nusabali

Genggong Lestari Karena Jiwa Mengabdi

  • www.nusabali.com-genggong-lestari-karena-jiwa-mengabdi

Sekaa Genggong Sanggar Kakul Mas, Banjar Pekandelan, Desa Batuan, Gianyar menampilkan kesenian genggong yang masih lestari hingga kini di Taman Budaya Bali, Minggu (30/7).

DENPASAR, NusaBali

Sanggar Kakul Mas menampilkan Tabuh Genggong dengan dibarengi penampilan tari seperti Tari Panyembrama, Tari Baris Tunggal, lalu dengan Tari pamungkasnya yang berjudul ‘Jenggala dan Daha’.

‘Jenggala dan Daha’, menceritakan tentang kisah cinta antara seorang pangeran dari Jenggala yang menjelma menjadi seekor kodok yang jatuh cinta dengan seorang putri daha yang cantik. Dengan keinginan dan rasa untuk menikahi sang putri, akhirnya pangeran bertapa dan menghadap pada Dewa Wisnu untuk memohon agar dirinya kembali pada wujudnya yang dahulu yaitu manusia. Maka, kembalilah wujud pangeran dari Jenggala tersebut menjadi seorang pria yang tampan dan berakhir dengan berhasilnya pernikahan antara pangeran Jenggala dan Putri Daha.

Menurut pengelola Sanggar Kakul Mas, I Ketut Wirtawan masih lestarinya kesenian genggong ini bermodalkan pengabdian juga ketulusan, tabuh-tabuhan Genggong masih terjalin kuat di Desanya. “Sudah sejak lama ada kesenian Genggong ini, sekarang sanggar Kakul Mas ini kan saya melanjutkan dari kakek saya, I Nyoman Kakul,” tuturnya.

Dari keberlanjutan itu pula, Sanggar Kakul Mas akhirnya dapat dikenal dan bahkan berderet pihak yang mengharapkan sanggar tersebut untuk berpartisipasi dalam kegiatan seni lain, termasuk juga pada Bali Mandara Mahalango. “Dari konsistensi kita ini kita dikenal, banyak bahkan yang mengantri tawaran untuk pentas, banyak sekali, tapi kami tetap melakukan kesenian sebagai jiwa dari kami sendiri. Karena kalau orang yang dikatakan seniman itu ya memang harusnya mengabdi secara penuh kepada seni,” imbuhnya.

Keberhasilan Sanggar Kakul Mas sendiri tak lepas dari pengabdian para seniman-senimannya. “Sudah sejak tahun 70an saya bermain music genggong, memang saya suka, juga karena turun temurun,” tutur salah satu anggota sekaa genggong, Mangku Wayan Suda.

Sembari merogoh alat musik genggong dari kresek putihnya, pekak 66 tahun ini menceritakan bagaimana kesenian musik genggong tetap bertahan di Desa Batuan. “Karena pengabdian juga karena keturunan. Genggong memang untuk hiburan di Desa, ya jadi itu melekat di dalam diri kami, saya bahkan dari SMP sudah bisa main genggong,” katanya.

Penampilan Sanggar Kakul Mas pun disambut baik oleh penonton, diantaranya berasal dari Denpasar. “Bagus sekali, karena Genggong ini jarang, dan memang saya ingin menonton genggong, menghargai para seniman, dan batuan ini mampu mempersembahkan dengan apik,” kata Nyoman Sarjana. *in 

Komentar