Terapi Prana Pelengkap Pengobatan Medis
Buka Stand Pada Acara BLINC di Nusa Dua
MANGUPURA, NusaBali - Banyak praktik pengobatan alternatif atau komplementer telah menarik perhatian, salah satunya adalah Terapi Prana. Terapi ini kini menjadi topik hangat di kalangan profesional medis dan pasien yang mencari pendekatan holistik dalam pengobatan.
RSUP Prof Ngoerah pun membuka stand Terapi Prana pada acara Bali International Neurovascular Intervention Convention (BLINC) di Hotel Westin, Nusa Dua, Kecamatan Kuta Selatan, Jumat (26/4). Bahkan, salah satu peserta tertarik mencoba praktik Terapi Prana tersebut.
Salah seorang Terapis Prana di Rumah Sakit (RS) Prof Ngoerah, Ketut Yudana, mengatakan jika di RS Prof Ngoerah Terapi Prana bukanlah lagi konsep asing. Berawal dari pengalaman dan praktik yang hampir memasuki tahun ke-13, dirinya telah menyaksikan banyak perubahan dan hasil yang positif dari pendekatan ini. Terapi Prana dianggap sebagai terapi pendamping yang efektif untuk berbagai kondisi medis, mulai dari penyakit kronis hingga akut.
“Konsep Terapi Prana untuk pasien yang dekat ataupun jauh itu sama. Perbedaannya hanya pada cara kita menghubungkan dengan pasien, apakah secara langsung atau melalui visualisasi dan pemanggilan nama,” ujar Yudana, Minggu (28/4) siang.
Yudana menjelaskan banyak orang masih menganggap Terapi Prana sebagai praktik klenik atau tahayul. Namun melalui penelitian dan praktik, Terapi Prana telah menunjukkan hasil yang menggembirakan, khususnya dalam kasus penyakit yang rumit seperti lupus dan kanker. Salah satu pasien yang berhasil disembuhkan adalah pasien dari Singapura, yang menderita kanker payudara. Pasien itu, kata dia, menunjukkan perubahan signifikan setelah lima kali perawatan dengan Terapi Prana.
“Terapi Prana ini unik, kebanyakan masyarakat belum paham dan belum booming. Ternyata dengan kombinasi prana hasilnya baik, karena kunci sukses dari terapi ini adalah keluarga yang mendampingi juga terbuka dan menerima karena itu menjadikan energi prana itu akan masuk ke pasien, yang terpenting pasien dan penyembuh ada koneksi,” jelasnya.
Yudana melanjutkan, jika Terapi Prana tidak hanya digunakan untuk kondisi fisik. Dia dan timnya juga membantu pasien yang terkena Covid-19 selama pandemi, meskipun secara jarak jauh. Terlebih, Terapi Prana ini telah mendapatkan pengakuan resmi sejak 2021, memperkuat posisinya sebagai pelengkap atau komplementer terhadap pengobatan medis konvensional, seperti hipnoterapi dan akupuntur.
Disinggung soal pengobatan jarak dekat dengan jarak jauh, Yudana menjelaskan Terapi Prana dilakukan dengan pasien dalam posisi duduk atau berbaring, dan yang paling penting untuk memastikan bahwa mereka tidak sedang mengemudi atau melakukan aktivitas yang bisa membahayakan jika terjadi kantuk, sebuah efek samping yang mungkin terjadi ketika energi prana ‘terhubung’ dengan klien. “Kami menggunakan media kristal laser untuk meminimalisir kontak langsung dengan penyakit pasien. Kristal laser tersebut dapat dibersihkan dengan cairan antiseptik, sehingga memungkinkan penggunaan berulang tanpa risiko,” ungkapnya.
Diakuinya, perbedaan utama antara sugesti biasa dan Terapi Prana terletak pada kedalamannya. Sugesti umumnya menargetkan pikiran dan emosi, sementara prana beroperasi pada tingkat yang lebih dalam seperti eterik, emosi, mental dan spritual. Teknik ini sangat berguna terutama ketika pasien berada di kondisi kritis dan tidak sadar, seperti di ICU atau UGD, di mana sugesti mental tidak mungkin dilakukan. Sementara dalam praktiknya Terapi Prana tidak hanya digunakan untuk mengobati tapi juga untuk mencegah.
“Kami berusaha mencegah masuknya energi negatif, perasaan negatif, dan elemen negatif yang bisa mempengaruhi kesehatan. Dengan prana, kami bisa meningkatkan energi pasien yang telah mengetahui diagnosis kanker, mempercepat proses penyembuhan dan memaksimalkan efek terapi medis lainnya,” tuturnya.
Para dokter kulit di rumah sakit juga menemukan bahwa banyak kondisi kulit yang tidak kunjung sembuh dikarenakan faktor psikologis. Tetapi Terapi Prana, dengan pendekatan energi tingginya, mampu memberikan solusi yang tidak dapat dijangkau oleh pengobatan konvensional saja. “Teknik prana bekerja pada level eterik, emosi, mental dan jiwa, yang sering kali adalah kunci penyembuhan bagi pasien dengan penyakit berat seperti kanker dan autoimun,” tambahnya.
Kesuksesan Terapi Prana di RS Prof Ngoerah telah menarik minat banyak profesional medis dan pasien untuk belajar lebih dalam tentang metode ini. Pihaknya sudah melatih banyak instruktur di seluruh Bali dan biaya sesi Terapi Prana di rumah sakit berkisar Rp 150.000, tergantung pada kompleksitas kasusnya. Dalam satu hari, pihaknya bisa menangani 5 orang pasien dengan penyakit yang bermacam-macam.
“Satu sesi biasanya 15-30 menit kami tangani. Tetapi untuk pasien yang baru biasanya kami membutuhkan waktu 1 jam untuk menjelaskan apa itu prana dan penyakitnya,” tutur pria berkacamata ini.
Yudana berharap dengan semakin banyaknya informasi yang tersedia di media, masyarakat akan lebih sadar tentang manfaat pencegahan penyakit melalui energi, yang bisa dilakukan baik dari jarak dekat maupun jauh. Terapi ini diharapkan menjadi bagian penting dari pengobatan holistik, memberikan alternatif baru bagi pasien yang membutuhkan perawatan intensif.
Seiring dengan kemajuan terus-menerus dalam bidang ini, pelayanan seperti yang ditawarkan oleh Yudana di RS Prof Ngoerah diharapkan tidak hanya menjadi komplementer, tetapi juga mampu mengubah cara masyarakat memahami dan mengelola penyakit berat dan kronis di masa yang akan datang. “Biasanya masyarakat beralih ke Terapi Prana jika sudah sakit berat. Mudah-mudahan ke depan masyarakat dari informasi media bisa menyampaikan pesan pencegahan lebih bagus dari segi energi karena bisa jarak dekat dan jauh,” harapnya. 7 ol3
Komentar