Kini Jadi Tempat Memohon Kesuksesan Karier dan Pengobatan
Menelusuri Keunikan Pura Swagina Taman Sari yang Berlokasi di Dekat GOR Ngurah Rai Denpasar (2)
Selain karena kesadaran sendiri datang matamba atau permohonan tertentu, ada pula pamedek yang datang lantaran mendapat pawisik (wangsit) lewat mimpi
DENPASAR, NusaBali - Pura Swagina Taman Sari di dekat GOR Ngurah Rai, Jalan Angsoka, Desa Adat Pagan, Desa Dangin Puri Kangin, Kota Denpasar dulunya adalah pura pangulun sawah. Namun, kini menjadi pura umum yang banyak disinggahi dengan motivasi kesuksesan karier dan pengobatan.
Pura yang di masa lalu bernama Pura Ulun Suwi dengan induk Pura Subak Praupan Tegeh Sari, Kelurahan Tonja, Denpasar ini disebut belum terlalu dikenal oleh pamedek (umat) di luar Denpasar. Khususnya, dalam urusan masesangi (bernazar) dan matamba (pengobatan).
Kata Bendahara Pangempon Pura Swagina Taman Sari sekaligus mantan Perbekel Desa Dangin Puri Kangin periode 1998-2014, I Dewa Putu Darmawan,58, sebagian besar pamedek berasal dari internal desa, warga Denpasar, dan sebagian kecil pamedek dari kabupaten tetangga. Dewa Darmawan menjelaskan, Pura Swagina Taman Sari memiliki palinggih Ida Sri Rambut Sedana yang dekat dengan kesuburan, kemakmuran, dan kesejahteraan. Identik dengan budaya subak/pertanian yang menjadi cikal bakal keberadaan pura ini.
Selain itu, terdapat pula palinggih Ida Ratu Gede Dalem Ped yang dekat dengan penekun ilmu kadiatmikan (kesaktian), juga ilmu pengobatan secara niskala/non medis. Kemudian, ada palinggih pangaruman/papelik dan Padmasari. "Lantas ada tiga taru (pohon) yang tumbuh di belakang palinggih Ida Ratu Gede Dalem Ped, yaitu beringin, kepah, dan kepuh. Para tetua bilang ke kami, tiga taru ini pingit dan diminta berhati-hati (tidak bertingkah) di pura ini," beber Dewa Darmawan ketika ditemui di sela rangkaian pujawali pura pada Wraspati Paing Tambir, Kamis (25/4).
Tokoh masyarakat Desa Dangin Puri Kangin asal Banjar Mertanadi ini menegaskan, taksu daripada Bhatara/Bhatari yang berstana di Pura Swagina Taman Sari bersemayam pada ketiga pohon. Salah satunya, taksu pengobatan di pohon kepah. Kulit dari akar pohon kepah ini digosok hingga menghasilkan serbuk. Kemudian, dijadikan obat luar untuk gatal-gatal yang sukar sembuh. Dalam kasus langka juga dijadikan jamu. Namun, praktik ini diganti jalur doa dan tirta (air suci) saja agar tidak merusak pohon.
Bekas gosokan di akar pohon kepah.-NGURAH RATNADI
Sejak tahun 2007 ketika Pura Swagina Taman Sari menjadi pura umum pasca kasukat (ukur lahan) ulang, pura yang dulunya berupa pura agraris ini terbuka untuk pamedek umum. Mulai kala itu pula, pura ini banyak didatangi para pencari gaginan (kerja/usaha) dan yang sudah ber-gaginan. Mulai dari pelajar, yang akan mengikuti tes jadi anggota polisi, yang jadi pedagang, eksekutif bank, pegawai swasta/pemerintahan dan lain-lain datang memohon kesuksesan di swagina masing-masing. Mereka yang doanya dikabulkan datang kembali memenuhi janji sesuai nazarnya.
"Kemarin, ada pegawai sebuah bank BUMN yang baru pindah tugas dari luar Bali masesangi di sini, sekarang beliau ditempatkan di kanwilnya yang di Renon. Begitu juga, anggota polisi yang dulu ke sini sebelum tes, datang lagi," imbuh Dewa Darmawan. 'Balasan' dari doa yang dikabulkan ini bermacam sesuai janji masing-masing. Ada yang memberikan wastra atau sarana prasarana pura, sarin mentimun (babi guling), hingga menanggung seluruh biaya pujawali.
Di samping urusan karier dan pekerjaan/usaha, Pura Swagina Taman Sari juga dituju untuk pengobatan medis maupun non medis. Kemanjuran obat dari pura ini dibuktikan sendiri oleh salah satu pangayah pura yang sembuh dari penyakit kanker payudaranya.
Selain karena kesadaran sendiri datang matamba, Dewa Darmawan menuturkan, ada pula pamedek yang datang lantaran mendapat pawisik (wangsit) lewat mimpi. Kata dia, pamedek ini berasal dari Kelurahan Penatih, Denpasar Timur. "Waktu saya masih jadi perbekel, ada seseorang yang sakit, lama tidak sembuh dan akhirnya mendapat mimpi untuk matamba di tempat yang ada tiga kayu besar di barat. Itu ditelusuri dan sampailah beliau di sini, lantas sembuh," ungkap Dewa Darmawan.
Pelaksanaan masesangi/matamba ini tidak dipatok hari-hari tertentu, sebab para pamangku dikatakan selalu ada di pura setiap harinya. Pamedek yang hendak masesangi/matamba cukup membawa pejati dan piranti lain sesuai kebutuhan. "Kami ada lima pamangku, tiga lanang (laki-laki), dua pamangku istri (perempuan) yang ngayah di pura. Setiap hari hampir selalu ada pamedek yang tangkil (datang)," tandas Dewa Darmawan. 7 ol1
Komentar