Bipolar Diidap oleh 2% Penduduk Indonesia
Gangguan Bipolar: Pemahaman dan Penanganan
DENPASAR, NusaBali - RSUP Prof dr IGNG Ngoerah kembali menggelar ‘Ngobrol untuk Sehat dengan Gaya Asyik (Ngusik)’, Senin (1/4) pukul 13.00 Wita. Ngusik kali ini membahas tentang gangguan bipolar.
Gangguan bipolar masuk dalam salah satu jenis penyakit gangguan jiwa atau mental. Pengidap bipolar mungkin tidak menyadari bahwa dirinya sedang dalam episode mania atau depresi. Dalam studi terbaru menunjukkan, pengidap gangguan bipolar lebih berisiko mengalami kematian dini.
Diskusi dimoderatori dr Intan Permatasari, dengan narasumber dr Ida Aju Kusuma Wardani SpKJ, Subsp KL(K), MARS.
Dalam diskusi itu dibahas, gangguan bipolar merupakan salah satu kondisi kesehatan mental yang serius, memengaruhi lebih dari 60 juta orang di seluruh dunia. Di Indonesia, jumlah penderita bipolar mencapai 72.860 jiwa atau setara dengan 2 persen penduduk, menunjukkan bahwa gangguan bipolar bukanlah masalah yang sepele.
Hal yang mencemaskan adalah bahwa kondisi ini dapat mulai muncul sejak usia muda, bahkan pada anak usia 5-6 tahun. Pada remaja, gejala depresi seringkali meliputi penurunan harga diri dan kepercayaan diri. Gangguan bipolar rentan menyerang usia remaja karena pengaruh perilaku dan pikiran yang sering labil.
Aju Kusuma menjelaskan kondisi ini terdiri dari dua episode utama, yaitu episode manik dan episode depresi, yang sering diantarai oleh periode normal. Episode manik ditandai dengan peningkatan mood, aktivitas yang berlebihan, harga diri yang meningkat, dan penurunan kebutuhan untuk tidur.
Di sisi lain, episode depresi ditandai dengan perasaan sedih, putus asa, dan kehilangan minat atau kesenangan dalam aktivitas sehari-hari. Selain itu angka kematian dari penderita gangguan bipolar jauh lebih tinggi ketimbang gangguan kejiwaan lainnya. Gangguan bipolar dapat berdampak buruk secara psikologis, menyebabkan orang berpikiran untuk bunuh diri atau bertindak sedemikian rupa.
“Salah satu pertanyaan umum yang sering muncul adalah mengapa seseorang bisa terkena gangguan bipolar? Beberapa faktor risiko meliputi stres berat yang bisa dipicu oleh kehilangan orang yang dicintai atau masalah keuangan, gangguan tidur, serta ketidakseimbangan zat kimia di dalam otak yang terkait dengan suasana hati, seperti serotonin, noradrenalin, dan dopamin. Menanggapi hal itu pentingnya kita terbuka dan memiliki orang yang dipercaya untuk diajak berdiskusi, karena suatu masalah tidak boleh dipendam sendirian,” ucap dokter spesialis kedokteran jiwa itu.
Sebagian besar penderita bipolar memerlukan penanganan seumur hidup. Terapi dan pengobatan dapat membantu mengelola gejala yang terjadi, meskipun kondisi ini tidak bisa sembuh sepenuhnya. Penting untuk diingat bahwa penanganan yang tepat dapat mencegah episode manik yang parah dan berbahaya, terutama jika pengidap mengalami depresi dalam waktu yang lama.
Dalam kehidupan sehari-hari, penting bagi penderita bipolar untuk mengelola stres dan menjaga keseimbangan emosi. Ini bisa dilakukan melalui olahraga, terapi perilaku, dan aktivitas yang mengalihkan perhatian dari pikiran negatif. Namun, penanganan yang efektif juga memerlukan dukungan dari lingkungan sekitar.
“Pertanyaan yang sering diajukan adalah apakah penderita bipolar harus minum obat seumur hidup? Jawabannya bervariasi tergantung pada kondisi masing-masing individu. Namun, dalam banyak kasus, penggunaan obat stabilizer atau obat anti-psikotik perlu dipertimbangkan, terutama jika terapi perilaku tidak memberikan hasil yang memadai. Penting untuk selalu berkonsultasi dengan profesional kesehatan mental untuk mendapatkan penanganan yang sesuai,” papar Aju Kusuma. 7 cr79
Komentar