bergulir. Sejumlah tokoh, elemen masyarakat mendukung Pemkab Bangli dan Provinsi Bali mengusulkan agar Kapten Anom Mudita menjadi Pahlawan Nasional terus disuarakan agar dipahami dan diteladani generasi muda.
“Kami mendukung usaha dari Pemerintah Kabupaten Bangli, Provinsi Bali untuk mengusulkan Anak Agung Gede Anom Mudita menjadi Pahlawan Nasional sehingga nilai-nilai perjuangan beliau bisa dipraktekkan, dipahami dan diteladani oleh generasi muda dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” ujar Kepala Museum dan Cagar Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi yang diwakili oleh Ketua Tim Museum dan Galeri, Drs Pustanto dalam Seminar Nasional Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional Kapten Anak Agung Gede Anom Mudita di Gedung BMB (Bukthi Mukti Bakti) Bangli, Selasa (26/3).
Seminar menghadirkan narasumber Prof Dr Anak Agung Bagus Wirawan dari Universitas Udayana dan I Gusti Bagus Saputra sekaligus sebagai Ketua DPD LVRI Provinsi Bali. Hadir pula Forkopimda Kabupaten Bangli, Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Bali, pimpin OPD, Camat Bangli, pimpinan BUMD Kabupaten Bangli, Ketua DPC LVRI Kabupaten/Kota se- Bali, Ketua IKPB Provinsi Bali, Ketua DPD serta DPC PPM se- Bali, Ketua DPP serta DPD AGSI se- Indonesia, para tokoh Puri beserta ahli waris.
Pustanto yang mengikuti seminar secara daring, mengatakan bahwa Kapten Mudita merupakan tokoh terdidik yang tercerahkan. Dengan beragam pendidikan yang dimiliki olehnya, menjadikannya piawai dalam memimpin perjuangan dan memobilisasi masyarakat untuk berjuang bersama. Kecakapan yang sangat komplit ini menjadi dasar pengangkatannya sebagai pemimpin Badan Keamanan Rakyat dan Tentara Keamanan Rakyat yang mengkoordinasi perang Gerilya untuk wilayah Bali Timur, yang mencangkup Bangli, Gianyar, Klungkung dan Karangasem.
Kata Pustanto, setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi seorang Pahlawan, namun belum tentu setiap orang dapat melakukan tindakan serta memiliki jiwa kepahlawanan. “Perlu diingat bahwasannya Pahlawan sejati tidak akan pernah meminta, akan tetapi justru selalu memberi,” ujar Pustanto.
Ditegaskan Pustanto, Gelar Kepahlawanan tidak pernah diminta oleh yang bersangkutan melainkan diberikan oleh orang lain. Sejak Tahun 2009 Pemerintah telah mengatur regulasi resmi mengenai pahlawan melalui UU Nomor 20 Tahun 2009 tentang gelar, tanda jasa dan tanda kehormatan. UU ini mengatur gelar kepahlawanan secara formal termasuk gelar Pahlawan Nasional. Yang dimaksud Pahlawan Nasional adalah gelar yang diberikan kepada warga negara Indonesia, atau seseorang yang berjuang melawan penjajahan atau wilayah yang sekarang menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang gugur atau meninggal, demi membela Bangsa dan Negara atau yang semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan atau mencapai prestasi maupun karya luar biasa bagi pembangunan. “Oleh karena itu untuk menghidupkan potret kehidupan serta manfaat dari tokoh-tokoh yang berperan dalam pembentukan Negara dan Bangsa sepatutnya tetap dijaga dan dihidupkan kembali hingga melintasi zaman sekarang ini,” ujar Pustanto.
Dalam seminar kemarin terungkap sejarah perjuangan kemerdekaan telah mencatat seorang Kapten Anom Mudita sebagai Ksatria dari Puri Agung Bangli yang sudah diakui oleh masyarakat Bali sebagai patriot sejati. Sepak terjangnya merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia telah terbukti ditakuti oleh musuh.
Kedatangan tentara Sekutu yang menggandeng tentara NICA (Netherland-Indies Civil Administration) ingin kembali menguasai Indonesia, membuat Kapten Anom Mudita sembuh dari penyakit yang sempat dideritanya dan bangkit membangun kekuatan dengan gagah berani, berjuang demi tegaknya Ibu Pertiwi. Kapten Anom Mudita akhirnya hadir terdepan di medan tempur memimpin perjuangan para pemuda dan pejuang.
Kapten Anom Mudita mendapat mandat untuk mengkoordinir perjuangan di Wilayah Bali Timur yang meliputi Bangli, Gianyar, Klungkung dan Karangasem. Kapten Anom Mudita mengacaukan pasukan musuh, sehingga membuat NICA marah mengurung dan menyerbu ke markas-markas pejuang. Selanjutnya dalam pertempuran yang terjadi di Desa Penglipuran melawan tentara NICA, Kapten Anom Mudita gugur pada 20 November 1947 dan dengan lantang memekikkan kalimat ‘Merdeka Seratus Persen’ yang menjadi pekik pembakar semangat untuk menggelorakan perjuangan.n esa
1
Komentar