Perhotelan Bakal Kurangi Pegawai
Pemangkasan anggaran belanja Kementerian/Lembaga dinilai berdampak terhadap bisnis hotel dan restoran, baik di pusat maupun di daerah.
Dipicu Belanja Barang Dipangkas
JAKARTA, NusaBali
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan agar seluruh Kementerian/Lembaga menghemat belanja barang sebesar Rp 16 triliun pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017. Pemotongan anggaran tersebut dikhawatirkan berdampak terhadap industri hotel dan restoran, salah satunya mengurangi pegawai.
Wakil Ketua Umum Destinasi Wisata Perhimpunan Hotel & Restoran Indonesia (PHRI), Johnnie Sugiarto menyatakan, pemangkasan anggaran belanja Kementerian/Lembaga sudah pasti berpengaruh terhadap bisnis hotel dan restoran, baik di pusat maupun di daerah.
"Kalau sudah booking, tahu-tahu dibatalin, pasti terpengaruh. Kan kami bikin cashflow per tahun, sudah ikut tender, hasilnya sudah masuk sebagai bagian dari omset. Ketika dibatalin sepihak, kita bingung nantinya dan semua kena dampak," ucap Johnnie dikutip Liputan6.com, Rabu (2/8).
Menurutnya, sampai dengan saat ini belum ada pembatalan event oleh klien pemerintah lantaran Undang-undang APBN-P 2017 baru diketok Juli lalu. Namun Johnnie memperkirakan akan ada pembatalan di minggu-minggu ini. "Belum ada pembatalan sih dari booking yang sudah banyak sampai dengan akhir tahun. Tapi pasti minggu-minggu ini sudah mulai diinformasikan, jadi pembatalan pasti ada," tegas Presiden Direktur El John Indonesia itu.
Johnnie lebih jauh menuturkan, dampak dari pemotongan anggaran pemerintah sangat luas karena industri hotel dan restoran memiliki mata rantai yang panjang. Bahkan imbasnya, pengusaha atau pengelola hotel bakal melakukan efisiensi, salah satunya mengurangi pegawai.
"Dampaknya luas sekali, karena biasanya kan tanggal sekian bulan sekian, kita ada event dan dan membutuhkan berapa tenaga kerja. Ada sebagian karyawan tetap dan sebagian karyawan casual atau kontrak. Kalau ada pembatalan, karyawan casual ini tidak dapat pekerjaan," terangnya.
Efek rentetannya, tambah Johnnie, pengusaha atau pengelola hotel pasti akan membatalkan belanja makanan, minuman, sayur mayur, dari para pemasok ke petani, peternak, dan pedagang besar akibat pemotongan anggaran pemerintah. Parahnya lagi, daya beli semakin merosot.
"Kalau pemerintah mengurangi belanja Rp 1 triliun, saya tidak tahu berapa tenaga kerja yang akan hilang karena mau tidak mau kita akan kurangi karyawan, dan belanja ke pemasok. Apalagi Rp 16 triliun, ini bukan uang kecil. Akibatnya daya beli terpengaruh karena karyawan tidak punya gaji untuk membelanjakan lagi," jelas Johnnie.
Dalam hal ini, kata Johnnie, tidak ada yang dapat dilakukan pengusaha hotel selain pasrah. Sebab orang berlibur, menginap di hotel sudah direncanakan jauh-jauh hari. Apalagi selama ini, hotel-hotel di daerah mengandalkan klien pemerintah untuk mencetak pendapatan.
"Antisipasi kita tidak ada, mau tidak mau ngurangin karyawan dan belanja. Dengan pemotongan anggaran pemerintah, okupansi hotel di tahun ini bakal turun drastis dari target 65 persen dari total okupansi yang sudah diprediksi merosot. Sedangkan tahun lalu, 67 persen," Johnnie menerangkan.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS), Yunita Rusanti berharap pemotongan anggaran belanja Kementerian/Lembaga di tahun ini tidak semakin menurunkan tingkat hunian kamar hotel berbintang.
"Kan pemotongannya tidak terlalu signifikan, jadi mudah-mudahan imbas ke tingkat hunian kamar hotel tidak parah. Mungkin turun iya, tapi tidak terlalu signifikan," tegas Yunita.
Dari data BPS, tingkat hunian kamar hotel berbintang pada Juni 2017 sebesar 51,02. Realisasi ini turun 5,05 poin dari capaian Mei lalu yang sebesar 56,07. Sedangkan dibanding Juni 2017 yang sebesar 48,63, tingkat hunian kamar hotel berbintang di Juni 2017 tersebut naik 2,39 poin. *
1
Komentar