International Mangrove Research Centre Akan Jadi Nilai Tambah Bali
DENPASAR, NusaBali - Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bali Dewa Made Indra menyambut baik dibukanya Mohamed Bin Zayed – Joko Widodo International Mangrove Research Centre (MBZ–JKW IMRC). Pusat Riset Mangrove Internasional ini menurutnya akan menjadi satu lagi nilai tambah bagi Bali.
“Jadi Bali kebagian rezeki,” ujar Dewa Indra di sela-sela mendampingi Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menkomarves) Luhut Binsar Panjaitan saat ground breaking MBZ–JKW IMRC di Three Mountains Kura-Kura Bali, Kelurahan Serangan, Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Minggu (19/5) sore.
Pusat Riset Mangrove Internasional ini menurutnya akan menjadi satu lagi nilai tambah bagi Bali. Hal ini tidak hanya berdampak pada pengembangan studi mangrove di Bali, namun juga dapat menarik kunjungan wisatawan lebih banyak lagi. “Bali akan memiliki kontribusi yang lebih besar,” kata Dewa Indra.
Dewa Indra menjelaskan bahwa hutan mangrove di Bali sangat unik karena selain memiliki vegetasi yang sangat baik, jumlah spesiesnya dapat dikatakan cukup lengkap. Dia menilai jarang ditemukan hutan mangrove dengan ragam spesies yang lengkap seperti di Bali.
Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra -IST
Oleh sebab itu, dia mewakili Pemerintah Provinsi Bali menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Uni Emirat Arab (UEA) yang telah memilih Bali sebagai tempat dibangunnya International Mangrove Research Centre (IMRC). “Kita harus berterima kasih kepada pemerintah, Pak Jokowi, dan Pemerintah Uni Emirat Arab yang bersepakat untuk membangun di Bali,” jelasnya.
Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Uni Emirat Arab telah menyepakati MoU untuk bersama-sama mengetuai aliansi mangrove untuk iklim dan mendirikan Mohammed Bin Zayed – Joko Widodo International Mangrove Research Center (MBZ–JKW IMRC) di Bali. Inisiatif ini menekankan pentingnya kerja sama internasional dalam mengatasi tantangan terkait perubahan iklim serta kerja sama di antara kedua negara.
Menkomarves Luhut Binsar Panjaitan menyampaikan bahwa Pemerintah Indonesia telah menyediakan sekitar 2,5 hektare lahan untuk pengembangan pusat penelitian tersebut. “Penelitian ini terutama untuk pemanfaatan bioteknologi dan inovasi seperti kecerdasan buatan untuk identifikasi mangrove dan pemanfaatan drone untuk restorasi di daerah terpencil,” ujar Luhut.
Sementara Menteri Perubahan Iklim dan Lingkungan Uni Emirat Arab (UEA) Amna bint Abdullah Al Dahak Al Shamsi menyampaikan kerja sama UEA dengan Pemerintah Indonesia tidak semata-mata mengenai pembangunan konstruksi IMRC, namun yang paling penting adalah apa yang dilakukan ketika IMRC telah berdiri.
Dia berharap dengan adanya pusat penelitian tersebut dapat memberikan hasil yang lebih baik dalam pengembangan dan rehabilitasi mangrove di Indonesia dalam upaya menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan hijau di seluruh dunia. 7 a
Komentar