Sertifikasi Halal Usaha Mikro dan Kecil Diundur ke 2026, Menengah-Besar Tetap Oktober 2024
JAKARTA, NusaBali.com - Pemerintah resmi mengundur kewajiban sertifikasi halal bagi pelaku usaha mikro dan kecil dari semula Oktober 2024 menjadi tahun 2026.
Keputusan ini diambil dalam rapat terbatas soal sertifikasi halal di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (15/5/2024), sebagaimana disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
"Tadi presiden memutuskan bahwa untuk UMKM makanan, minuman dan yang lain itu pemberlakuannya diundur tidak 2024 tapi 2026. Nah tentu UMKM tersebut adalah yang mikro yang penjualannya Rp1-2 miliar (per tahun), kemudian yang kecil yang penjualannya sampai dengan Rp15 miliar (per tahun)," jelas Airlangga.
Penundaan ini didasari oleh beberapa pertimbangan, salah satunya adalah capaian target sertifikasi halal per tahun yang baru mencapai 4 juta lebih, jauh dari target 10 juta sertifikasi halal.
Lebih lanjut, Airlangga menjelaskan bahwa kewajiban sertifikasi halal bagi usaha mikro dan kecil hanya berlaku bagi yang telah memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB). Oleh karena itu, pemerintah mendorong para pelaku usaha kaki lima untuk segera mendapatkan NIB sebagai syarat sertifikasi halal.
"Kan syaratnya itu mendapatkan NIB baru sertifikasi, jadi butuh waktu sosialisasi. Karena ada kekhawatiran (pedagang kaki lima) kalau NIB pajaknya seperti apa, padahal kalau pajak itu kan sudah ada regulasinya kalau di bawah Rp500 juta tidak dikenakan pajak dan sebagainya," terangnya.
Sementara itu, untuk usaha kategori menengah dan besar, kewajiban sertifikasi halal tetap berlaku pada Oktober 2024.
Sedangkan untuk produk dari negara lain, kewajiban sertifikasi halal akan diberlakukan setelah negara tersebut menandatangani Mutual Recognation Arrangement (MRA). Hingga saat ini, sudah ada 16 negara yang telah melakukan MRA.
Bagi negara-negara yang belum menandatangani MRA, ketentuan sertifikasi halal belum diberlakukan.
Penundaan sertifikasi halal ini diharapkan dapat memberikan waktu bagi para pelaku UMKM untuk mempersiapkan diri dengan lebih matang dan memaksimalkan manfaatnya bagi pengembangan usaha mereka. *ant
"Tadi presiden memutuskan bahwa untuk UMKM makanan, minuman dan yang lain itu pemberlakuannya diundur tidak 2024 tapi 2026. Nah tentu UMKM tersebut adalah yang mikro yang penjualannya Rp1-2 miliar (per tahun), kemudian yang kecil yang penjualannya sampai dengan Rp15 miliar (per tahun)," jelas Airlangga.
Penundaan ini didasari oleh beberapa pertimbangan, salah satunya adalah capaian target sertifikasi halal per tahun yang baru mencapai 4 juta lebih, jauh dari target 10 juta sertifikasi halal.
Lebih lanjut, Airlangga menjelaskan bahwa kewajiban sertifikasi halal bagi usaha mikro dan kecil hanya berlaku bagi yang telah memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB). Oleh karena itu, pemerintah mendorong para pelaku usaha kaki lima untuk segera mendapatkan NIB sebagai syarat sertifikasi halal.
"Kan syaratnya itu mendapatkan NIB baru sertifikasi, jadi butuh waktu sosialisasi. Karena ada kekhawatiran (pedagang kaki lima) kalau NIB pajaknya seperti apa, padahal kalau pajak itu kan sudah ada regulasinya kalau di bawah Rp500 juta tidak dikenakan pajak dan sebagainya," terangnya.
Sementara itu, untuk usaha kategori menengah dan besar, kewajiban sertifikasi halal tetap berlaku pada Oktober 2024.
Sedangkan untuk produk dari negara lain, kewajiban sertifikasi halal akan diberlakukan setelah negara tersebut menandatangani Mutual Recognation Arrangement (MRA). Hingga saat ini, sudah ada 16 negara yang telah melakukan MRA.
Bagi negara-negara yang belum menandatangani MRA, ketentuan sertifikasi halal belum diberlakukan.
Penundaan sertifikasi halal ini diharapkan dapat memberikan waktu bagi para pelaku UMKM untuk mempersiapkan diri dengan lebih matang dan memaksimalkan manfaatnya bagi pengembangan usaha mereka. *ant
Komentar