Berdiri di Kompleks Fasilitas Kerohanian, Berkonsep ‘Majapahitan’
Civitas Akademika UGM Jogjakarta yang Beragama Hindu Kini Memiliki Pura Sanatanagama (1)
Pura dibangun tidak seperti umumnya di Bali, tapi mencirikan nuansa Majapahitan dan Gadjah Mada, sehingga puranya berbentuk candi, bukan Padmasana
JOGJAKARTA, NusaBali - Civitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta khususnya yang beragama Hindu kini berbangga memiliki satu pura sebagai tempat ibadah sehari-hari. Pura bernama Sanatanagama ini rampung dikerjakan pada Oktober 2023, dan dilaksanakan upacara Melaspas, Mecaru, Mendem Pedagingan, Ngenteg Linggih lan Pujawali pada Purnama Sasih Jiyestha yang bertepatan dengan Anggara Kliwon (Anggarakasih) Tambir, Selasa (23/4) lalu. Wartawan NusaBali, Agung Indiani berkesempatan berkunjung langsung ke Pura Sanatanagama bertepatan dengan Karya tersebut.
Pura Sanatanagama UGM ini berada dalam satu kompleks fasilitas kerohanian bersama empat tempat ibadah lainnya, antara lain dua bangunan gereja masing-masing untuk kegiatan kerohanian agama Kristen Protestan dan Katolik, Wihara untuk peribadatan agama Buddha, serta Kelenteng untuk peribadatan agama Konghucu. Sedangkan tempat ibadah agama Islam berupa Masjid Kampus dan Mardliyyah Islamic Center sudah ada lebih dulu sebelum kompleks fasilitas kerohanian UGM ini dibangun.
Ketua Panitia Pembangunan Pura Sanatanagama UGM, Prof Dr drh Wayan Tunas Artama mengungkapkan pembangunan tempat ibadah pura sejatinya sudah lama diimpikan oleh civitas akademika UGM yang beragama Hindu, bahkan sudah berganti kepemimpinan rektor hingga enam kali. Menurutnya, perjuangan mewujudkan kompleks fasilitas kerohanian ini tidak terlepas juga dari perjuangan teman-teman civitas akademika lintas agama.
Dikatakan, inisiasi pembangunan kompleks fasilitas kerohanian ini dimulai pada tahun 2020 saat kepemimpinan Rektor UGM sebelumnya, Prof Ir Panut Mulyono Meng DEng IPU ASEANEng. Peletakan batu pertama dilakukan pada 21 Mei 2022 di akhir masa kepemimpinannya. Sementara proses pembangunan dimulai pada tanggal 24 Januari 2023 di bawah kepemimpinan Rektor Prof dr Ova Emilia MMedEd SpOG (K) PhD. Kata Prof Tunas Artama, fasilitas kerohanian ini diperuntukkan untuk membangun jati diri kampus UGM sebagai Universitas Pancasila yang diwujudkan dalam bentuk bangunan ibadah semua agama untuk civitas akademika UGM.
Bangunan candi di Pura Sanatanagama yang mencirikan konsep Majapahitan. –AGUNG INDI
"Rektor menyetujui untuk membangun kawasan kerohanian di satu tempat, selain Islam yang tempat ibadahnya sudah ada lebih dulu. Saat itu, mencari tempatnya susah, karena dalam satu kompleks ini ada lima agama yang akan dibangun fasilitas tempat ibadah. Akhirnya, dicarikan lahan, yakni menggunakan lahan rumah-rumah dinas dosen yang sebagian besar sudah pensiun. Sehingga dapat lahan hampir 6.000 meter persegi untuk membangun kawasan kerohanian," ujarnya.
Prof Tunas Artama melanjutkan, pembangunan pura untuk civitas akademika yang beragama Hindu tidak serta merta dibiayai sepenuhnya oleh universitas. Mengingat, bangunan pura dikatakan sebagai bangunan seni, sehingga bangunan pura tidak bisa ditenderkan. Alhasil, panitia pembangunan pura harus melakukan penggalian dana untuk mewujudkan pembangunan fisik pura. Sedangkan dari universitas, kata Prof Tunas Artama, tender yang bisa dilakukan hanya memfasilitasi struktur rangka betonnya saja sekitar Rp 2 miliar.
"Bangunan tempat ibadah lainnya dalam bentuk gedung, sedangkan Pura merupakan bentuk seni, sehingga tidak bisa ditenderkan. Yang bisa ditenderkan itu hanya bangunan struktur rangka betonnya. Sehingga kami diminta mencari tender untuk membangun candi dan kawasan pura dengan total anggaran sekitar Rp 4,5 miliar. Kami pun mencari dana melalui punia-punia dari masyarakat dan alumni-alumni seluruh Nusantara. Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama) Bali juga mengadakan Golf Tournament for Charity untuk menggalang dana. Termasuk kami juga mendapatkan punia dari Pemkab Badung senilai Rp 2 miliar, begitu juga punia dari PUPR, Ditjen Bimas Hindu, serta alumni-alumni dari luar negeri," jelas Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan UGM ini.
Lanjutnya, Pura Sanatanagama dibangun dengan konsep Majapahitan dengan tujuan menghormati budaya lokal. Karena itu, bangunan suci yang berdiri di tempat tersebut adalah berbentuk candi. Untuk membangun candi, panitia pembangunan pura mencari seorang pembuat candi yang juga seorang spiritualis bernama Mbah Joyo. "Pura ini dibangun tidak seperti umumnya di Bali, tapi mencirikan nuansa Majapahitan dan Gadjah Mada. Sehingga puranya berbentuk candi, bukan Padmasana. Candi umumnya berisi lingga yoni. Selain itu ada juga satu palinggih untuk menghormati Mahapatih Gajah Mada," terang Prof Tunas Artama. 7 ind
1
Komentar