Buntut OTT Bendesa Adat Berawa, MDA Bali Tegaskan Kasus Hukum Pribadi
MDA Bali
Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet
Bendesa Adat Berawa
Ketut Riana
Kejati Bali
OTT
Pemerasan
Pungli
Jual Beli Tanah
Investor
DENPASAR, NusaBali.com - Buntut Bendesa Adat Berawa, Desa Tibubeneng, Kecamatan Kuta Utara, Badung, I Ketut Riana (KR), terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali pada Kamis (2/5/2024) lalu, Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali menggelar rapat menyikapi kasus ini pada Sabtu (4/5/2024).
Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet, Bendesa Agung MDA Provinsi Bali mengungkapkan keprihatinan dan menyesalkan Bendesa Adat Berawa yang terseret OTT dugaan pemerasan atau pungutan liar (pungli). Jika, tegas Putra Sukahet, nanti terbukti benar bersalah sesuai hukum berlaku, maka ini akan menodai nama desa adat di Pulau Dewata.
Kemudian, jika, ditegaskan kembali oleh Putra Sukahet, KR terbukti benar melakukan tindakan melawan hukum, maka hal itu bukan menjadi keterlibatan atau tanggung jawab lembaga adat di Desa Adat Berawa. Meskipun, jabatan KR sebagai Bendesa Adat bersifat melekat.
"Kalau tindakannya itu tidak berdasarkan awig-awig, pararem, dan paruman, itu (tindakan) pasti sudah perorangan. Kalau tindakan itu berdasarkan awig-awig dan lainnya itu baru menyangkut lembaga," tegas Putra Sukahet ketika ditemui di Gedung MDA Provinsi Bali, Jalan Cok Agung Tresna, Niti Mandala, Sabtu sore.
MDA Bali yakin, tidak ada bunyi awig-awig, pararem, dan paruman yang mengamanatkan melakukan pemerasan dan pungli dengan nominal spesifik. Kata Putra Suhaket yang juga Ketua FKUB Provinsi Bali ini, hukum adat memerhatikan prinsip dana punia (derma sukarela).
Dana punia pun harus dilakukan dengan administrasi yang jelas dan legal. Ada bukti tanda terima dana punia itu antara desa adat dan dermawan. Kemudian, dana punia dan besarannya ini harus diberitakan ke krama adat.
Sementara itu, hasil rapat koordinasi MDA Kabupaten Badung, MDA Kecamatan Kuta Utara, dan Prajuru Desa Adat Berawa pada Jumat (3/5/2024), pada prinsipnya, telah mengklarifikasi bahwa tindakan KR dilakukan atas nama pribadi.
I Gede Mitarja, Bendesa Alitan MDA Kuta Utara ketika ditemui usai rapat bersama MDA Bali, membenarkan isi dokumen Berita Acara Nomor 003/MDA.KU/V/2024 tertanggal 2 Mei 2024 terkait hasil rapat MDA di Kuta Utara yang tersebar ke internet. Pada dasarnya, isi berita acara itu adalah klarifikasi yang diterima dari Prajuru Desa Adat Berawa.
Lima poin di dalam berita acara itu menegaskan bahwa Prajuru Desa Adat Berawa tidak mengetahui tindakan yang dilakukan KR karena tidak pernah ada pemberitahuan dan pembahasan secara internal maupun melalui paruman desa adat.
Desa Adat Berawa juga menyebut tidak pernah memandatkan KR untuk berkomunikasi dengan pengusaha/investor dan melakukan tindakan pemerasan. Sumbangan dan punia dari pengusaha/investor diterima melalui pertemuan di Sekretariat Desa Adat Berawa dan ada tanda terimanya.
Oleh karena itu, hasil rapat MDA di Kuta Utara menegaskan bahwa tindakan KR selaku Bendesa Adat Berawa dilakukan atas nama pribadi, bukan lembaga adat. Hal ini juga sejalan dengan hasil rapat MDA Provinsi Bali pada Sabtu sore.
"Keterangan ini yang kami dapat dari Prajuru Desa Adat Berawa, yang mana sebenarnya masih menjadi dokumen internal untuk disampaikan ke rapat MDA Provinsi Bali, hari ini," ungkap Mitarja.
Bendesa Agung Putra Sukahet meminta jangan sampai peristiwa yang tidak mengenakkan bagi kondusivitas adat di Bali ini terjadi di daerah-daerah lain. Utamanya, di wilayah desa adat yang kerap bersinggungan dengan pengusaha/investor seperti kawasan pariwisata. *rat
Kemudian, jika, ditegaskan kembali oleh Putra Sukahet, KR terbukti benar melakukan tindakan melawan hukum, maka hal itu bukan menjadi keterlibatan atau tanggung jawab lembaga adat di Desa Adat Berawa. Meskipun, jabatan KR sebagai Bendesa Adat bersifat melekat.
"Kalau tindakannya itu tidak berdasarkan awig-awig, pararem, dan paruman, itu (tindakan) pasti sudah perorangan. Kalau tindakan itu berdasarkan awig-awig dan lainnya itu baru menyangkut lembaga," tegas Putra Sukahet ketika ditemui di Gedung MDA Provinsi Bali, Jalan Cok Agung Tresna, Niti Mandala, Sabtu sore.
MDA Bali yakin, tidak ada bunyi awig-awig, pararem, dan paruman yang mengamanatkan melakukan pemerasan dan pungli dengan nominal spesifik. Kata Putra Suhaket yang juga Ketua FKUB Provinsi Bali ini, hukum adat memerhatikan prinsip dana punia (derma sukarela).
Dana punia pun harus dilakukan dengan administrasi yang jelas dan legal. Ada bukti tanda terima dana punia itu antara desa adat dan dermawan. Kemudian, dana punia dan besarannya ini harus diberitakan ke krama adat.
Sementara itu, hasil rapat koordinasi MDA Kabupaten Badung, MDA Kecamatan Kuta Utara, dan Prajuru Desa Adat Berawa pada Jumat (3/5/2024), pada prinsipnya, telah mengklarifikasi bahwa tindakan KR dilakukan atas nama pribadi.
I Gede Mitarja, Bendesa Alitan MDA Kuta Utara ketika ditemui usai rapat bersama MDA Bali, membenarkan isi dokumen Berita Acara Nomor 003/MDA.KU/V/2024 tertanggal 2 Mei 2024 terkait hasil rapat MDA di Kuta Utara yang tersebar ke internet. Pada dasarnya, isi berita acara itu adalah klarifikasi yang diterima dari Prajuru Desa Adat Berawa.
Lima poin di dalam berita acara itu menegaskan bahwa Prajuru Desa Adat Berawa tidak mengetahui tindakan yang dilakukan KR karena tidak pernah ada pemberitahuan dan pembahasan secara internal maupun melalui paruman desa adat.
Desa Adat Berawa juga menyebut tidak pernah memandatkan KR untuk berkomunikasi dengan pengusaha/investor dan melakukan tindakan pemerasan. Sumbangan dan punia dari pengusaha/investor diterima melalui pertemuan di Sekretariat Desa Adat Berawa dan ada tanda terimanya.
Oleh karena itu, hasil rapat MDA di Kuta Utara menegaskan bahwa tindakan KR selaku Bendesa Adat Berawa dilakukan atas nama pribadi, bukan lembaga adat. Hal ini juga sejalan dengan hasil rapat MDA Provinsi Bali pada Sabtu sore.
"Keterangan ini yang kami dapat dari Prajuru Desa Adat Berawa, yang mana sebenarnya masih menjadi dokumen internal untuk disampaikan ke rapat MDA Provinsi Bali, hari ini," ungkap Mitarja.
Bendesa Agung Putra Sukahet meminta jangan sampai peristiwa yang tidak mengenakkan bagi kondusivitas adat di Bali ini terjadi di daerah-daerah lain. Utamanya, di wilayah desa adat yang kerap bersinggungan dengan pengusaha/investor seperti kawasan pariwisata. *rat
1
Komentar