Pungutan Berdasar Pararem dan Kesepakatan
Ni Komang Rusikawati memang benar petugas pungut yang dipekerjakan oleh Desa Adat Tanjung Benoa. Pungutan berdasar pararem dan kesepakatan bersama desa adat dengan pengusaha.
Kasus Dugaan Pungli di Desa Adat Tanjung Benoa
MANGUPURA, NusaBali
Pihak Desa Adat Tanjung Benoa buka suara menyusul tertangkapnya Ni Komang Rusikawati, 33, warga Desa Adat Tanjung Benoa oleh anggota Subdit I Dit Reskrimum Polda Bali pada Rabu (2/8) atas dugaan praktik pungutan liar pada usaha water sport.
Bendesa Adat Tanjung Benoa I Made Wijaya yang sedang bertugas ke luar daerah, melalui Pangliman Desa Adat Tanjung Benoa I Made Sugianta, membenarkan adanya pungutan tambahan di wahana water sport kawasan Tanjung Benoa oleh Desa Adat Tanjung Benoa, Kelurahan Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Badung. Sugianta juga mengakui bahwa Ni Komang Rusikawati adalah petugas tagih dari Desa Adat Tanjung Benoa.
Sugianta menjelaskan, pungutan tambahan yang dilakukan oleh Desa Adat Tanjung Benoa sesuai dengan mekanisme yang telah ditetapkan bersama masyarakat dan pengusaha water sport melalui pararem Desa Adat Tanjung Benoa dan sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali. Pungutan tambahan yang dimaksud sebesar Rp 10.000 setiap jenis pemainan. Berdasakan perjanjian, uang Rp 10.000 itu dibagi dua, Rp 5.000 untuk pengusaha dan Rp 5.000 disetor ke desa adat.
“Kami memiliki 24 petugas pungut. Apa yang dilakukan oleh petugas desa adalah menjalakan tugas yang dimandatkan oleh Desa Adat Tanjung Benoa. Dasar hukum dari mandat ini adalah pararem yang telah diterbitkan tahun 2015,” kata Sugianta.
Menurutnya, pararem ini mengatur tentang gali potensi wisata bahari. Pararem ini telah mendapat persetujuan masyarakat dan pengusaha wisata bahari yang ada di lingkungan Desa Adat Tanjung Benoa. Pembentukan pararem ini mengacu pada Perda Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2003 tentang perubahan atas Perda Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman, pada bab VI tentang pendapatan desa pakraman pasal 10 ayat 1. Bunyi dalam pasal itu bahwa pendapatan desa pekraman diperoleh dari urunan karma desa pekraman, hasil pengelolaan kekayaan desa pakraman, hasil usaha Lembaga Perkreditan Desa (LPD), bantuan dari pemerintah dan pemerintah daerah, pendapatan lainnya yang sah, sumbangan pihak ketiga yang tidak mengikat.
Sugianta menegaskan, jika melihat perda yang ada berarti desa adat merupakan suatu lembaga yang sah di Bali. Mengacu perda tersebut, desa pakraman boleh mendapatkan olah-olahan atau pendapatan dengan kata lain memungut dana atas persetujuan kedua belah pihak.
“Pihak Desa Adat Tanjung Benoa melakukan pungutan sejak diberlakukannya pararem tahun 2015. Kami memiliki bukti-bukti pengelolaan hasil dari gali potensi ini. Semua dana itu tak ada yang masuk ke kantong pribadi. Datanya semua ada di bendahara desa. Dan ini dipergunakan untuk gaji petugas parkir, kebersihan pantai, gaji Satgas, pengadaan ambulans, dan keperluan lainnya. Kini petugas parkir, satgas pantai, dan petugas kebersihan sementara kami berhentikan. Kami tak berani mempekerjakan mereka tanpa didukung dana,” tandasnya.
Kesepakatan bersama yang dikatakan Sugianta dibenarkan oleh salah seorang pemilik usaha water sport di kawasan Tanjung Benoa, I Made Surya. Diakuinya, pungutan itu tak hanya diatur dalam pararem namun juga telah dibuatkan surat kesepakatan bersama.
“Pungutan itu sudah ada perjanjiannya. Petugas pungut pun telah diatur dan sudah diperkenalkan sebelum dipekerjakan. Kebetulan tempat dilakukannya penangkapan itu di tempat saya,” ujarnya.
Sementara itu kuasa hukum Desa Adat Tanjung Benoa Iswahyudi Edy Praptokusuma enggan berkomentar banyak terkait kasus yang dibelanya itu. Edy mengaku pihaknya kini tengah mempersiapkan langkah hukum untuk membela kliennya. “Semua yang terjadi ini dasar hukumnya adalah pararem. Dari kejadian ini kami pikir ini hanya miskomunikasi saja. Kami tetap menghargai dan mengikuti proses hukum yang akan berlangsung. Kami berharap agar masalah ini tak melebar ke masalah lain yang tak ada kaitannya,” tuturnya.
Dikonfirmasi terpisah, Ni Komang Rusikawati, mengatakan pada saat dirinya ditangkap oleh polisi, dirinya tak melakukan perlawanan. “Pada saat saya ditangkap, uang yang sudah saya tagih tak ada yang saya masukkan ke dalam kantong pribadi. Uang hasil pungutan itu saya tempatkan bersama kwitansi bukti pungutan,” tutur wanita yang tinggal di Jalan Raya Taman Sari, Gang Rambutan Nomor 10, Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan.
Sebelumnya diberitakan, anggota Subdit I Dit Reskrimum Polda Bali mengamankan Ni Komang Rusikawati. Wanita yang tinggal di Jalan Taman Sari, Gang Rambutan Nomor 10, Tanjung Benoa, ini tertangkap tangan melakukan pungli (pungutan liar) di areal parkir tempat wisata water sport, Tanjung Benoa, Rabu (2/8) siang. Menariknya, tersangka mengaku setor uang kepada Bendesa Adat Tanjung Benoa Made Wijaya untuk pembangunan di desa adat.
Penangkapan terhadap tersangka pungli ini setelah adanya temuan dari anggota Subdit I Reskrimum Polda Bali yang berhasil mengidentifikasi praktik pungutan liar di tempat wisata water sport itu. Sehingga, tim yang dipimpin AKBP Tri Kuncoro turun ke lapangan untuk melakukan pendalaman. Anggota yang melakukan penyanggongan mendapati adanya praktik pungutan liar yang dilakukan Rusikawati. Sehingga wanita itu langsung diamankan.
Tersangka diamankan bersama barang bukti berupa 1 buah tas plastik warna orange berisi uang tunai Rp 225.000, satu lembar kwitansi, satu lembar kertas form daily activity fax dari W Water Sport, uang tunai senilai Rp 250.000, satu lembar kwitansi, satu lembar form daily activity fax dari A Water Sport, uang tunai senilai Rp 350.000, satu lembar kertas form daily activity fax dari SS Water Sport, satu bendel kwitansi, satu buah ballpoin warna pink, dan 26 lembar kertas form daily activity fax, “Kami amankan untuk interogasi selanjutnya,” beber Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Hengky Widjaja, Jumat (4/8). *cr64
MANGUPURA, NusaBali
Pihak Desa Adat Tanjung Benoa buka suara menyusul tertangkapnya Ni Komang Rusikawati, 33, warga Desa Adat Tanjung Benoa oleh anggota Subdit I Dit Reskrimum Polda Bali pada Rabu (2/8) atas dugaan praktik pungutan liar pada usaha water sport.
Bendesa Adat Tanjung Benoa I Made Wijaya yang sedang bertugas ke luar daerah, melalui Pangliman Desa Adat Tanjung Benoa I Made Sugianta, membenarkan adanya pungutan tambahan di wahana water sport kawasan Tanjung Benoa oleh Desa Adat Tanjung Benoa, Kelurahan Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Badung. Sugianta juga mengakui bahwa Ni Komang Rusikawati adalah petugas tagih dari Desa Adat Tanjung Benoa.
Sugianta menjelaskan, pungutan tambahan yang dilakukan oleh Desa Adat Tanjung Benoa sesuai dengan mekanisme yang telah ditetapkan bersama masyarakat dan pengusaha water sport melalui pararem Desa Adat Tanjung Benoa dan sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali. Pungutan tambahan yang dimaksud sebesar Rp 10.000 setiap jenis pemainan. Berdasakan perjanjian, uang Rp 10.000 itu dibagi dua, Rp 5.000 untuk pengusaha dan Rp 5.000 disetor ke desa adat.
“Kami memiliki 24 petugas pungut. Apa yang dilakukan oleh petugas desa adalah menjalakan tugas yang dimandatkan oleh Desa Adat Tanjung Benoa. Dasar hukum dari mandat ini adalah pararem yang telah diterbitkan tahun 2015,” kata Sugianta.
Menurutnya, pararem ini mengatur tentang gali potensi wisata bahari. Pararem ini telah mendapat persetujuan masyarakat dan pengusaha wisata bahari yang ada di lingkungan Desa Adat Tanjung Benoa. Pembentukan pararem ini mengacu pada Perda Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2003 tentang perubahan atas Perda Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman, pada bab VI tentang pendapatan desa pakraman pasal 10 ayat 1. Bunyi dalam pasal itu bahwa pendapatan desa pekraman diperoleh dari urunan karma desa pekraman, hasil pengelolaan kekayaan desa pakraman, hasil usaha Lembaga Perkreditan Desa (LPD), bantuan dari pemerintah dan pemerintah daerah, pendapatan lainnya yang sah, sumbangan pihak ketiga yang tidak mengikat.
Sugianta menegaskan, jika melihat perda yang ada berarti desa adat merupakan suatu lembaga yang sah di Bali. Mengacu perda tersebut, desa pakraman boleh mendapatkan olah-olahan atau pendapatan dengan kata lain memungut dana atas persetujuan kedua belah pihak.
“Pihak Desa Adat Tanjung Benoa melakukan pungutan sejak diberlakukannya pararem tahun 2015. Kami memiliki bukti-bukti pengelolaan hasil dari gali potensi ini. Semua dana itu tak ada yang masuk ke kantong pribadi. Datanya semua ada di bendahara desa. Dan ini dipergunakan untuk gaji petugas parkir, kebersihan pantai, gaji Satgas, pengadaan ambulans, dan keperluan lainnya. Kini petugas parkir, satgas pantai, dan petugas kebersihan sementara kami berhentikan. Kami tak berani mempekerjakan mereka tanpa didukung dana,” tandasnya.
Kesepakatan bersama yang dikatakan Sugianta dibenarkan oleh salah seorang pemilik usaha water sport di kawasan Tanjung Benoa, I Made Surya. Diakuinya, pungutan itu tak hanya diatur dalam pararem namun juga telah dibuatkan surat kesepakatan bersama.
“Pungutan itu sudah ada perjanjiannya. Petugas pungut pun telah diatur dan sudah diperkenalkan sebelum dipekerjakan. Kebetulan tempat dilakukannya penangkapan itu di tempat saya,” ujarnya.
Sementara itu kuasa hukum Desa Adat Tanjung Benoa Iswahyudi Edy Praptokusuma enggan berkomentar banyak terkait kasus yang dibelanya itu. Edy mengaku pihaknya kini tengah mempersiapkan langkah hukum untuk membela kliennya. “Semua yang terjadi ini dasar hukumnya adalah pararem. Dari kejadian ini kami pikir ini hanya miskomunikasi saja. Kami tetap menghargai dan mengikuti proses hukum yang akan berlangsung. Kami berharap agar masalah ini tak melebar ke masalah lain yang tak ada kaitannya,” tuturnya.
Dikonfirmasi terpisah, Ni Komang Rusikawati, mengatakan pada saat dirinya ditangkap oleh polisi, dirinya tak melakukan perlawanan. “Pada saat saya ditangkap, uang yang sudah saya tagih tak ada yang saya masukkan ke dalam kantong pribadi. Uang hasil pungutan itu saya tempatkan bersama kwitansi bukti pungutan,” tutur wanita yang tinggal di Jalan Raya Taman Sari, Gang Rambutan Nomor 10, Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan.
Sebelumnya diberitakan, anggota Subdit I Dit Reskrimum Polda Bali mengamankan Ni Komang Rusikawati. Wanita yang tinggal di Jalan Taman Sari, Gang Rambutan Nomor 10, Tanjung Benoa, ini tertangkap tangan melakukan pungli (pungutan liar) di areal parkir tempat wisata water sport, Tanjung Benoa, Rabu (2/8) siang. Menariknya, tersangka mengaku setor uang kepada Bendesa Adat Tanjung Benoa Made Wijaya untuk pembangunan di desa adat.
Penangkapan terhadap tersangka pungli ini setelah adanya temuan dari anggota Subdit I Reskrimum Polda Bali yang berhasil mengidentifikasi praktik pungutan liar di tempat wisata water sport itu. Sehingga, tim yang dipimpin AKBP Tri Kuncoro turun ke lapangan untuk melakukan pendalaman. Anggota yang melakukan penyanggongan mendapati adanya praktik pungutan liar yang dilakukan Rusikawati. Sehingga wanita itu langsung diamankan.
Tersangka diamankan bersama barang bukti berupa 1 buah tas plastik warna orange berisi uang tunai Rp 225.000, satu lembar kwitansi, satu lembar kertas form daily activity fax dari W Water Sport, uang tunai senilai Rp 250.000, satu lembar kwitansi, satu lembar form daily activity fax dari A Water Sport, uang tunai senilai Rp 350.000, satu lembar kertas form daily activity fax dari SS Water Sport, satu bendel kwitansi, satu buah ballpoin warna pink, dan 26 lembar kertas form daily activity fax, “Kami amankan untuk interogasi selanjutnya,” beber Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Hengky Widjaja, Jumat (4/8). *cr64
Komentar