Kembali Menari Setelah Vakum Puluhan Tahun
Penari Bajang Imaluan Sekaa Gong Legendaris Eka Wakya
SINGARAJA, NusaBali - Tujuh orang penari wanita dan satu penari pria tampil spesial membawakan Tari Gelatik yang menjadi ikon Sekaa Gong Kebyar Legendaris Eka Wakya, Lingkungan Banjar Paketan, Kelurahan Paket Agung, Kecamatan/Kabupaten Buleleng.
Mereka mendapat kesempatan pertama setelah batal tampil di acara HUT Kota Singaraja, akhir Maret lalu. Diwadahi Relawan Bajang Buleleng (RBB) sekaa gong legendaris Buleleng ini tampil menghibur masyarakat Buleleng, di Pelabuhan Tua Buleleng, Sabtu (20/4) malam.
Uniknya, penari-penari ini semuanya sudah sepuh. Mereka adalah bajang-bajang imaluan yang dahulu memang menarikan Tarian yang diciptakan oleh I Nyoman Arcana (penata tari) dan I Nyoman Mudana (penata iringan). Mereka yakni Ni Made Artiasih (58), Ni Luh Putu Asrihati (52), Putu Wahyuni (56), Luh Suciningsih (54), Putu Darmita (54), Ketut Sri Aryantini (55), yang berperan sebagai burung gelatik serta Jero Mangku Ngurah Arya Sastrawan (53) yang berperan sebagai pelatih burung gelatik.
Tarian yang diciptakan pada tahun 1981 ini, merupakan hasrat sang pencipta untuk melestarikan lingkungan hidup khususnya penyelamatan binatang. Garapan seni ini dimaksudkan sebagai sindiran bagi para pemelihara burung gelatik, yang memaksa burungnya untuk terbang ke sana ke mari, dengan cara memainkan tongkat tempat berpijak burung itu sendiri.
Salah seorang Penari Ni Made Artiasih mengatakan, penampilannya dengan teman-temannya yang juga dulu menari bersama, sudah dipersiapkan sejak 2 bulan lalu. Penampilannya bersama sekaa gong legendaris Eka Wakya juga akan mengisi jadwal Pesta Kesenian Bali (PKB) pada Juni-Juli mendatang.
Kesempatan tampil bersama sekaa gong kebyar legendaris ini merupakan kesempatan langka, mengisi kerinduan berkesenian. “Kami sudah menari sejak SD, karena memang dilingkungan kami di Banjar Paketan pembinaan seni sejak dulu memang sangat kental sekali. Tentu kami merasa senang bisa tampil kembali setelah bertahun-tahun,” ucap Artiasih yang juga seorang guru SD ini.
Ikut dalam rombongan sekaa gong legendaris membuat Artiasih dan kawan-kawannya memiliki banyak pengalaman tampil di beberapa event dan festival kesenian. “Kami sering ikut festival tari saat remaja dan juga ikut gong kebyar mepadu, pernah tampil di PKB dan mengisi malam kesenian Buleleng di Denpasar pada tahun 1985,” kenangnya.
Artiasih menambahkan bahwa dulu ia paling suka menari Tari Trunajaya saat di Gong Eka Wakya. Ia dilatih langsung oleh almarhum Gde Manik, pencipta Tari Trunajaya asal Jagaraga Buleleng. “Saya ditunjuk oleh sekeha gong dikursuskan menari Tari Trunajaya langsung kepada almarhum pak Gde Manik sekitar 1983 kebetulan baru tamat dari SPG,” imbuh Artiasih.
Kesempatan untuk kesenian tradisional tampil diharapkannya tetap terbangun. Sehingga kesenian tradisional ini bisa lestari di tengah gerusan arus teknologi dan modernisasi saat ini.
Sementara itu, RBB yang belum lama ini mendeklarasi dukungannya kepada I Nyoman Sutjidra untuk maju ke Pilkada Buleleng 2024, mewadahi seniman dan musisi Buleleng melalui Apresiasi Seni JOSS24. Selain penampilan sekaa gong legendaris juga digelar lomba ogoh-ogoh dan penampilan musisi modern.
Ketua RBB, Bena Aryanata Wijaya menyebut pelaksanaan Apresiasi Seni JOSS24 melibatkan anak muda Buleleng yang serius dengan seni budaya. Harapannya melalui seni budaya tersebut anak muda ikut membangun Buleleng.
“Apa yang digelar saat ini merupakan aspirasi anak muda dan masyarakat Buleleng untuk membangun Kota Singaraja yang lebih baik bersama para pemuda,” kata Bena.7 k23
Komentar