Isi Hati Susah Diungkapkan Kata, Curahkan lewat Warna dan Goresan
MANGUPURA, NusaBali.com - Tidak semua isi hati bisa diungkap dengan kata-kata. Ada kalanya seribu kata tidak cukup menerangkan apa yang ada dibenak. Ingin curhat tapi tidak ada ruang untuk itu.
Mencurahkan isi hati tidak melulu lewat kata-kata. Ada metode yang disebut art therapy, sebuah cara meredakan kegudahan hati melalui aktivitas seni, salah satunya seni rupa dua dimensi.
"Art therapy itu sebuah proses melepaskan emosi melalui warna, garis. Walaupun bentuknya tidak sesuai yang dibayangkan, ini lebih kepada rasa yang dilepaskan lewat warna dan garis itu," tutur Ni Kadek Novi Sumariani, 27, seorang fasilitator art therapy.
Sebelum peserta art therapy mulai menuangkan warna ke atas kertas, Novi mengajak mereka untuk menenangkan diri lebih dulu. Kemudian, peserta dituntun untuk mulai melukis tanpa batasan bentuk, warna, dan hasil akhir.
Art therapy atau terapi seni dengan teknik lukis ini menekankan penggunaan warna. Kecenderungan spektrum warna yang digunakan peserta terapi dapat merepresentasikan suasana hati dan mental dari alam bawah sadar.
Garis yang kasar dan warna-warna gelap dapat diartinya sebagai kondisi mental yang emosi dan depresif. Tentu, penilaian ini dapat ditarik ketika aktivitas melukis ini tidak dibatasi tema, topik, dan teknis melainkan murni ekspresi alam bawah sadar.
Terapi seni yang difasilitatori mahasiswa pascasarjana ISI Denpasar ini tidak ujug-ujug. Novi mengaku, sebelum menerapkan hal ini ke orang lain, ia sudah lebih dulu membuktikan seni sebagai pelepasan depresi.
"Sambil melukis, kita itu sebenarnya sedang curhat melalui medium kanvas," ungkap perempuan pendiri studio Buana Alit ini ketika ditemui di sela acara Chroma of Emotions, Berawa, Kuta Utara Badung, Sabtu (11/5/2024).
Selain metode yang menekankan warna, terapi seni juga dilakukan melalui goresan pensil charcoal (arang). Kata fasilitator I Gede Jaya Putra, 35, metode terapi seni ini ia sebut sebagai aktivitas menanam garis.
Tujuan aktivitas yang mirip menggambar sketsa ini serupa dengan metode yang dilakukan Novi. Hanya saja, Jaya menekankan tingkat keberanian dan kepercayaan diri peserta ketika menarik garis di atas kertas.
"Ketika menanam garis, tidak ada yang disebut kesalahan. Sehingga, mereka mampu mengeluarkan unek-unek dan memuncul keberanian/percaya diri," tutur Jaya ketika ditemui terpisah dalam acara yang sama.
Saat menuntun peserta terapi, Jaya memotivasi peserta untuk menggoreskan pensil charcoal di atas kertas tanpa memikirkan batasan-batasan. Tarikan garis dan bunyi goresan dipercaya memantik peserta untuk mengenali diri mereka sendiri.
Sebab, setelah menggoreskan garis yang terkesan abstrak, para peserta mulai mencari-cari bentuk imaginer yang terlihat dari pola garis abstrak itu. Ketika bentuk ditemukan, peserta terapi lantas mulai menarik garis untuk membentuk objek yang lebih definitif.
Tebal, tipis, panjang, dan pendek tarikan garis mencerminkan tingkat kepercayaan diri. Garis yang tebal dan panjang dapat diartikan sebagai bentuk kepercayaan diri yang tinggi, namun sebaliknya untuk garis tipis dan pendek.
"Saat menggambar, ada bunyi goresan charcoal beirama yang membuat ketagihan untuk menggoreskan garis. Ini dapat diartikan bahwa perlunya keberanian dan keyakinan diri demi mengambil tindakan, sama seperti saat goresan garis pertama," tegas Jaya yang juga dosen seni murni ISI Denpasar ini.
Lanjut Jaya, ketika peserta menggoreskan garis, di saat itu pula beban di dalam diri itu terbawa garis dan tertanam di sana. Langkah selanjutnya, pola menghadapi beban ini dapat menjadi terarah seiring garis itu diarahkan menjadi bentuk-bentuk tertentu. *rat
"Art therapy itu sebuah proses melepaskan emosi melalui warna, garis. Walaupun bentuknya tidak sesuai yang dibayangkan, ini lebih kepada rasa yang dilepaskan lewat warna dan garis itu," tutur Ni Kadek Novi Sumariani, 27, seorang fasilitator art therapy.
Sebelum peserta art therapy mulai menuangkan warna ke atas kertas, Novi mengajak mereka untuk menenangkan diri lebih dulu. Kemudian, peserta dituntun untuk mulai melukis tanpa batasan bentuk, warna, dan hasil akhir.
Art therapy atau terapi seni dengan teknik lukis ini menekankan penggunaan warna. Kecenderungan spektrum warna yang digunakan peserta terapi dapat merepresentasikan suasana hati dan mental dari alam bawah sadar.
Garis yang kasar dan warna-warna gelap dapat diartinya sebagai kondisi mental yang emosi dan depresif. Tentu, penilaian ini dapat ditarik ketika aktivitas melukis ini tidak dibatasi tema, topik, dan teknis melainkan murni ekspresi alam bawah sadar.
Terapi seni yang difasilitatori mahasiswa pascasarjana ISI Denpasar ini tidak ujug-ujug. Novi mengaku, sebelum menerapkan hal ini ke orang lain, ia sudah lebih dulu membuktikan seni sebagai pelepasan depresi.
"Sambil melukis, kita itu sebenarnya sedang curhat melalui medium kanvas," ungkap perempuan pendiri studio Buana Alit ini ketika ditemui di sela acara Chroma of Emotions, Berawa, Kuta Utara Badung, Sabtu (11/5/2024).
Selain metode yang menekankan warna, terapi seni juga dilakukan melalui goresan pensil charcoal (arang). Kata fasilitator I Gede Jaya Putra, 35, metode terapi seni ini ia sebut sebagai aktivitas menanam garis.
Tujuan aktivitas yang mirip menggambar sketsa ini serupa dengan metode yang dilakukan Novi. Hanya saja, Jaya menekankan tingkat keberanian dan kepercayaan diri peserta ketika menarik garis di atas kertas.
"Ketika menanam garis, tidak ada yang disebut kesalahan. Sehingga, mereka mampu mengeluarkan unek-unek dan memuncul keberanian/percaya diri," tutur Jaya ketika ditemui terpisah dalam acara yang sama.
Saat menuntun peserta terapi, Jaya memotivasi peserta untuk menggoreskan pensil charcoal di atas kertas tanpa memikirkan batasan-batasan. Tarikan garis dan bunyi goresan dipercaya memantik peserta untuk mengenali diri mereka sendiri.
Sebab, setelah menggoreskan garis yang terkesan abstrak, para peserta mulai mencari-cari bentuk imaginer yang terlihat dari pola garis abstrak itu. Ketika bentuk ditemukan, peserta terapi lantas mulai menarik garis untuk membentuk objek yang lebih definitif.
Tebal, tipis, panjang, dan pendek tarikan garis mencerminkan tingkat kepercayaan diri. Garis yang tebal dan panjang dapat diartikan sebagai bentuk kepercayaan diri yang tinggi, namun sebaliknya untuk garis tipis dan pendek.
"Saat menggambar, ada bunyi goresan charcoal beirama yang membuat ketagihan untuk menggoreskan garis. Ini dapat diartikan bahwa perlunya keberanian dan keyakinan diri demi mengambil tindakan, sama seperti saat goresan garis pertama," tegas Jaya yang juga dosen seni murni ISI Denpasar ini.
Lanjut Jaya, ketika peserta menggoreskan garis, di saat itu pula beban di dalam diri itu terbawa garis dan tertanam di sana. Langkah selanjutnya, pola menghadapi beban ini dapat menjadi terarah seiring garis itu diarahkan menjadi bentuk-bentuk tertentu. *rat
1
Komentar