Polri dan Novel Beda Data Soal Wajah Pelaku
Setelah menjadi teka teki publik seperti apa wajah pelaku penyiram air keras ke penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, kemarin Kepala Polri Jenderal Pol Tito Karnavian akhirnya merilis sketsa wajah dan ciri-ciri pria yang diduga pelaku.
JAKARTA, NusaBali
Ciri-ciri pelaku, yakni tinggi badan antara 167 cm sampai 170 cm, kulit agak hitam, rambut keriting dan badan ramping. Foto dan ciri-ciri tersebut diungkapkan Tito dalam jumpa pers di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (31/7) sore.
Kapolri menjelaskan, wajah sketsa tersebut berdasarkan gambaran dari saksi yang melihat orang mencurigakan sebelum kejadian. Kualitas sketsa tersebut dinilai baik sekali atau mendekati wajah yang dilihat oleh saksi.
Saksi tersebut, kata Kapolri, melihat pria itu berada di dekat Masjid Al Ikhsan pada lima menit sebelum kejadian penyiraman air keras."Kita duga pengendara sepeda motor," kata Kapolri seperti dilansir kompas.
Kapolri menjelaskan, tidak ada saksi yang melihat kejadian penyiraman. Ada dua perempuan yang berjalan di dekat Novel seusai shalat subuh. Namun, keduanya tidak melihat wajah pelaku. Sketsa wajah dan ciri-ciri yang diperoleh penyidik tidak ada yang cocok dengan tiga orang yang pernah diperiksa.
Sayangnya, informasi terduga pelaku yang diterima Kepolisian berbeda dengan yang disampaikan Novel. Novel kepada sejumlah media, mengatakan terduga penyiram air keras ialah seorang satpam. Informasi ini didapat dari seorang anggota detasemen khusus (Densus).
Terduga pelaku yang dimaksud Novel adalah Muhamad Letaluhu. Lestaluhu adalah seorang satpam. Namun informasi itu menurut Tito tak memenuhi detail terduga pelaku yang diberikan saksi penting.
"Terduga pelaku ini 167-170 cm. Lestaluhu 157 cm. Jadi bukan profil itu. Saksi di TKP yang sudah BAP juga mengatakan bukan dia (Lestaluhu)," ujar Tito dilansir cnnindonesia.
Tito menjelaskan, sejak kejadian, empat pejabat yakni Kapolres Jakarta Utara, Kapolda Metro Jaya, Kabareskrim, dan Kadensus 88 dihubungi untuk turun tangan menangkap pelaku.
Tim densus menelusuri dunia maya sampai ditemukan satu akun Facebook mencurigakan. Di sana, tim menemukan gambar Lestaluhu. Informasi itu yang diduga diterima Novel.Tito menyebut foto itu langsung ditunjukkan kepada saksi-saksi TKP. Para saksi mengaku pernah melihat Lestaluhu tetapi tidak saat penyiraman air keras.
Selain itu, polisi juga mengecek alibi dan keberadaan Lestaluhu melalui teknologi informasi dan rekaman CCTV. Keseluruhan pencarian itu menunjukkan Lestaluhu bukan pelaku penyiraman. "Kemudian, ini sampai informasinya ke saudara Novel, persepsi berubah jadi itulah pelakunya," papar mantan Kapolda Metro Jaya ini.
Novel sendiri mengungkapkan kekhawatirannya soal informasi palsu yang kemungkinan diterima Kapolri terkait teror terhadap dirinya. Salah satu hal yang dicontohkan Novel adalah orang-orang yang memantau di depan rumahnya, yang disebut sebagai 'mata elang'. Menurutnya, itu bentuk pengelabuan dalam kasusnya.
"Itu fakta yang menurut saya kontradiktif dengan fakta yang diperoleh di lapangan, dan itu membuat saya berpikir atau berkeyakinan bahwa itu adalah upaya untuk pengelabuan," tuturnya.
Namun dugaan itu langsung ditepis Tito. "Kita bisa melakukan kroscek. Saya juga mantan penyidik, otomatis yang dikerjakan penyidik akan dicek lagi oleh tim yang lain. Pada saat paparan, kita tahu ini detail apa tidak," kata Tito. *
Kapolri menjelaskan, wajah sketsa tersebut berdasarkan gambaran dari saksi yang melihat orang mencurigakan sebelum kejadian. Kualitas sketsa tersebut dinilai baik sekali atau mendekati wajah yang dilihat oleh saksi.
Saksi tersebut, kata Kapolri, melihat pria itu berada di dekat Masjid Al Ikhsan pada lima menit sebelum kejadian penyiraman air keras."Kita duga pengendara sepeda motor," kata Kapolri seperti dilansir kompas.
Kapolri menjelaskan, tidak ada saksi yang melihat kejadian penyiraman. Ada dua perempuan yang berjalan di dekat Novel seusai shalat subuh. Namun, keduanya tidak melihat wajah pelaku. Sketsa wajah dan ciri-ciri yang diperoleh penyidik tidak ada yang cocok dengan tiga orang yang pernah diperiksa.
Sayangnya, informasi terduga pelaku yang diterima Kepolisian berbeda dengan yang disampaikan Novel. Novel kepada sejumlah media, mengatakan terduga penyiram air keras ialah seorang satpam. Informasi ini didapat dari seorang anggota detasemen khusus (Densus).
Terduga pelaku yang dimaksud Novel adalah Muhamad Letaluhu. Lestaluhu adalah seorang satpam. Namun informasi itu menurut Tito tak memenuhi detail terduga pelaku yang diberikan saksi penting.
"Terduga pelaku ini 167-170 cm. Lestaluhu 157 cm. Jadi bukan profil itu. Saksi di TKP yang sudah BAP juga mengatakan bukan dia (Lestaluhu)," ujar Tito dilansir cnnindonesia.
Tito menjelaskan, sejak kejadian, empat pejabat yakni Kapolres Jakarta Utara, Kapolda Metro Jaya, Kabareskrim, dan Kadensus 88 dihubungi untuk turun tangan menangkap pelaku.
Tim densus menelusuri dunia maya sampai ditemukan satu akun Facebook mencurigakan. Di sana, tim menemukan gambar Lestaluhu. Informasi itu yang diduga diterima Novel.Tito menyebut foto itu langsung ditunjukkan kepada saksi-saksi TKP. Para saksi mengaku pernah melihat Lestaluhu tetapi tidak saat penyiraman air keras.
Selain itu, polisi juga mengecek alibi dan keberadaan Lestaluhu melalui teknologi informasi dan rekaman CCTV. Keseluruhan pencarian itu menunjukkan Lestaluhu bukan pelaku penyiraman. "Kemudian, ini sampai informasinya ke saudara Novel, persepsi berubah jadi itulah pelakunya," papar mantan Kapolda Metro Jaya ini.
Novel sendiri mengungkapkan kekhawatirannya soal informasi palsu yang kemungkinan diterima Kapolri terkait teror terhadap dirinya. Salah satu hal yang dicontohkan Novel adalah orang-orang yang memantau di depan rumahnya, yang disebut sebagai 'mata elang'. Menurutnya, itu bentuk pengelabuan dalam kasusnya.
"Itu fakta yang menurut saya kontradiktif dengan fakta yang diperoleh di lapangan, dan itu membuat saya berpikir atau berkeyakinan bahwa itu adalah upaya untuk pengelabuan," tuturnya.
Namun dugaan itu langsung ditepis Tito. "Kita bisa melakukan kroscek. Saya juga mantan penyidik, otomatis yang dikerjakan penyidik akan dicek lagi oleh tim yang lain. Pada saat paparan, kita tahu ini detail apa tidak," kata Tito. *
Komentar