SAR Uji Kemampuan lewat Kompetisi Nasional
Badan SAR Nasional menguji kemampuan, keterampilan, dan pengetahuan petugas tim pencari dan penolong seluruh Indonesia melalui kompetisi ‘National SAR Challenge’ ke-6 di Garuda Wisnu Kencana (GWK), Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung.
MANGUPURA, NusaBali
“Melalui kegiatan ini, tim pencari dan penolong dapat saling belajar dalam meningkatkan profesionalisme, membangun kerja sama, dan meningkatkan percaya diri,” kata Kepala Badan SAR Nasional Marsekal Muda TNI Muhammad Syaugi ketika membuka kompetisi tersebut di GWK, Selasa (1/8).
Kompetisi tersebut diikuti oleh 34 tim SAR dari seluruh provinsi di Indonesia yang digelar 1 – 3 Agustus 2017 untuk menguji kemampuan fisik, keterampilan dalam mengoperasikan peralatan SAR, dan pengetahuan mereka dalam upaya melakukan pencarian dan pertolongan.
Menurut Syaugi, kompetisi itu sekaligus sebagai bagian latihan skala kecil yang bermanfaat untuk pembinaan petugas SAR dan meningkatkan profesionalisme petugas yang dituntut siap dalam menghadapi medan dalam menjalankan tugas kemanusiaan.
Syaugi menambahkan, yang menjadi perbedaan lomba tahun ini adalah ada peningkatan materi yang diberikan. Tes kini lebih akurat dan jeli. Yang dituntut adalah waktu lamanya penanganan. Berapa detik atau menit menyelesaikan persoalan yang diberikan oleh pelatih atau instruktur.
“Jenis lombanya adalah turun dan panjat tebing, operasi penanganan khusus seperti penanganan mobil yang jatuh ke jurang, orang terjepit di dalam gedung, selain itu perlombaan menolong orang di laut,” tuturnya.
Diakuinya, kini respons time SAR secara nasional sudah meningkat dari 30 menit menjadi 15 menit. “Respons time yang dimaksud adalah lamanya pergerakan. Sesaat kami menerima berita bencana, selama 15 menit tim sudah bergerak menuju lokasi. Penanganan tergantung jaraknya lokasi kejadian. Tempo 15 menit merupakan ideal dari respons time. Kalau bisa ke depannya lebih ditingkatkan lagi,” imbuhnya.
Untuk meningkatkan respons time ini perlu didukung oleh peralatan yang memadai. Pihaknya membutuhkan alat yang bisa mendeteksi orang yang masih hidup yang terkubur di dalam tanah akibat longsor. “Selama ini penanganan kami masih manual. Kalau ada alatnya itu pasti segera bisa terdeteksi. Selain alat pendeteksi di darat juga alat pendeteksi di laut. Kini memang sudah alatnya namun kurang fleksibel. Jadi ini perlu kami tingkatkan,” ujarnya.
Pada hari pertama kompetisi itu, tim harus menampilkan teknik dan koordinasi penyelamatan dari ketinggian yang disimulasikan dengan pertolongan korban yang jatuh di jurang atau ‘high angle rescue techniques and communication’.
Hari kedua, kompetisi masih akan berlangsung di area Lotus Pond GWK dengan menampilkan penyelamatan dan pencarian korban di struktur bangunan yang runtuh dan pertolongan korban kecelakaan yang melibatkan kendaraan.
Kompetisi terakhir akan digelar di Pantai Kuta yang mengharuskan tim untuk menampilkan ketahanan fisik dan berjuang untuk merebut predikat terbaik dari yang terbaik. *ant, cr64
Kompetisi tersebut diikuti oleh 34 tim SAR dari seluruh provinsi di Indonesia yang digelar 1 – 3 Agustus 2017 untuk menguji kemampuan fisik, keterampilan dalam mengoperasikan peralatan SAR, dan pengetahuan mereka dalam upaya melakukan pencarian dan pertolongan.
Menurut Syaugi, kompetisi itu sekaligus sebagai bagian latihan skala kecil yang bermanfaat untuk pembinaan petugas SAR dan meningkatkan profesionalisme petugas yang dituntut siap dalam menghadapi medan dalam menjalankan tugas kemanusiaan.
Syaugi menambahkan, yang menjadi perbedaan lomba tahun ini adalah ada peningkatan materi yang diberikan. Tes kini lebih akurat dan jeli. Yang dituntut adalah waktu lamanya penanganan. Berapa detik atau menit menyelesaikan persoalan yang diberikan oleh pelatih atau instruktur.
“Jenis lombanya adalah turun dan panjat tebing, operasi penanganan khusus seperti penanganan mobil yang jatuh ke jurang, orang terjepit di dalam gedung, selain itu perlombaan menolong orang di laut,” tuturnya.
Diakuinya, kini respons time SAR secara nasional sudah meningkat dari 30 menit menjadi 15 menit. “Respons time yang dimaksud adalah lamanya pergerakan. Sesaat kami menerima berita bencana, selama 15 menit tim sudah bergerak menuju lokasi. Penanganan tergantung jaraknya lokasi kejadian. Tempo 15 menit merupakan ideal dari respons time. Kalau bisa ke depannya lebih ditingkatkan lagi,” imbuhnya.
Untuk meningkatkan respons time ini perlu didukung oleh peralatan yang memadai. Pihaknya membutuhkan alat yang bisa mendeteksi orang yang masih hidup yang terkubur di dalam tanah akibat longsor. “Selama ini penanganan kami masih manual. Kalau ada alatnya itu pasti segera bisa terdeteksi. Selain alat pendeteksi di darat juga alat pendeteksi di laut. Kini memang sudah alatnya namun kurang fleksibel. Jadi ini perlu kami tingkatkan,” ujarnya.
Pada hari pertama kompetisi itu, tim harus menampilkan teknik dan koordinasi penyelamatan dari ketinggian yang disimulasikan dengan pertolongan korban yang jatuh di jurang atau ‘high angle rescue techniques and communication’.
Hari kedua, kompetisi masih akan berlangsung di area Lotus Pond GWK dengan menampilkan penyelamatan dan pencarian korban di struktur bangunan yang runtuh dan pertolongan korban kecelakaan yang melibatkan kendaraan.
Kompetisi terakhir akan digelar di Pantai Kuta yang mengharuskan tim untuk menampilkan ketahanan fisik dan berjuang untuk merebut predikat terbaik dari yang terbaik. *ant, cr64
1
Komentar