Pamedek IBTK Pura Agung Besakih Diimbau Bawa Sampah Pulang
AMLAPURA, NusaBali.com - Desa Adat Besakih mengimbau pamedek yang habis tangkil ke Pura Agung Besakih serangkaian karya Ida Bhatara Turun Kabeh (IBTK) untuk membawa pulang sampah sisa pamuspan dan prasadam (lungsuran) ke rumah masing-masing
Pada karya IBTK tahun lalu, pamedek sempat bikin geleng-geleng kepala lantaran nyampah di Bencingah Pura Besakih yang masih kawasan suci. Selain itu, akses jalan lintas desa menuju Pura Besakih dijadikan lokasi rehat dan piknik tapi sampahnya ditinggalkan begitu saja.
Fenomena ini membuat masyarakat berang lantaran viral dan ramai dibicarakan di media sosial. Hal ini diharapkan tidak terjadi lagi pada karya IBTK Tahun 2024 ini.
"Kami terus mengedukasi pamedek agar tidak membuang sampah sembarangan, agar canang-canang itu dibawa kembali pulang, dan tidak membuang sampah di jalan," tutur Bendesa Adat Besakih, Jero Mangku Widiartha ketika dihubungi pada Kamis (28/3/2024).
Mangku Widiartha mengajak pamedek untuk bersinergi menjaga kebersihan kawasan suci Pura Agung Besakih. Katanya, menjaga kebersihan turut menjaga kesucian dan taksu kawasan pura di kaki Gunung Agung ini.
Pamedek diajak menjadi umat yang cerdas dan elegan. Sisa piranti pamuspan diminta untuk dibersihkan dan dipindahkan dari lokasi sembahyang. Bila perlu dibawa kembali pulang sebagai pertanda bahwa pamedek sudah tangkil ke Pura Agung Besakih.
"Penumpukan sampah itu biasanya terjadi karena pamedek yang selesai sembahyang, istirahat nunas prasadam, kemudian sampahnya dibuang begitu saja," ungkap Mangku Widiartha.
Prawartaka karya memang tidak menyiapkan tong sampah di segala titik di kawasan suci Pura Besakih. Sebab, kawasan ini memang bukan tempat yang diperuntukkan sebagai lokasi isirahat apalagi piknik.
Di samping itu, minimnya tempat sampah untuk mengurangi pamedek yang meninggalkan sampah di Besakih. Sebab, jika selesai sembahyang kemudian sampah sisa pamuspan dan prasadam di buang di tempat sampah di areal pura, akan sama saja pamedek itu ke Besakih untuk menimbun sampah.
Mangku Widiartha berharap, sampah sisa pamuspan, canang di dalam keben/gebogan, dan prasadam dapat dibawa kembali ke rumah. Sampah yang dominan berupa materi organik ini dapat dipilah dan diolah di rumah. Ini sekaligus sebagai 'oleh-oleh' bahwa telah tangkil ke Pura Agung Besakih.
"Di rumah masing-masing kan memilah sampah dan ada bank sampah juga. Kalau sampah organik (canang/sisa pamuspan) bisa diletakkan di areal rumah. Itu bisa menjadi kompos sekaligus sebagai cihna (bukti) bahwa kita sudah sembahyang ke Besakih," ucapnya.
Selain itu, Desa Adat Besakih juga mengimbau pamedek agar sama sekali tidak menggunakan kantong keresek. Sebab, kata Mangku Widiartha, hampir pasti kantong keresek yang dibawa ke pura tidak akan disimpan dan dibawa kembali pulang.
Pamedek diimbau memakai wadah piranti pamuspan yang bersifat jangka panjang seperti bokoran, sokasi, keben, dan sejenisnya. Selain membantu menjaga keasrian pura dari ancaman sampah plastik, pamedek juga disebut tampak lebih elegan.
Berkaca dari karya IBTK tahun lalu, Desa Adat Besakih mencatat 10 truk sampah dihasilkan per hari ketika jumlah pamedek sedang membludak pada akhir pekan. Harapannya, pada karya tahun ini, pamedek turut berandil mengurangi produksi sampah di Besakih. *rat
Fenomena ini membuat masyarakat berang lantaran viral dan ramai dibicarakan di media sosial. Hal ini diharapkan tidak terjadi lagi pada karya IBTK Tahun 2024 ini.
"Kami terus mengedukasi pamedek agar tidak membuang sampah sembarangan, agar canang-canang itu dibawa kembali pulang, dan tidak membuang sampah di jalan," tutur Bendesa Adat Besakih, Jero Mangku Widiartha ketika dihubungi pada Kamis (28/3/2024).
Mangku Widiartha mengajak pamedek untuk bersinergi menjaga kebersihan kawasan suci Pura Agung Besakih. Katanya, menjaga kebersihan turut menjaga kesucian dan taksu kawasan pura di kaki Gunung Agung ini.
Pamedek diajak menjadi umat yang cerdas dan elegan. Sisa piranti pamuspan diminta untuk dibersihkan dan dipindahkan dari lokasi sembahyang. Bila perlu dibawa kembali pulang sebagai pertanda bahwa pamedek sudah tangkil ke Pura Agung Besakih.
"Penumpukan sampah itu biasanya terjadi karena pamedek yang selesai sembahyang, istirahat nunas prasadam, kemudian sampahnya dibuang begitu saja," ungkap Mangku Widiartha.
Prawartaka karya memang tidak menyiapkan tong sampah di segala titik di kawasan suci Pura Besakih. Sebab, kawasan ini memang bukan tempat yang diperuntukkan sebagai lokasi isirahat apalagi piknik.
Di samping itu, minimnya tempat sampah untuk mengurangi pamedek yang meninggalkan sampah di Besakih. Sebab, jika selesai sembahyang kemudian sampah sisa pamuspan dan prasadam di buang di tempat sampah di areal pura, akan sama saja pamedek itu ke Besakih untuk menimbun sampah.
Mangku Widiartha berharap, sampah sisa pamuspan, canang di dalam keben/gebogan, dan prasadam dapat dibawa kembali ke rumah. Sampah yang dominan berupa materi organik ini dapat dipilah dan diolah di rumah. Ini sekaligus sebagai 'oleh-oleh' bahwa telah tangkil ke Pura Agung Besakih.
"Di rumah masing-masing kan memilah sampah dan ada bank sampah juga. Kalau sampah organik (canang/sisa pamuspan) bisa diletakkan di areal rumah. Itu bisa menjadi kompos sekaligus sebagai cihna (bukti) bahwa kita sudah sembahyang ke Besakih," ucapnya.
Selain itu, Desa Adat Besakih juga mengimbau pamedek agar sama sekali tidak menggunakan kantong keresek. Sebab, kata Mangku Widiartha, hampir pasti kantong keresek yang dibawa ke pura tidak akan disimpan dan dibawa kembali pulang.
Pamedek diimbau memakai wadah piranti pamuspan yang bersifat jangka panjang seperti bokoran, sokasi, keben, dan sejenisnya. Selain membantu menjaga keasrian pura dari ancaman sampah plastik, pamedek juga disebut tampak lebih elegan.
Berkaca dari karya IBTK tahun lalu, Desa Adat Besakih mencatat 10 truk sampah dihasilkan per hari ketika jumlah pamedek sedang membludak pada akhir pekan. Harapannya, pada karya tahun ini, pamedek turut berandil mengurangi produksi sampah di Besakih. *rat
Komentar