Waketum Gerindra Dilaporkan ke Polda Bali
Ketua Fraksi PDIP DPRD Bali Kadek Diana didampingi 3 pengacara saat laporkan Arief Payuono ke Polda Bali kemarin
Gara-gara Pernyataannya Sebut PDIP dan Anteknya seperti PKI
DENPASAR, NusaBali
Kader Banteng yang kini Ketua Fraksi PDIP DPRD Bali, I Kadek Diana SH, laporkan Wakil Ketua Umum DPP Gerindra Arief Payuono ke Polda Bali, Minggu (6/8) siang. Laporan ini terkait pernyataan Arief Payuono di media elektronik yang diduga tebar ujaran kebencian dan pencemaran nama baik PDIP.
Saat melaporkan Arief Payuoni ke Mapolda Bali, Jalan WR Supratman Denpasar, Minggu siang pukul 11.20 Wita, Kadek Diana yang notabene Wakil Ketua Bidang Komunikasi Politik DPD PDIP Bali didampingi 3 kuasa hukumnya sesama kader PDIP. Mereka masing-maisng I Wayan Sudirta SH (Wakil Ketua Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan DPD PDIP Bali), I Made Suparta SH (Wakil Sekretaris DPD PDIP Bali), dan I Gede Indria (Kepala Badan Bantuan Hukum DPD PDIP Bali). Anggota Komisi I DPRD Bali dari Fraksi PDIP Dapil Karangasem, I Nyoman Oka Antara SH MAP, juga ikut hadir sebagai saksi.
Laporan kader PDIP kemarin dilakukan di Sentral Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Bali dengan Nomor Registrasi Dumas/259/VIII/2017/SPKt tertanggal 6 Agustus 2017, diterima Aiptu I Ketut Budiana dan diketahui Kepala Siaga DPKT Kompol I Nyoman Sudiarsa. Ada 10 pasal dijadian dasar pengaduan, yakni pelanggaran pasal tindak pidana fitnah sesuai Pasal 310, 311, 315, 156, dan 207 KUHP, serta Pasal 27, 28, 36, 45, dan 51 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektonik (ITE).
Wayan Sudirta cs selaku kuasa hukum menyodorkan bukti-bukti terkait dengan pengaduan Kadek Diana ke Polda Bali kemarin. Salah satu buktinya, kutipan pernyataan Waketum DPP Gerindra Arief Payuono di media elektronik, Senin (31/7) lalu, yang berbunyi: “Jadi, wajar saja kalau PDIP sering disamakan dengan PKI. Habis, sering buat lawakan politik dan nipu rakyat sih.”
Menurut Sudirta, pernyataan Arief Payuono tersebut menggambarkan PDIP seolah-olah PKI. “Sudah jelas-jelas melakukan perbuatan penghinaan, pencemaran nama baik, menyerang institusi PDI Perjuangan. Ini dilakukan di Jakarta, kami melaporkannya ke Polda Bali. Sebab, walau kejadiannya di Jakarta, (pernyataannya, Red) itu menyebar di media elekoronik, dapat dilihat di Bali dan di seluruh nasional,” ujar Sudirta.
“Bukan hanya di Bali yang teriak. Bukan hanya Jokowi disinggung, tapi juga disebut antek-anteknya. Ini sudah penghinaan,” lanjut advokat senior asal Desa Pidpid, Kecamatan Abang, Karangasem yang notabene mantan anggota DPD RI Dapil Bali dua periode (2004-2009, 2009-2014) ini.
Disinggung soal terlapor Arief Payuono yang sudah meminta maaf atas pernyataannya, menurut Sudirta, itu bisa saja, namun tidak mengggurkan proses hukum. “Permintaan maaf adalah etika bagus. Menerima permintaan maaf juga etika yang paling baik. Didalam sistem hukum di seluruh dunia, permintaan maaf tidak pernah disebut menghilangkan tindak pidana,” katanya.
Sudirta menambahkan, permintaan maaf adalah membahas suasana nyaman, bidak boleh ada ketegangan, tidak ada benturan fisik, tidak boleh ada demo-demo. “Maka meminta maaf dan memberikan maaf itu penting,” tandas mantan Sudirta yang juga ikut dalam tim kuasa hukum Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Menurut Sudirta, salah satu fungsi proses hukum adalah pengadilan untuk memulihkan keseimbangan yang tergangggu, agar kembali ke sedia kala. “Proses hukum sendiri adalah mendidik. Itu salah satu fungsi hukum pidana. Jangan sampai setiap orang melakukan sesuatu, lalu minta maaf, melakukan lagi dan minta maaf lagi. Salah satu fungsi hukum pidana itu kan mendidik dan menjerakan,” katanya.
Mantan Ketua Kaukus Antikorupsi DPD RI ini mencontohkan seorang hakim meng-hukum berat orang yang hanya mencuri kuda. Hukuman berat itu diganjarkan, bukan karena dendam kepada pencurinya, tapi hakim ingin menyelamatkan kuda-kuda di sekitar kampung supaya tidak habis dicuri. ”Hakim ingin mengingatkan masyarakat mencuri kuda hukumannya berat. Nah, dalam pengaduan ini, PDIP tidak dendam. Tapi, jangan PDIP partai yang bagus malah dihujat, dibilang bohong, dibilang PKI,” tegas Sudirta dengan nada meninggi.
PDIP sendiri, kata Sudirta, selalu menjunjung supremasi hukum. Ketua Umum DPP PDIP Megawayi Soekarnoputri disebutnya tidak pernah dendam sedikiti pun. “Bagaimana PDIP tertindas tahun 1998, Ibu Ketua Umum selalu melakukan langkah hukum, bukan yang lain. Proses hukum saat ini mengingatkan seorang pejuang Megawati yang lebih menjunjung supremasi hukum.”
Sudirta menyebutkan, kasus dugaan pencemaran nama baik oleh Waketum DPP Gerindra ini selanjutnya diserahkan ke kepolisian untuk ditindaklanjuti. “Ini tidak ada kaitan dengan Pemilu 2019. Tapi, ketika nanti kepolisian menemukan ada keterkaitam Pileg 2019, silakan,” papar Sudirta.
Sementara, Kadek Diana selaku pelapor menegaskan yang diserang oleh Waketum DPP Gerindra Arief Payuono adalah lembaga, dengan menyebut PDIP dan antek-antek PDIP. “Simpatisan partai dan pendukung PDIP di seluruh Indonesia itu diserang. Dia (Arief Payuono) tidak menyebut PDIP di Jakarta atau Bogor. Jadi, saya selaku kader dan Ketua Fraksi PDIP DPRD Bali, merasa citra dan nama baik partai difitnah, dijelek-jelekkan,” beber Kadek Diana.
Menurut mantan Ketua Fraksi PDIP DPRD Gianyar 2009-2014 ini, ada unsur ujaran kebencian dan menyebarkan fitnah yang dilontarkan Waketum DPP Gerindra. “Apalagi, itu dilakukan di media sosial dan media elektronik. Kalau tidak diantisipasi, patut diduga itu merusak nama baik partai,” jelas politisi militan PDIP asal Banjar Kebalian, Desa/Kecamatan Sukawati, Gianyar ini.
Dikonfirmasi NusaBali secara terpisah, Minggu kemarin, Ketua DPD Gerindra Bali Ida Bagus Putu Sukarta alias Gus Sukarta tidak mau berkomentar aytas laporan kader PDIP terhadap Waketum Arief Payuono. Gus Sukarta menyerahkan sepenuhnya kasus tersebut kepada DPP Gerindra. “Ya, kami sepenuhnya serahkan kasus ini kepada DPP. Ini ranah DPP,” tegas anggota Fraksi Gerindra DPR RI Dapil Bali ini. *nat
DENPASAR, NusaBali
Kader Banteng yang kini Ketua Fraksi PDIP DPRD Bali, I Kadek Diana SH, laporkan Wakil Ketua Umum DPP Gerindra Arief Payuono ke Polda Bali, Minggu (6/8) siang. Laporan ini terkait pernyataan Arief Payuono di media elektronik yang diduga tebar ujaran kebencian dan pencemaran nama baik PDIP.
Saat melaporkan Arief Payuoni ke Mapolda Bali, Jalan WR Supratman Denpasar, Minggu siang pukul 11.20 Wita, Kadek Diana yang notabene Wakil Ketua Bidang Komunikasi Politik DPD PDIP Bali didampingi 3 kuasa hukumnya sesama kader PDIP. Mereka masing-maisng I Wayan Sudirta SH (Wakil Ketua Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan DPD PDIP Bali), I Made Suparta SH (Wakil Sekretaris DPD PDIP Bali), dan I Gede Indria (Kepala Badan Bantuan Hukum DPD PDIP Bali). Anggota Komisi I DPRD Bali dari Fraksi PDIP Dapil Karangasem, I Nyoman Oka Antara SH MAP, juga ikut hadir sebagai saksi.
Laporan kader PDIP kemarin dilakukan di Sentral Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Bali dengan Nomor Registrasi Dumas/259/VIII/2017/SPKt tertanggal 6 Agustus 2017, diterima Aiptu I Ketut Budiana dan diketahui Kepala Siaga DPKT Kompol I Nyoman Sudiarsa. Ada 10 pasal dijadian dasar pengaduan, yakni pelanggaran pasal tindak pidana fitnah sesuai Pasal 310, 311, 315, 156, dan 207 KUHP, serta Pasal 27, 28, 36, 45, dan 51 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektonik (ITE).
Wayan Sudirta cs selaku kuasa hukum menyodorkan bukti-bukti terkait dengan pengaduan Kadek Diana ke Polda Bali kemarin. Salah satu buktinya, kutipan pernyataan Waketum DPP Gerindra Arief Payuono di media elektronik, Senin (31/7) lalu, yang berbunyi: “Jadi, wajar saja kalau PDIP sering disamakan dengan PKI. Habis, sering buat lawakan politik dan nipu rakyat sih.”
Menurut Sudirta, pernyataan Arief Payuono tersebut menggambarkan PDIP seolah-olah PKI. “Sudah jelas-jelas melakukan perbuatan penghinaan, pencemaran nama baik, menyerang institusi PDI Perjuangan. Ini dilakukan di Jakarta, kami melaporkannya ke Polda Bali. Sebab, walau kejadiannya di Jakarta, (pernyataannya, Red) itu menyebar di media elekoronik, dapat dilihat di Bali dan di seluruh nasional,” ujar Sudirta.
“Bukan hanya di Bali yang teriak. Bukan hanya Jokowi disinggung, tapi juga disebut antek-anteknya. Ini sudah penghinaan,” lanjut advokat senior asal Desa Pidpid, Kecamatan Abang, Karangasem yang notabene mantan anggota DPD RI Dapil Bali dua periode (2004-2009, 2009-2014) ini.
Disinggung soal terlapor Arief Payuono yang sudah meminta maaf atas pernyataannya, menurut Sudirta, itu bisa saja, namun tidak mengggurkan proses hukum. “Permintaan maaf adalah etika bagus. Menerima permintaan maaf juga etika yang paling baik. Didalam sistem hukum di seluruh dunia, permintaan maaf tidak pernah disebut menghilangkan tindak pidana,” katanya.
Sudirta menambahkan, permintaan maaf adalah membahas suasana nyaman, bidak boleh ada ketegangan, tidak ada benturan fisik, tidak boleh ada demo-demo. “Maka meminta maaf dan memberikan maaf itu penting,” tandas mantan Sudirta yang juga ikut dalam tim kuasa hukum Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Menurut Sudirta, salah satu fungsi proses hukum adalah pengadilan untuk memulihkan keseimbangan yang tergangggu, agar kembali ke sedia kala. “Proses hukum sendiri adalah mendidik. Itu salah satu fungsi hukum pidana. Jangan sampai setiap orang melakukan sesuatu, lalu minta maaf, melakukan lagi dan minta maaf lagi. Salah satu fungsi hukum pidana itu kan mendidik dan menjerakan,” katanya.
Mantan Ketua Kaukus Antikorupsi DPD RI ini mencontohkan seorang hakim meng-hukum berat orang yang hanya mencuri kuda. Hukuman berat itu diganjarkan, bukan karena dendam kepada pencurinya, tapi hakim ingin menyelamatkan kuda-kuda di sekitar kampung supaya tidak habis dicuri. ”Hakim ingin mengingatkan masyarakat mencuri kuda hukumannya berat. Nah, dalam pengaduan ini, PDIP tidak dendam. Tapi, jangan PDIP partai yang bagus malah dihujat, dibilang bohong, dibilang PKI,” tegas Sudirta dengan nada meninggi.
PDIP sendiri, kata Sudirta, selalu menjunjung supremasi hukum. Ketua Umum DPP PDIP Megawayi Soekarnoputri disebutnya tidak pernah dendam sedikiti pun. “Bagaimana PDIP tertindas tahun 1998, Ibu Ketua Umum selalu melakukan langkah hukum, bukan yang lain. Proses hukum saat ini mengingatkan seorang pejuang Megawati yang lebih menjunjung supremasi hukum.”
Sudirta menyebutkan, kasus dugaan pencemaran nama baik oleh Waketum DPP Gerindra ini selanjutnya diserahkan ke kepolisian untuk ditindaklanjuti. “Ini tidak ada kaitan dengan Pemilu 2019. Tapi, ketika nanti kepolisian menemukan ada keterkaitam Pileg 2019, silakan,” papar Sudirta.
Sementara, Kadek Diana selaku pelapor menegaskan yang diserang oleh Waketum DPP Gerindra Arief Payuono adalah lembaga, dengan menyebut PDIP dan antek-antek PDIP. “Simpatisan partai dan pendukung PDIP di seluruh Indonesia itu diserang. Dia (Arief Payuono) tidak menyebut PDIP di Jakarta atau Bogor. Jadi, saya selaku kader dan Ketua Fraksi PDIP DPRD Bali, merasa citra dan nama baik partai difitnah, dijelek-jelekkan,” beber Kadek Diana.
Menurut mantan Ketua Fraksi PDIP DPRD Gianyar 2009-2014 ini, ada unsur ujaran kebencian dan menyebarkan fitnah yang dilontarkan Waketum DPP Gerindra. “Apalagi, itu dilakukan di media sosial dan media elektronik. Kalau tidak diantisipasi, patut diduga itu merusak nama baik partai,” jelas politisi militan PDIP asal Banjar Kebalian, Desa/Kecamatan Sukawati, Gianyar ini.
Dikonfirmasi NusaBali secara terpisah, Minggu kemarin, Ketua DPD Gerindra Bali Ida Bagus Putu Sukarta alias Gus Sukarta tidak mau berkomentar aytas laporan kader PDIP terhadap Waketum Arief Payuono. Gus Sukarta menyerahkan sepenuhnya kasus tersebut kepada DPP Gerindra. “Ya, kami sepenuhnya serahkan kasus ini kepada DPP. Ini ranah DPP,” tegas anggota Fraksi Gerindra DPR RI Dapil Bali ini. *nat
Komentar