Inflasi Sebabkan Pendapatan Riil Masyarakat Turun
DENPASAR, NusaBali - Inflasi Bali pada bulan April 2024 tercatat sebesar 4,02 persen (yoy), mengalami peningkatan jika dibandingkan Maret sebesar 3,67 persen (yoy). Hal ini disebabkan oleh menumpuknya sejumlah hari raya keagamaan yang berbarengan di bulan yang sama, dan kenaikan harga akibat jumlah komoditas yang terbatas.
Penjabat (Pj) Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya mengingatkan inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat menjadi turun.
Hal itu mengemuka dalam High Level Meeting (HLM) TPID Provinsi Bali di Gedung Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Niti Mandala, Denpasar, Jumat (3/5). Rapat dipimpin Pj Gubernur Mahendra Jaya, dihadiri Kepala Perwakilan BI Provinsi Bali Erwin Soeriadimadja, Kepala BPS Provinsi Bali Endang Retno Sri Subiyandani, Kepala Bulog Kanwil Bali Sony Supriyadi, dan sejumlah kepala perangkat daerah terkait.
Mahendra Jaya memaparkan tiga kelompok pengeluaran tertinggi penyumbang inflasi bulanan, yakni kelompok makanan, minuman dan tembakau, kelompok transportasi, dan kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran.
Sementara lima komoditas dengan andil terbesar pada inflasi bulanan, yaitu bawang merah, tomat, daging ayam ras, beras, minyak goreng, dan sawi hijau.
“Dengan kondisi yang terjadi saat ini, perhatian lebih lanjut diperlukan untuk mengendalikan inflasi dan mempertahankan stabilitas perekonomian di Bali. Inflasi yang rendah dan stabil merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat,” tegas Mahendra Jaya.
Dia menyampaikan, pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat. Inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun, sehingga standar hidup dari masyarakat akan turun hingga pada akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin.
Terdapat 4K strategi sebagai upaya pengendalian tingkat inflasi Bali agar tetap rendah dan stabil, yakni menjaga keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif antarwilayah. Oleh sebab itu, konsep ‘Ngrombo’ Satu Hati, Satu Kata, dan Satu Tindakan bersama-sama antara provinsi dan kabupaten/kota juga menjadi salah satu cara dalam menjaga stabilitas harga pangan dan pengendalian tingkat inflasi Bali.
Mahendra Jaya kembali mengingatkan agar menanam bahan pangan dilakukan serempak seluruh Bali, dengan aneka bahan pangan dan menggunakan lahan milik pemprov (hak guna pakai), sehingga antarkabupaten dapat saling bertukar bahan pangan yang diperlukan oleh warganya.
Sony Supriyadi menjelaskan pihaknya melakukan sejumlah upaya dalam menjaga stabilitas pasokan/stok di kompleks pergudangan Bulog Wilayah Bali, salah satunya melakukan pengadaan beras dalam negeri, baik dengan skema bisnis (harga beli mengikuti pasar), kolaborasi maupun sesuai penugasan pemerintah serta melakukan permintaan pemindahan stok dari gudang Bulog terdekat dengan wilayah Bali, baik dari Jawa Timur maupun NTB.
Endang Retno Sri Subiyandani menyampaikan bahwa kelompok makanan, minuman, dan tembakau selalu menjadi kelompok penyumbang utama inflasi secara year on year dalam 4 bulan terakhir di 2024 ini. Inflasi tidak hanya terjadi di Bali, namun juga terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia, yang diakibatkan oleh kenaikan harga komoditas bahan makanan akibat pasokan yang menurun pasca terjadinya perubahan cuaca dan el nino.
Erwin Soeriadimadja menambahkan bahwa harga beras diperkirakan akan mengalami defisit sekitar 450 ton (nasional) seiring dengan produksi GKG (gabah kering giling) pasca panen raya turun dari 5,35 juta ton (Mei 2024) menjadi 3,68 juta ton. 7
Komentar